Pria itu mulai membuka kancing kemejaku, dia merem*s dua benda berharga milikku dengan kasar.
"Jangan." Aku mulai menangis memohon padanya.
Saat itu harga diriku terasa dicabik-cabik oleh pria tak beradab itu.
Dia mengerayangi setiap lekuk tubuhku, hingga kini aku terikat tanpa mengenakan pakaian sama sekali.
Dia merenggut mahkota berharga yang kumiliki dalam sekejap.
"Aaaaaaaahhh." ******* panjang keluar dari mulutnya saat dia mencapai pada puncaknya.
Harga diriku telah hilang di hadapan pria itu, dia telah menikmati setiap tubuhku, dia telah memperk*sa diriku malam itu.
Aku tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya.
Sementara itu si pria kini tertidur lelap di sampingku.
Tanganku masih terikat dengan tali danasih tanpa bus*n*.
Saat pagi datang, pria itu bangun dari tidurnya. Dia bangkit, lalu mengenakan pakaiannya.
"Apa pun yang sudah aku lakukan, jangan pernah kau buka mulut, karena aku akan lakukan hal yang lebih dari ini jika kau berani macam-macam denganku! Bahkan aku bisa mengeluarkanmu dari kampus," ancam pria itu.
Dia membuka tali yang mengikat tangan dan kakiku.
"Kenakan pakaianmu!" perintah si pria.
Dia pun keluar dari kamar itu, aku pun memunguti pakaianku yang berserakan di dalam kamar itu.
Air mataku kembali menetes saat melihat bercak darah di atas sprei tempat tidur itu.
Dengan langkah tertatih, aku mengenakan pakaianku, masa depanku hancur dalam sekejap ulah pria yang tak punya hati.
Aku terduduk di atas tempat tidur setelah mengenakan pakaianku, tiba-tiba 2 orang pria masuk ke dalam kamar itu.
Mereka menutup mataku, dan membawaku keluar dari tempat itu.
Dengan jelas aku merasakan mereka membawaku masuk ke dalam mobil.
Selang beberapa menit, mereka menurunkanku di pinggir jalan lalu meninggalkan diriku.
Bergegas aku membuka penutup mataku, aku mendapati diriku telah berada di kawasan kampus.
Saat itu belum ada mahasiswa yang datang, aku pun melangkah menuju asrama dengan langkah tertatih.
"Ayu, apa yang terjadi?" tanya Dinda saat aku membuka pintu kamar asramaku.
Kebetulan di kamar itu hanya aku dan Dinda, jadi tidak ada yang tahu kedatanganku di pagi hari ini.
"Kamu baik-baik saja, kan?" Dinda sangat mencemaskan diriku.
Aku terdiam sejenak.
"Ya Allah, haruskah aku memberitahu Dinda apa yang telah menimpa diriku?" gumamku di dalam hati.
"Tidak, aku tidak mungkin memberitahu apa yang telah terjadi pada Dinda." Aku menggelengkan kepalaku.
"Aku baik-baik saja, Din," jawabku.
"Syukurlah, aku sangat mengkhawatirkanmu," ujar Dinda.
"Aku sudah berusaha mencari bantuan, tapi dengan sekejap mata mereka membawamu begitu saja." Dinda penuh penyesalan.
Sebagai teman baikku, dia merasa bersalah karena tidak sanggup menyelamatkan diriku dari sanderaan pria bajingan itu dan teman-temannya.
"Tidak apa-apa, sekarang kamu bisa lihat keadaanku. Aku baik-baik saja, tak kurang satu pun." Aku menghiburnya.
Aku masih berusaha menutupi masalah besar yang telah terjadi di dalam hidupku.
Dinda memelukku.
"Maafkan aku," lirihnya lagi.
"Sudah, jangan bahas masalah ini lagi. Hari ini ada jadwal kuliah pagi, kita siap-siap," ajakku.
Aku pun melangkah masuk ke dalam kamar mandi terlebih dahulu, aku sudah tak sabar lagi ingin membersihkan diriku.
Saat ini aku benar-benar merasa jijik pada diriku sendiri.
Dinda membiarkanku masuk kamar mandi terlebih dahulu, di dalam kamar mandi kusirami sekujur tubuhku dengan air sebanyak-banyaknya.
Ingatan akan peristiwa semalam masih menggelayuti benakku.
Aku kembali menangis.
"Ya Allah, kuatkan aku menjalani musibah ini." Hanya do'a-do'a yang terus terucap dari bibirku.
Kejadian yang telah menimpaku bukanlah dosa yang sengaja aku lakukan, tapi aku adalah korban dari kebejatan pria yang sama sekali tak memiliki hati nurani.
Setelah aku puas membersihkan tubuhku, aku pun keluar dari kamar mandi dan bersiap untuk berangkat ke kampus, dengan sekuat hati aku terus berusaha menguatkan hatiku untuk terus melanjutkan hidupku.
Apa pun yang akan terjadi nantinya, di sanalah aku akan menghadapinya, begitulah tekadku demi masa depan yang aku impikan selama ini.
Aku dan Dinda melangkah menuju kampus, saat berada di koridor kampus aku melihat pria bejat itu duduk di tangga bersama teman-temannya.
Aku menarik lengan Dinda agar tak melewati mereka, aku memilih jalan berkeliling menuju kelasku.
"Kenapa, Yu?" tanya Dinda heran.
"Tidak apa-apa, lebih baik kita menghindar dari mereka," ujarku.
"Mhm, benar juga, sih. Kamu tahu enggak, ternyata pria yang kamu tampar kemarin adalah putra rektor kampus kita." Dinda memberitahuku siapa pria itu sebenarnya.
"Apa?" Aku menautkan kedua alisku tak percaya.
"Ya, makanya banyak mahasiswa di kampus ini yang takut padanya," cerita Dinda.
"Mhm, wajar saja tampangnya terlihat berkuasa di kampus ini." Aku berpendapat.
"Makanya kemarin itu semua mata natapin kamu pas kamu nampar dia," ujar Dinda lagi.
"Oh, begitu." Aku hanya mengangguk pelan.
"Wajar saja dia berani melakukan hal keji itu padaku," gumamku di dalam hati.
Aku yakin tak hanya diriku yang diperlakukannya seperti itu. Mungkin sudah banyak mahasiswi di kampus ini masa depannya hancur karena pria bejat itu.
Akhirnya aku berjanji di dalam diriku, apa pun yang akan terjadi pada diriku nantinya, aku akan hadapi dan jalani.
Aku tak boleh putus asa, dan menyerah begitu saja. Aku akan berjuang demi masa depan yang selama ini aku impikan.
Aku mulai meyakinkan diriku bahwa aku akan melewati berbagai cobaan yang akan datang menghampiriku nantinya.
"Bismillahirrahmanirrahim, aku kuat dan aku bisa," lirihku terus menyemangati diriku yang sesungguhnya sangatlah rapuh.
Hanya Allah satu-satunya tempat aku berserah diri, dan hanya Allah yang akan memberi jalan keluar di setiap masalah yang akan hadir nantinya di hadapanku.
Aku sudah berada di kelas, dosen juga sudah masuk dan pelajaran pun dimulai.
Sepanjang pelajaran berlangsung pikiranku masih bercabang, setiap kali aku menguatkan diriku setiap kali itu pula aku merasa takut.
"Ayu," panggil Dinda.
"Ayu!" Dinda mulai mengeraskan volume suaranya karena sejak tadi dia memanggilku tapi aku tak menggubrisnya sama sekali.
"Eh, iya. Ada apa, Din?" tanyaku gelagapan.
"Kamu kenapa, sih? Sejak tadi aku perhatikan kamu diam dan bengong?" tanya Dinda heran melihat tingkahku tak seperti biasanya.
"Enggak apa-apa kok, Din. Mungkin aku cuma lagi banyak pikiran saja,"' jawabku berbohong.
Aku tak mungkin menceritakan apa yang telah terjadi pada Dinda.
Sahabatku itu menatapku dalam, dia mencoba memastikan perkataan itu tidak bohong, terlihat di wajahnya dia sangat penasaran dengan apa yang telah aku alami kemarin malam.
Dinda menggenggam tanganku erat.
"Ayu, kamu tak seperti biasanya, apakah kamu ada masalah? Kalau memang ada, katakan padaku, apa masalah yang tengah kami hadapi?" tanya Dinda semakin penasaran dengan sikap dan tingkahku.
Aku terdiam, aku coba memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari Dinda.
"Tidak apa-apa, ayo kita makan ke kantin." Aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan Dinda.
Aku melihat sekilas dahi sahabatku itu mengkerut, tapi aku sengaja mengabaikannya.
Aku menarik lengan Dinda dan membawanya menuju kantin.
Saat melangkah ke kantin, aku tak sengaja menabrak seseorang.
Bruk.
Tubuhku jatuh terhempas ke lantai.
"Kalau jalan hati-hati, Yu," lirih Dinda.
Dia membantuku untuk berdiri, betapa kagetnya aku saat melihat wajah pria bej*t itu berada tepat di hadapanku.
Ternyata tubuh kekar yang baru saja kutabrak adalah tubuhnya.
"Kalau jalan pakai mata," bisik pria bej*t itu tepat di telingaku.
Aku bergegas menarik tangan Dinda dan membawanya menjauh dari sosok pria yang saat ini sangat kubenci di dalam hatiku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Tarmi Widodo
miris skli nasip mu ayu
2023-09-18
0
@emak aisyah
apakah pria itu bakal jadi jodohnya ayu ataukah ada pria yang lain????aku si sih berdoa semoga ada mukjizat author menurunkan malaikat pelindung
2023-09-06
0
Elisabeth Ratna Susanti
waduh, auto ngilu nih😀
2023-09-05
0