Niken sudah selesai menyiapkan sarapan. Sayur bening, ayam dan tempe goreng terhidang di atas meja makan. Niken kemudian membangunkan anak-anak supaya lekas mandi, lalu menyiapkan seragam sekolah untuk Vero dan Fani. Sambil menunggu anak-anak selesai, Niken menyusui beby Cia yang sudah terbangun lagi. Niken menggendong beby Cia menuju ruang makan.
Vero dan Fani yang sudah selesai mandi dan memakai seragam sekolah langsung duduk bersebelahan. Niken menatap mereka sambil tersenyum senang, anak-anaknya sudah mulai mandiri, bisa memakai seragam sendiri sehingga ia tak terlalu repot . Vero juga sangat pengertian pada kesibukan bundanya, ia akan membantu Fani tanpa diminta saat bocah perempuan cilik itu kesusahan.
"Selamat pagi kak Vero dan kak Fani sayang, kita sarapan dulu ya," sapa Niken pada anak-anak sambil mengulurkan piring berisi nasi dan lauk pada mereka.
"Pagi bunda cantik," mereka menerima sarapan dengan senang hati dan bersemangat.
Niken tersenyum memandangi anak-anak makan dengan lahap dan cepat. Selalu saja begitu, mereka sangat bersemangat saat akan berangkat sekolah dan bertemu teman-teman. Niken tak perlu berteriak-teriak menyuruh mereka ini itu, mereka susah hafal apa-apa saja yang harus mereka lakukan saat akan berangkat sekolah.
"Baiklah, sudah selesai sarapannya, sekarang kita bisa berangkat ke sekolah," ucap Niken saat melihat makanan anak-anak sudah habis, piring mereka sudah kosong.
"Yeay, kita berangkat," sambut anak-anak dengan gembira.
Niken meletakkan piring kotor di wastafel. Setelah memastikan barang anak-anak tidak ada yang tertinggal, mereka segera berangkat. Niken dan anak-anak berjalan kaki ke sekolah. Jarak sekolah dengan rumah kontrakan Niken memang tidak terlalu jauh, bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Anak-anak juga lebih senang berjalan kaki sambil bersenda gurau .
Sepuluh menit berjalan dengan santai, mereka akhirnya tiba di sekolah. Sekolah SD Vero dan sekolah Paud Fani memang bersebelahan, Niken sengaja memilih sekolah yang berdekatan supaya tidak ribet.
Vero langsung berlari ke kelasnya setelah menyalami ibunya, Niken lalu mengantar Fani sampai di depan gerbang sekolah.
"Bu Niken," perempuan muda seumuran Niken yang menunggu di dekat gerbang memanggilnya.
"Ada apa ya bu?"
Guru Fani tersebut memandang Niken dengan perasaan sungkan sebelum menjawab.
"Maaf bu Niken, saya harus menyampaikan jika SPP Fani belum dibayar sejak 3 bulan."
Niken tersenyum malu, memang semenjak beby Cia lahir, Niken belum membayar uang SPP Fani lagi. Kebutuhan yang semakin melonjak membuat Niken kekurangan uang untuk menutup semua kebutuhan, sehingga SPP Fani terabaikan.
"Maaf ya Bu Cindy, besok akan saya usahakan," jawab Niken sungkan. Niken sebenarnya malu karena sampai menunggak bayar, namun ia tak bisa berbuat banyak. Sedangkan uang yang ia pegang, entah cukup untuk sampai akhir bulan atau tidak.
"Maaf Bu Niken , karena saya harus setor ke yayasan, saya sampai harus menagih ke Bu Niken, saya harap ibu memahami posisi saya," kata Bu Cindy sungkan.
Niken mengangguk paham, sekali lagi ia berjanji akan mengusahakan besok. Ia lalu pamit dan pulang setelah melihat Fani dituntun masuk kelas oleh Bu Cindy.
Sampai di rumah Niken meletakkan beby Cia yang tertidur ke dalam ranjang bayi. Ia melihat sang suami masih tidur pulas. Niken geleng-geleng kepala melihatnya. Semenjak Toni sibuk dengan ponsel, ia sudah tak mau peduli lagi akan kesibukan Niken. Bangun tidur, mandi, sarapan, lalu berangkat kerja.
"Mas, bangun sudah siang," Niken mengguncang bahu Toni supaya bangun.
Toni menggeliat, namun tak kunjung membuka mata. Niken pun mencium pipi suaminya karena gemas. Berhasil, Toni langsung membuka mata.
"Mandi Mas, aku siapkan sarapan," ulang Niken. Toni segera bangkit dari tidurnya, merengkuh tubuh Niken mendekat lalu balik mencium pipinya. Niken terkekeh pelan mendapat perlakuan manis yang akhir-akhir ini jarang Toni berikan. Niken meninggalkan Toni yang bersiap mandi.
"Mas," panggil Niken pelan setelah melihat Toni selesai sarapan. Ia juga sudah menghabiskan makanannya sendiri.
Tini tak menjawab, hanya menaikkan alisnya menunggu Niken lanjut bicara.
"Aku minta uang lagi dong mas."
"Buat apa lagi? memanganya uang yang mas kasih waktu gajian sudah habis Ken?" tanya Toni bingung.
"Buat bayar SPP Fani mas, sejak Cia lahir aku belum bayar lagi. Tadi ditagih sama Bu Cindy karena beliau harus setor ke yayasan" jelas Niken.
Sekolah TK dan Paud Fani memang sekolah swasta, berbeda dengan sekolah Vero yang merupakan sekolah Negeri sehingga tak perlu membayar uang bulanan.
"Mas sudah nggak punya uang juga, Ken. Kan belum gajian ini masih tanggal berapa."
Niken mendesah, ia memijit kepalanya yang pening memikirkan uang.
"Terus aku gimana mas bayar uang sekolah Fani? Aku malu ditagih terus sama Bu Cindi."
"Itu urusan kamu lah Ken, yang penting kan aku susah kasih kamu nafkah bulanan. Kamu harus pinter-pinter ngatur uang yang aku kasih, jangan boros-boros, kamu pikir cari uang gampang? Sudahlah aku mau berangkat dulu. Pusing aku ngomong sama kamu ,yang dibahas uang melulu."
Toni bangkit dari duduknya, menenggak air putih miliknya. Ia mengulurkan tangan pada Niken, setelah wanita itu menyambut uluran tangannya dan menciumnya, Toni segera berangkat kerja. Niken memandangi kepergian sang suami sambil melongo. Apa suaminya lupa jika ia mengurangi jumlah nafkah bulanan dari biasanya? Niken tak mampu berkata-kata lagi. Ia segera pergi mencuci pakaian sebelum kepalanya semakin pusing memikirkan perkataan syaminya.
****
"Aku mau pergi keluar ya Ken nanti malam. Bareng Andi."
Andi adalah teman kerja Toni. Niken sudah mengenalnya.
"Mau kemana mas?" tanya Niken heran Niken memandangi wajah sang suami yang sedang menyeruput kopi sore itu. Laki-laki didepannya masih terlihat tampan di usia 35 tahun.
"Belum tau, paling nongkrong di angkringan saja." jawab Toni datar.
Niken tak menjawab , ia justru mengernyit heran. Kerupuk yang sedang di kunyahnya tiba-tiba terasa hambar, padahal tadi rasanya sangat gurih. Selama ini Niken tak suka jika Toni kelayapan malam-malam, walaupun itu dengan teman kerja . Toni tahu itu. Selain boros uang, Niken takut sang suami kena hasutan buruk dari temannya. Dan sekarang Toni mau pergi tanpa bertanya pada Niken boleh apa tidaknya.
Niken merasa semakin curiga, ia teringat omongan Bu Rini yang melihat Toni makan bareng perempuan. Niken curiga jika Toni akan pergi dengan perempuan itu, bukan dengan Andi. Niken harus segera memeriksa ponsel Toni , memastikan laki-laki itu berbohong apa tidak. Setelah menidurkan beby Cia dan memastikan Toni sedang masuk Toilet, sore itu Niken segera menghampiri ponsel Toni di atas nakas. Niken menyalakan ponsel itu, beruntung Toni tidak menguncinya. Niken memang tak pernah meminjam atau membuka ponsel Toni selama ini, sehingga Roni tidak perlu waspada.
"Hah? Foto siapa ini?"
Niken terkejut saat ada pesan masuk dan Niken membukanya sebuah foto menjijikkan muncul. Foto wanita cantik memakai lingerie dan berpose nakal di atas ranjang, terlihat seolah sedang menantang hasrat laki-laki. Foto itu didkirim oleh kontak yang diberi nama Cika. Niken penasaran ada hubungan apa suaminya dengan Cika sehingga perempuan itu berani mengirim foto vulgar seperti itu. Karena kalau teman bisa tak mungkin mau melakukan hal serendah itu. Niken ingin membaca keseluruhan obrolan Cika dan suaminya, namun sudah terdengar langkah sendal Toni di luar kamar. Niken buru-buru meninggalkan ponsel Toni dan pura-pura mendekati beby Cia saat Toni masuk.
Dalam hati Niken terus bertanya-tanya siapa Cika itu, apakah malam ini Toni pergi menemui perempuan itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments