Nestapa Diujung Rindu
"Verooooo!"
Suara teriakan nyaring Toni terdengar begitu keras dari kamar tidur tempat Niken sedang menyusui beby Cia, disusul dengan suara tangisan anak perempuan yang tak kalah kencang. Membuat bayi yang tadi sempat tertidur di pangkuan ibunya itu terbangun lagi.
Niken bertanya-tanya apa yang membuat sang suami itu berteriak-teriak. Karena penasaran, Niken pun segera meletakkan beby Cia yang masih terjaga ke dalam ranjang khusus bayi.
"Sebentar ya , sayang, Bunda tinggal dulu," pamit Niken pada bayi berusia tiga bulan yang belum bisa bicara itu .
Buru-buru Niken berjalan menuju ruang tamu, sumber suara teriakan Toni tadi. Begitu sampai di sana Niken disuguhkan dengan pemandangan yang memilukan hati. Fani, anak perempuan berusia 4 tahun tengah duduk di sofa sambil menangis tersedu-sedu, sementara Toni sang suami berdiri memelototi Vero, anak laki-lakinya yang berumur 8 tahun , yang kini tengah tertunduk dalam ketakutan.
"Ada apa sih, Yah, pulang kerja kok langsung marah-marah?" tanya Niken sembari mendekati ke duanya. Diraihnya lengan Vero supaya berdiri.
Anak sulungnya itu masih menunduk ketakutan.
Niken mengusap punggung Vero untuk menenangkan.
"Itu tuh Vero menaruh mobil mainan sembarangan di depan pintu, bikin kepeleset aja," geruru Toni jengkel.
"Maaf ayah," mengetahui ayahnya marah, Vero hanya bisa minta maaf.
"Maaf-maaf , sudah kejadian baru kamu minta maaf!" bentak Toni."Berapa kali ayah bilang, jangan meletakkan mainan di depan pintu! Kamu selalu mengulang hal yang sama," lanjutnya.
"Sudah lah , Yah, Vero juga sudah minta maaf," sela Niken.
"Kamu selalu saja belain anak kamu walau salah, makanya dia itu nggak pernah nurut," balas Toni sengit.
Niken menghela nafas kasar, mencoba bersabar supaya pertengkaran tak semakin besar. Akhir-akhir ini sang suami memang sering marah-marah karena hal kecil.
"Tapi kan bukan salahku ayah jadi terpeleset, salah ayah tadi jalan sambil liatin hape terus, sampai nggak liat ada mainan di lantai," jelas bocah kecil yang merasa tak bersalah itu lirih.
"Apa? Jadi ini semua salah ayah , begitu? Kamu benar-benar nggak bisa dikasih tahu secara halus ya!" Teriak Toni tak terima disalahkan. Emosinya semakin memuncak membuatnya gelap mata.
Toni meraih sapu lantai yang kebetulan ada di dekat Toni berdiri, lalu mengayunkannya dengan kencang ke arah bocah laki-laki yang sudah sangat ketakutan itu.
"Jangan Ayaaahhhhh," Niken pun berteriak kencang sambil berpindah ke depan tubuh Vero untuk menghalau pukulan gagang sapu itu.
"Akhhhhhhhhhhhh," Niken berteriak ketika gagang sapu itu menyambar tangan kanannya.
"Kamu apa-apaan sih Yah? Aku sudah bilang kan jangan kamu memukul anak-anakku?" Bentak Niken sambil mengusap-usap lengannya. Rasa sakit dan perih seketika menjalar di lengannya, namun rasa sakit melihat sang suami berani berbuat kasar pada anak-anaknya lebih terasa di hatinya.
Toni diam terpaku sesaat, mencerna apa yang baru saja ia perbuat. Namun kemarahan yang menguasai hatinya membuatnya abai dengan air mata sang istri dan anak-anaknya.
"Makanya kamu ajari tuh anak-anakmu, didik dengan benar jangan bisanya ngelahirin doang," ucap Toni ketus sambil melempar sapu yang dipegangnya ke lantai. Ia segera berlalu ke dalam, meninggalkan Niken yang semakin sedih mendengar ucapannya.
'Jadi dia menganggap melahirkan anak-anak nya itu tidak penting?' batin Niken terluka memikirkan itu. Padahal dulu Toni sangat bahagia saat anak-anaknya lahir.
"Bunda," sentuhan Vero di lengan Niken pun menyadarkan Niken dari lamunannya. "Maaf ya, Bunda, gara-gara aku, bunda jadi sakit begitu," ucap Vero sedih melihat sang ibu meringis kesakitan.
Niken tersenyum mencoba mengabaikan sakit yang dirasa, di peluknya anak laki-laki yang mempunyai rasa simpati tinggi itu. Niken sangat sedih anak-anaknya harus melihat sikap kasar ayahnya, Niken takut anak-anaknya mengalami trauma pada ayahnya sendiri.
"Bunda nggak papa kok, Ver, ya udah tolong kamu beresin mainannya ya, supaya ayah nggak marah lagi nanti?" bujuk Niken mengalihkan perhatian Vero padanya.
Anak itu menurut saja, ia segera memberesi mainannya yang berserakan di lantai.
Niken pun menghampiri Fani yang sudah mulai berhenti menangis.
"Ayo Fani ikut bunda mandiin adik Cia, mau?" pinta Niken.
Fani mengangguk, lalu menggandeng tangan ibunya penuh semangat. "Ayo bunda."
Niken tersenyum, Fani memang suka sekali menemani beby Cia mandi, karena ia bisa bermain air nantinya. Niken segera mengajak Fani ke kamar . Namun baru beberapa langkah ia berjalan Vero memanggil.
"Bunda."
Niken pun menoleh dan menatap anak itu, menunggu apa yang akan dikatakannya.
"Kenapa ayah sering marah ya sekarang?"
Degggg
Pertanyaan Vero menusuk relung hati Niken yang terdalam. Sesaat ia termenung, namun kemudian mencoba tersenyum pada anak laki-lakinya.
"Mungkin ayah sedang capek, Nak," jawab Niken lembut.
Ia pun berbalik dan lanjut berjalan dengan menggandeng Fani.
Bunda juga tak tahu,Nak, apa yang menyebabkan ayahmu berubah, apakah karena kelahiran beby Cia? Batin Niken sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments