Pertengkaran

Aku bangkit, kemudian berdiri dengan tegap sambil menatap mereka dengan tenang. Walaupun begitu, perilakuku entah mengapa berhasil membuat emosi mereka terpacu, kemudian dengan langkah gusar Tuan muda Roumoch menghampiriku.

'Lagi?'

Aku melihat tindakan yang Tuan muda Roumoch lakukan selanjutnya. Jelas saat ini dirinya kembali melayangkan pukulan ke arahku, namun dengan energi asing yang keluar seolah menyelimuti kepalan tangannya.

Merasa bahaya, mau tak mau aku harus menghindari serangan tersebut, walau pada akhirnya pelipis mataku terluka oleh energi asing miliknya.

Dengan mata terbelalak, aku menatapnya sambil memegangi pelipis ku yang terluka, "Kau..." Ucapku terpotong karena teriakan dari orang-orang yang berada di sekitar.

"Ini sudah terlalu berbahaya!"

"Cepat pisahkan mereka!!"

Teriak riuh orang-orang, namun tak ada satupun yang berani untuk menghentikan Tuan muda Roumoch yang tanpa hentinya menyerang ku dengan penuh amarah.

Walaupun begitu aku masih bisa menghindari setiap serangan yang dia lancarkan, pasalnya pukulan dia hanya unggul dalam kekuatan, namun begitu buruk dalam hal kecepatan.

"Dasar bajingan!" Teriak Tuan muda Roumoch penuh amarah sambil terus menyerang tak tentu arah.

Sungguh, saat ini aku tidak tahu harus melakukan. Jikalau aku melarikan diri, kemungkinan besar Tuan muda Roumoch akan mengejar ku. Namun jika aku terus meladeninya, bisa saja ini menjadi akhir hayat ku.

Aku memang bisa menghindari segala kemungkinan dengan cara melawannya balik. Namun, aku hanyalah bocah miskin biasa sekarang, bahaya jika saja aku sampai melawan bangsawan sepertinya!

Tuan muda Roumoch menyerang ku dari berbagai titik. Dimulai dari kepala, leher, dada, hingga kedua sisi perutku. Namun sayangnya serangan dia berhasil aku hindari dengan sempurna, entah mengapa rasanya tubuh ku ini sangat responsif.

Melalui banyak waktu dengan meladeni bocah itu, pada akhirnya pertengkaran sepihak kami dilerai oleh seseorang yang tampaknya seumuran dengan kita.

"Apa yang sedang kau lakukan, Nicol!?" Bentak gadis itu berwajah seram sambil melindungi ku dengan membentangkan kedua tangannya.

Nicol yang saat ini sedang mencoba menyerang ku, tiba-tiba menghentikan gerakannya dan lebih memilih untuk menjauh dari gadis yang tampak lebih menakutkan darinya.

Aku yang saat ini berada di belakangnya hanya bisa terdiam membeku sambil melihat bocah bernama Nicol sedang ditegur, hingga membuat amarahnya meredup.

"Kenapa kau melakukan ini lagi!? Bukankah sudah kukatakan untuk berhenti melakukan hal yang memalukan! Apalagi sampai menindas seseorang!" Gadis itu berkata sambil perlahan menghampiri Nicol.

"K-kenapa!" Tak terima terus ditegur, Nicol kembali membentak gadis di depannya, "Kenapa kakak selalu membela dia! Kakak juga selalu baik kepadanya! Mungkinkah kakak suka dengan orang kotor itu!" Lanjutnya penuh emosi.

"Apa?" Melihat Nicol yang melawan ucapannya dengan penuh emosi itu membuat gadis tersebut terdiam dengan mata melebar.

Hmm, dilihat dari pertengkaran ini, bisa disimpulkan bahwa mereka berdua itu merupakan adik kakak. Jika begitu, maka gadis ini adalah kekasih Azmiel di dalam novel? Kalau tidak salah namanya itu Alia, tetapi tidak disangka bahwa dirinya memiliki seorang adik.

Dengan Nicol yang terus mengoceh di depannya, Alia tampak mengepalkan tangannya sebelum pada akhirnya dia menampar pipi Nicol dengan keras.

Suara tamparan itu terdengar renyah dan terlihat menyakitkan, namun hebat bagi Nicol karena masih bisa menahan air matanya walau telah menerima tamparan seperti itu.

"... Sudah hentikan ocehan mu, sebaiknya kita pulang!" Ucap Alia dengan acuh, kemudian pergi membelah lautan manusia yang sedang berkerumun.

Menanggapi hal itu, Nicol sempat terdiam, hingga pada akhirnya dia mengikuti Alia yang kemudian pergi bersama dengan teman-temannya.

Dengan begitu, kerumunan orang-orang langsung bubar dan kembali pada kegiatan mereka masing-masing.

Sungguh, novel ini terlihat seperti sepenuhnya mengambil referensi dari dunia nyata. Begitu menyebalkan untuk sebuah cerita novel berlatar fantasi.

Ya, untuk sekarang aku tidak perlu memikirkan hal lain lagi. Satu masalah kecil sudah selesai, kali ini aku harus kembali fokus untuk mencari rumahku.

'Aku bisa menebak bahwa saat ini cerita masih belum memasuki prolog.'

Jika begitu kenyataannya, maka memang kesalahanku karena terus mencari rumahku di perkotaan. Karena di dalam novel, Azmiel sempat menceritakan masa lalu dan kehidupannya bersama dengan sang ibu di sebuah desa yang berada dekat dengan kota.

Setelah menepuk-nepuk pakaianku, aku langsung pergi menuju gerbang kota. Namun bukan untuk pergi secara terbuka, melainkan pergi dengan cara bersembunyi diantara pedagang.

***

Aku menunggu cukup lama untuk mencari gerobak pedagang yang setidaknya cocok untuk menjadi tempat persembunyian ku.

Namun, tak lama berselang, muncul sebuah gerobak kuda yang terbilang cukup kecil, namun itu sangat cocok bagiku untuk bersembunyi di kotak kecil yang ada.

Tanpa membuang banyak waktu, aku berjalan ke arah gerobak tersebut, kemudian masuk ke dalam kotak kecil dengan hati-hati agar tidak memancing perhatian si pedagang yang kini sedang bersiap-siap untuk pergi.

"Baiklah, ini sudah cukup!" Ucap si pedagang dengan suara riang, "Hasil panen kali ini berhasil ludes dengan harga yang stabil, untung saja aku masih sempat menjual mereka sebelum terjadi gelombang besar..." Lanjutnya, kemudian terdengar suara pekik kuda yang dibarengi dengan berjalannya kereta.

(Gelombang besar atau bisa dibilang momen ketika stok pasar telah melebihi batas, sehingga bisa menyebabkan harga sayuran menjadi berkurang.)

Mendengar puji syukur yang pedagang itu ucapan kan membuat aku berpikir bahwa dia merupakan orang yang baik. Jikalau begitu, aku jadi tak perlu menyimpan kekhawatiran lebih akan sesuatu yang merepotkan.

Ngomong-ngomong aku akan sedikit menjelaskan mengenai latar belakang Azmiel di dalam novelnya.

Seperti yang kalian tahu, Azmiel merupakan orang yang memiliki ambisi lebih dalam mencapai kedamaian. Namun, dibalik semua itu dirinya menyimpan segudang penderitaan yang dimulai dari nasib kehidupannya hingga takdirnya.

Azmiel kecil diceritakan selalu berpergian ke kota hanya untuk mencari makanan sisa seperti roti, buah-buahan, atau bahkan makanan yang telah diolah.

Walaupun kehidupannya terasa seperti gelandangan, namun dirinya memiliki seorang ibu yang sedang menunggunya di rumah. Rumahnya itu terletak  pedesaan kecil yang kerap disebut sebagai "Desa The Vagabonds", atau desa para gelandangan.

Seperti namanya, mayoritas di desa itu merupakan seorang gelandangan yang tak punya tempat tinggal yang layak. Walaupun begitu, mereka memiliki rumah kecil yang lebih dari cukup untuk dijadikan sebagai tempat hidup.

Kemiskinan itu sendiri disebabkan oleh pemerintah Kerajaan yang entah mengapa sudah tidak pernah lagi memberikan dana untuk desa tersebut.

Walau begitu, pajak yang ditetapkan selalu membengkak setiap tahunnya. Sehingga tidak heran bahwa di dalam novelnya Kerajaan itu akan digulingkan oleh rakyatnya sendiri.

Mengesampingkan hal itu, kini aku telah mendengar suara pedagang yang sedang meminta izin untuk beristirahat di desa yang tak lain adalah kampung halamanku.

"Maaf pak, kuda saya sedang sakit, sehingga saya tidak bisa memaksakan dirinya untuk terus bekerja..." Keluh pedagang kepada seseorang.

"Tak masalah, istirahat saja di sini. Namun, kami sebagai warga desa tiba bisa memberikan pelayanan lebih." Sahut suara serak yang kemungkinan berasal dari sepuh di desa ini.

"Baik pak, terimakasih! Kami hanya ingin beristirahat sejenak!" Jawab pedagang dengan nada sopan.

Sementara itu, kini aku sudah berada di luar kotak dan langsung berlari untuk menuju rumahku tanpa sempat untuk berterimakasih kepada pedagang itu.

Setelah berlari singkat, akhirnya aku menemukan salah satu rumah yang ciri-cirinya sangat cocok dengan penjelasan Azmiel pada pertengahan cerita.

"Ah, akhirnya..." Aku bersyukur sambil tersenyum tipis, kemudian langsung berjalan cepat menuju rumahku, "Aku pulang!" Ucapku setelah berada di dalam rumah.

Aku sengaja mengatakan itu, dikarenakan hal tersebut merupakan kebiasaan Azmiel jika telah kembali ke rumahnya.

Disaat diriku sedang berjalan perlahan, aku bisa mendengar suara langkah kaki dari depan yang kemudian sosoknya terungkap ketika dia berada di ujung lorong kecil.

"..."

Melihat sosoknya itu, aku terdiam, lebih tepatnya terpana dengan kecantikan yang kini sedang tertutupi oleh kulit pucat khas dari orang yang tengah sakit.

"Selamat datang, Miel..." Ucapnya lembut sambil tersenyum tipis dengan mata yang menyipit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!