Bab 5

HAMIL TANPA DISENTUH (5)

Pov Namira

Jika tidak memikirkan kesehatan Ayah, aku akan menolak mati-matian perjodohan ini. Bukan karna merasa laki-laki itu tidak pantas untukku, namun sebaliknya akulah yang tidak pantas untuknya.

Bagaimana jika dia tau aku hanyalah wanita kotor, dan hina apakah dia masih mau menerimaku?

Ayah bilang besok laki-laki itu yang baruku tau bernama Gus Aslan, karna dia putra dari pemilik pesantren sekaligus orang tua nya adalah sahabat dari Ayah, mereka akan datang untuk meng hitbah diriku. Tak tega rasanya untuk mendebat Ayah tentang penolakanku.

Ayah divonis oleh dekter jika umurnya tidak lama lagi. qodarullah hidup dan mati seseorang Allah yang menentukan. dan Ayah tidak ingin aku nantinya sebatang kara. Ayah juga ingin sekali melihat ku menikah dan menjadi wali dalam pernikahanku nanti sebelum ajal menjemputnya.

Sungguh semua itu membuat sesak didadaku, membayang kan saja sudah membuat hati ku sakit, bagaimana aku jika nanti ayah.. ahh aku tidak sanggup membayangkannya jika saja tidak ada kejadian naas itu, maka aku akan sangat senang bersuamikan laki-laki soleh seperti gus Aslan. aku yakin dia juga bisa membawaku menuju jalan syurga nya Allah. Laki-laki yang akan bisa membimbingku dalam perjalanan dunia akhirat.

.

Keluarga kiayi Karim datang sekitar puku 9 pagi. Kiayi karim hanya bersama istri, dan anaknya Gus Aslan. Aku hanya menunduk, tidak mungkin juga aku menatap laki-laki yang belum menjadi mahromku.

"Nak!" panggil Ayah yang berhasil membuyarkan lamunanku.

Aku menoleh ke arah Ayah yang kebetulan berada di sampingku.

"Kamu tidak ingin memperlihatkan wajahmu kepada keluarga serta calon suamimu, dia berhak untuk sebentar melihat wajahmu?"

Memang ketika sedang terjadi khitbah laki-laki yang hendak melamarmu berhak melihat wajahmu.

Sesaat aku diam, aku ingin berbicara terlebih dahulu sebelum menjawab lamaran ini. Kuberanikan diri meminta kesempatan itu kepada Ayah dan kedua orang tua Aslan.

"Ayah, Kiayi, Umi, bolehkan aku berbicara dulu dengan Gus Aslan, sebelum menjawab lamaran ini?" pintaku dengan kepala yang masih tertunduk.

"Tentu saja boleh nak, itu hak kamu untuk bertanya apa yang ingin kamu ketahui tentang calon suamimu," Umi Farah yang menjawab itu.

Ada kelegaan dihati ini, setidaknya aku akan punya kesempatan mengajukan beberapa syarat kepada Gus Aslan.

"Baiklah, aku juga ingin bicara denganmu," akhirnya Aslan membuka suaranya.

Setelah mendapat persetujuan aku pun berjalan menuju taman belakang rumahku, tentu saja aku tidak sendiri, ada adik sepupuku yang menemani.

Dengan berjarak satu meter aku dan Aslan duduk di bangku taman, sedangkan adik sepupuku berdiri sedikit jauh dari kami, agar tidak mendengar pembicaraan kami.

Entah seperti apa laki-laki di hadapanku saat ini, dia yang akan menjadi calon suamiku nanti. Bagaimana rupanya, aku sendiri tidak tau. Tapi Isma sempat bilang jika Gus Aslan sangat tampan.

"Assalamualaikim Namira," ucap Aslan lebih dulu membuka obrolan, karna terus terang aku bingung harus memulai dari mana.

"Wa'alaikumsalam," jawabku, lalu kembali diam.

Kenapa jantungku berdebar, entah karna apa. apakah karna traumaku, tubuhku pun mendadak gemetar, keringat sebiji jagung mulai turun di pelipis. Tentu saja Aslan tidak melihat dan menyadari kegelisahanku.

"Ya Allah tenangkan diri hamba, untuk sebentar saja," ucapku dalam hati.

"Apa yang ingin kamu tau tentang saya?" tanya Aslan kembali mendahului.

"Tidak ada gus, aku...? Entah lah tiba-tiba lidah ku keluh merasa ragu, mana ada laki-laki yang akan menerima syarat yang kuajukan nanti.

Aslan diam, sepertinya ingin memberiku waktu. Sepersekian detikku ambil aksigen sebanyak mungkin untuk melonggarkan sesak did*daku.

"Aku ingin mengajukan syarat padamu, apa boleh?" tanyaku kembali ragu.

Kupilin ujung kerudung guna menghilangkan ketakutanku, dan juga ke khawatiranku.

"Baiklah, silahkan apa yang menjadi syaratmu."

Laluku sebutkan yang menjadi ke 3 syaratku, tidak kusangka Aslan menerimanya tanpa bertanya apapun. aku sempat bingung dengan sikapnya.

"Tidak mungkin laki-laki ini mencintaiku, sedangkan ini kali pertama kita ketemu," kataku dalam hati.

Akhirnya aku menyetujui lamaran ini, dan hari pernikahan kami pun langsung di tentukan hari ini juga. ternyata mereka sudah mempersiapkan semuanya. Dan aku pun pasrah mengikuti karna tidak ingin membuat Ayah kecewa.

Biarlah kusimpan sendiri luka ini, sampai tiba di mana nanti aku harus jujur tentang keadaanku pada laki-laki yang sebentar laki bergelar suami.

.

Aslan menetapi janjinya, setelah menikah dia memboyongku ke rumah pribadinya. Aku selalu menghindar bahkan kami pun terpisah tidur. aku menempati kamar tamu.

Tidak terasa 2 minggu sudah kami tinggal bersama tanpa bersentuhan sama sekali, dan aku amat merasa bersalah karna mengabaikan kebutuhan batin suamiku. Tapi bagaiman lagi aku taku, traumaku masih saja membuatku takut bahkan dalam mimpi sekalipun.

Di tambah lagi ketika Aslan mengajak ku ke pernikahan sahabatnya, aku seperti melihat dia, orang yang telah menghancurkan hidupku. Aku yakin laki-laki itu dia, aku ingat sekali dengan kalung titanium yang di pakainya.

ketika itu tubuhku bergetar, aku langsung menangis, ingin rasanya aku lari, saat aku berbalik aku terkejut melihat Aslan sudah berada di belakangku.

***

Pagi ini hujan lagi sama seperti hari-hari kemarin, kubuatkan kopi hitam dan pisang goreng, sangat cocok sekali dinikmati dalam cuaca seperti ini.

Kuletakan di meja kecil, aku pun tidak berniat menemani suamiku itu, tapi ketika aku hendak pergi Aslan memanggilku dan memintaku untuk menemaninya.

Tak tega untuk menolak, setidaknya aku bisa menemani nya duduk bukan menemaninya di kamar. Aku pun mengambil duduk berjarak di sebelahnya. aku tau aslan sedang menatapku. tapi tiba-tiba aslan bersimpuh di depanku dan itu membuatku malu.

"Gus apa yang Gus lakukan?" kataku yang merasa sedikit tidak nyaman.

Aslan hanya tersenyum dan saat dia menyentuh tanganku, aku kaget dan takut. ada rasa aneh yang menjalari tubuhku, jantungku berdebar-debar entah kenapa. Netranya menatapku, dan Aslan memberitahukan kebenaran tentang perjodohan dan perasaannya, sungguh itu membuatku terkejut.

Bagaimana tidak dia bilang jika sudah sejak lama dia mencintai ku, jujur mendengar itu seperti ada yang merekah dihatiku. Bibirku seketika tertarik ke atas. Aku bahagia itulah yang aku rasakan.

Sampai tiba-tiba ada pertanyaan yang kembali mengingatkanku akan peristiwa kelam, kembali tubuhku bergetar, rasa takut kembali menguasaiku. Aslan berpindah duduk dan seketika kedua tangan nya memeluk ku, membenamkan kepalaku didadanya. Aku gugup dan panik dan berusaha melepaskan diri, tapi Aslan menahanya.

Terdengar jelas detak jantung nya yang berdegup kencang, sungguh irama nya membuatku candu. "Ya Allah sungguh aku pun mengingkannya, tapi apa aku yang hina ini pantas mendapatkan laki-laki sebaik suami ku," Aku berucap dalam hati.

Tangisku pecah, Aslan melepaskan pelukannya netra kami bertemu untuk sesaat, aku tak sanggup dan meninggalkannya.

.

Azan berkumandang, masuk waktu ashar, terdengar suara ketukan gegasku buka. laki-laki tampan yang sudah berpakaian lengkap sarung dan kokoh dengan warna senada, ditambah peci hitam yang bertengger di kepala nya sungguh membuat getaran diorgan tubuhku yang bernama hati. Kelembutan dan kesabarannya yang membuatku mulai merasakan ada benih yang yang mulai tumbuh, namun sekuat mungkinku tahan agar tidak berkembang.

"Mau jamaah?" tanya Aslan sambil tersenyum.

Aku hanya mengangguk, tanda setuju. Aku telah berniat akan mengatakan semuanya setelah melaksanakan sholat.

Ketika selesai sholat ku hendak mengatakan semua, taoi terdengar bunyi telpon dari kamar Aslan. seketika aslan melihatku, aku yang mengerti langsung menganggukan kepala. entah siapa yang menelponnya.

"Nih," Aslan memberikan benda lipih yang sejak tadi di pegangnya.

"Umi," lanjut Aslan.

Aku pun langsung melepas mukena, dan berjalan ke arah taman belakang. Setelah mengucap salam aku oun berbincang sebentar dengan Umi Farah, beliau memintaku dan Aslan untuk ke Pesantren.

Kuakhiri panghilan dengan Umi, dan di belakang sudah ada aslan yang membawa 2 cangkir, satu di serahkan padaku.

"Umi bilang apa sayang?"

Deggg....

"Sayang?" ucapku dalam hati mengulangi kata-kata Aslan barusan.

Segeraku beritahu apa tujuan Umi menelpon. dan kami pun sepakat setelah makan malam kami akan berangkat ke rumah Umi Farah.

Dan aku sudah membulatkan tekad akan mengatakan kejujuran pada suamiku di rumah mertuaku nanti.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!