Bab 4

HAMIL TANPA DISENTUH (4)

Pov author

Kurang lebih dua jam menempuh perjalanan, akhirnya Aslan dan Namira sampai di pondok pesantren milik orang tua Aslan. Pondok pesantren milik Abah Karim cukup besar dan memiliki santri hampir seribu orang.

Karna sudah larut, kedatangan Aslan tidak banyak diketahui para santri. Waktu sudah menunjukan tengah malam, Namira sudah terlelap dikursi sebelah Aslan.

Untuk beberapa saat Aslan diam, bingung ingin membangunkan tapi tidak tega karna tidur Namira sangat lelap. Andai saja Aslan dapat menjalankan perannya sebagai suami tanpa syarat, tentu dengan senang hati Aslan akan menggendongnya. Tetapi itu tidak dapat aslan lakukan untuk saat ini.

Aslan lebih dulu masuk ke rumah dalem (rumah yang ditempati orang tua Aslan). Aslan tidak memberi tahukan kepada Uminya tentang jam keberangkatannya, jadi Umi Farah tidak mengetahui kedatangan anak dan menantunya. sementara mobil terparkir jauh dari rumah, sehingga orang-orang di rumah dalem tidak mendengar suara mobil.

Setelah beberapa ketukan akhirnya keluar Mbok dalem, dari matanya terlihat sekali Mbok dalem sedang lelap dan terbangun karna Aslan.

"Assalamualaikum Mbok." ucap Aslan pelan.

"Wa'alaikumsalam, eh Gus Aslan." ucap Mbok dalem dengan suara yang lebih tinggi dari Aslan.

Stttt....

Aslan menaruh telunjuk di bibirnya, supaya Mbok dalem mengecilkan suaranya. Aslan tidak ingin mengganggu istirahat Farah dan karim.

Mbok dalem mengangguk kan kepala sambil senyum-senyum, melihat Gusnya yang sudah seperti mal*ng. Mbok dalem terlingat celingukan, Aslan yang menyadari itu langsung memberitahukan keberadaan Namira,

"Namira masih di mobil Mbok, udah tidur, tidurnya pules banget, aku enggak tega banguninnya. Makanya mau minta bantuan Mbok."

Tanpa komando mbok dalem langsung menuju tempat dimana mobil Aslan terparkir, Aslan pun mengekori Mbok dalem dengan cepat, khawatir Namira terbangun.

"Mbok tolong bantu Namira jalan yah, aku takut dia jatuh kalau jalan sendirian." bukannya berkata iya, Mbok dalem malah senyum-senyum melihat tingkah gusnya yang sangat perhatian pada istrinya, walaupun pernikahan Mereka karna perjodohan.

Mbok dalem membantu Namira yang sudah terbangun, benar yang dikhawatirkan Aslan, Namira sempat sempoyongan mungkin karna kelelahan dan rasa kantuk yang membuat namira hilang keseimbangan. Untung saja Aslan dengan cepat memegang tubuh Namira, dan itu membuat jantung Aslan berkali-kali lipat lebih cepat berdegup, membuat Aslan memegangi dadanya.

Aslan menggusar wajahnya kasar menetralkan kembali jantungnya agar kembali ke mode awal.

"Bisa bahaya kalau seperti ini terus," ucap Aslan sambil mengelus dada.

.

Namira memperhatikan ke sekeliling ruangan bernuansa hitam, khas kamar laki-laki. Namira tau jika kamar ini adalah kamar Aslan, terlihat dari foto yang berada di atas nakas. Namira mendekati nakas guna melihat foto suaminya yang memang sangat tampan. Senyum manis dan lesung di kedua pipinya menambah daya tariknya sebagai laki-laki.

Tapi Namira merasa Aslan tidak beruntung karna memiliki istri seperti dirinya, perempuan hina yang sama sekali tidak pantas mendapatkan laki-laki sebaik dan sesoleh Gus Aslan.

Namira diam matanya sudah berembun siap mengalirkan bulir kepedihan dari luka yang dia simpan seorang diri. Sungguh Namira meratapi nasibnya, sempat menyalahkan sang pemilik takdir.

Namira merasakan badannya lemas, dan pusing. Namira duduk ditepian ranjang, ingin rasanya merebahkan tubuhnya tapi namira seperti enggan, karna ini adalah kamar suaminya. Namira merasa canggung.

Terdengar suara seseorang menaiki tangga, dan pintu kamar dibuka memperlihatkan aslan yang membawa dua koper kecil miliknya dan juga Namira. sebetulnya Aslan sudah meminta namira untuk membawa satu koper saja berisi pakaiannya dan juga Namira. Tetapi Namira menolaknya, dengan alasan masih canggung, padahal aslinya malu karna akan bercampur dengan anderware miliknya.

"Lohh kok cuma duduk aja, kenapa enggak rebahan, pasti kamu cape. istirahat, hmm!" ucap Aslan sambil meletakan koper di sebelah lemari.

"Kamu istirahat yah, Abang tidur di kamar sebelah." Aslan mengatakan itu karna melihat kegelisahan dari gerak tubuh Namira.

"Umi, Abah?"

"Besok pagi aja yah, Umi sama Abah pasti sudah tidur pulas, kasiankan kalau harus di bangunin."

Namira hanya mengganggukan kepala. Aslan mengambil satu setel baju ganti yang akan asla pakai untuk tidur. setelahnya dia pun pergi meninggalkan Namira.

Namira sudah tidak kuat menahan lelah dan kantuknya, dia pun merebahkan diri tanpa berganti pakaian, bahkan untuk melepas cadar saja Namira enggan.

.

"Apa namira sudah tidur yah?" Aslan terlihat gelisah, khawatir istrinya tidak nyaman berada di kamar miliknya. "apa aku liat aja sebentar, hanya untuk memastikan jika dia nyaman," lagi-lagi Aslan bermonolog.

Tidak tahan dengan perasaannya, Aslan mengendap-ngendap mendekati pintu kamar miliknya. Di tempelkannya telinga ke pintu, tidak ada suara sama sekali, berarti Namira sudah tidur. "Syukur deh," ucap Aslan merasa lega.

Hendak berbalik, tapi kembali diurungkan. Aslan kembali mundur mendekati pintu, di pegangnya gagang pintu kamarnya, Aslan berfikir sejenak tentang apa yang ingin dia lakukan.

"Ya Allah, benar kata dilan, rindu itu berat."

"Aku hanya ingin melihat wajahnya, dan memastikan jika dia tidur dengan benar," itulah alasan yang dipakai Aslan.

Ceklek..pintu tidak terkunci, Aslan mendorong pelan pintu kamarnya, tampaklah seorang wanita dengan posisi memunggunginya masih dengan pakaian yang sama. Tapi ada hal yang mengganggu penglihatan Aslan,

"Astagfirullah," Aslan melangkah cepat karna melihat posisi tidur Namira yang tepat berada dipinggir ditempat tidur, jika Namira berbalik sudah dapat dipastikan Namira akan terjatuh.

Aslan kembali dibuat bingung, apa yang harus dia lakukan, haruskah Aslan mengangkatnya dan memindahkannya? Atau dia kembali membangunkan Mbok dalem?

Tapi itu tidak mungkin Aslan lakukan, apa yang akan di fikirkan Mbok dalem nanti.

"Maafin Abang yah, Abang cuma mau mindahin kamu aja biar kamu enggak jatuh."

Aslan memasukan ke dua tangannya diantara punggung dan p*ha Namira, mengangkatnya pelan dan membaringkannya kembali ditengah. Aslan tatap wajah istrinya dengan penuh rindu,

"Sepertinya kamu sangat kelelahan, bahkan membuka cadar saja, kamu sampai tidak sempat."

"Namira, aku harus melakukan apa supaya kamu percaya jika perasaanku sangat tulus, Insa Allah aku akan menerima segala kekuranganmu, begitupun sebaliknya."

Lepas mengatakan itu Aslan meninggalkan kecupan dipucuk kepala Namira, dan keluar dari kamar.

.

Waktu menunjukan pukul tiga lewat lima belas menit, Namira terbangun, segera beranjak dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat disepertiga malam, Namira juga ingin merayu kekasih sang pemilik jiwa dan raganya agar diberikan kekuatan untuknya memberitahukan suami nya tentang kenyataan dirinya.

Selesai sholat namira berzikir agar hatinya menjadi tenang, merayu kekasih hati dengan segala pujian, dan bersolawat nabi.

"Ya Allah! Sang pemilik nyawaku, betapa aku adalah hamba mu yang lemah." Namira menengadahkan ke dua tangannya, dengan air mata yang sudah jatuh di kedua pipinya.

"Berat ujian darimu, dan kupasrahkan semua hanya kepadamu."

.

Sambil menunggu datangnya waktu subuh Namira mengambil mushab dan mulai melantunkan ayat demi ayat untuk menyirami hatinya agar kembali tenang.

Di dalam kamar lain, seorang laki-laki tampan dengan kokoh putih, sedang bersimpuh guna merayu sang pemilik hidup, dan yang maha membolak balikan hati, Aslan mengungkapkan cinta seorang hamba kepada penciptanya, Aslan yakin jika kita mengejar cinta Allah dari pada cinta kita pada sesama hamba, maka Allah akan memberikan segala kemudahan.

Cinta itu akan menghampirinya jika Allah telah menakdirkan nama nya dan kekasih halalnya di lauhul mahfudz.

Setelah bermunajat Aslan memutuskan keluar dari kamar, dan berniat jalan-jalan diareal gedung santri putra sambil menunggu waktu subuh. Aslan ingin berjamaah dengan para santri, rupanya Aslan merindukan suasana di pesantren.

"Assalamualaikum Umi!" Aslan yang melihat Farah duduk di ruang tamu lantas menghampiri dan menciun takzim tangan wanita yang telah melahirkannya.

Baik Farah maupun Karim sudah terbiasa setelah melaksanakan sholat di sepertiga malam, Farah akan duduk diruang keluarga untuk lanjut membaca mushab yang di bawanya dari kamar, sedangkan Karim akan langsung pergi ke masjid pondok pesantren yang berada di bagian gedung santri putra.

"Wa'alaikumsalam, Aslan!" Farah nampak terkejut.

"Kapan sampai Nak? kok kamu gak bangunin Umi?" Aslan menggaruk kepala yang tak gatal.

Aslan Duduk mendekati Farah, memeluk wanitanya dengan sayang,

"Maaf ya Umi, Aslan sampai tengah malam, aslan gak mau ganggu istirahat Umi sama Abah."

"Namira mana nak?" Tanya Umi yang tidak melihat menantu kesayangannya itu.

"Masih di kamar mi, tadi habis sholat Namira bilang mau tidur lagi sebentar, katanya cape," Jawab Aslan bohong. karna tidak mungkin Aslan mengatakan yang sebenarnya jika mereka tidur terpisah kamar.

"Mi, Aslan tinggal dulu yah, sekalian ke masjid."

Farah hanya menganggukan kepala tanda setuju, Aslan kembali mencium takzim tangan wanita yang sudah mempunyai banyak kerutan tapi masih terlihat cantik.

Sementara di dalam kamar Namira berdiri menghadap jendela, di bukanya jendela itu, namira ingin melihat suasana pesantren yang sudah mulai terdengar suara-suara para santri.

Rumah dalem berada di bagian santri putri, tapi bagian rumah dalem hanya berbatas pagar besi dengan gedung santri putra, dan dari jendela kamar namira dapat melihat para santri putra yang berbondong-bondong menuju masjid.

Di antara mereka ada satu yang membuat garis bibir Namira tertarik ke atas, Namira juga merasakan desiran halus di dalam tubuhnya yang bernama hati, debaran jantung yang tak biasa sungguh amat membuat Namira gelisah. sudah bersusah payah Namira menekan kuat segala rasa agar tidak terus tumbuh untuk laki-laki yang telah menjadi suaminya.

Seketika garis bibir itu kembali turun teringat atas segala rahasia yang belum di sampaikan, namira bertekat hari ini dia akan memberitahukan semuanya kepada Aslan, apa pun konsekuensinya dia sudah siap, sekalipun itu perceraian.

Terdengar suara tarhim menandakan sebentar lagi masuk waktu sholat, Namira bersiap untuk melaksanakan sholat 2 rakaat.

Semua santri baik putra maupun putri mulai memasuki pelataran masjid, jalan mereka untuk memasuki masjid di buat terpisah di bagian tengah halaman masjis di buat pagar, tujuannya agar tidak terjadi sentuhan.

Selang 15 menit terdengar kumandang azan, suara yang begitu merdu membuat Namira memejamkan mata, namira sangat tau siapa pemilik suara itu, siapa làgi kalau bukan Aslan, laki-laki soleh yang sudah sangat sabar menunggunya.

Terpopuler

Comments

wifasha

wifasha

suka,tp klo bsa gk usah pke POV dan pke aku

2023-10-16

1

Ais Twin

Ais Twin

Hai kak, aku sudah mampir🤗 sudah like, subscribe n vote. Semangat berkarya ya..🤗

2023-09-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!