Reksa sangat terkejut ketika dia melihat dokter wanita. Dia mengenali perempuan itu. Sedangkan Agha, dia hanya terdiam sesaat ketika melihat dokter berambut sebahu menatapnya. Dia sudah tidak fokus karena rasa sakitnya bukan main.
"Cepat tangani! Jangan bengong!"
Reksa sudah meninggikan suaranya. Bukan tanpa sebab dia berubah menjadi harimau lapar. Tanggung jawabnya menjaga Agha adalah hal yang sangat berat.
Dokter wanita itupun menangani Agha yang sedang kesakitan. Ada rasa takut di hatinya ketika dia melihat Reksa masih menatapnya dengan sangat tajam.
"Lebih baik lu keluar," titah Agha seraya menahan sakit.
"Yang ada nih dokter makin gak bener nanganin gua kalau tatapan lu kayak gitu."
Turunan cenayang mah susah.
Padahal Agha terpejam, tapi dia tahu jikalau Reksa menatap dokter itu dengan sangat tajam. Alhasil, Reksa pun keluar dari sana dan menyisakan perawat dan juga dokter jaga.
"Mbak perawat tolong keluar dulu. Biarin dokter ini yang bertanggung jawab atas tindakannya kepada saya."
Sontak mata dokter itupun melebar. Dadanya berdegup kencang. Kini, dia dan perawat saling pandang.
"Kalau Anda tidak keluar, saya akan menyeret dokter wanita ini ke meja hijau karena sudah melakukan mall praktek kepada saya."
Ancaman Agha tidak main-main. Baik perawat maupun dokter cantik itu kini ketar-ketir. Alhasil, perawat itupun mengalah dan meninggalkan dokter jaga bersama pasien sangarnya.
Suasana mendadak hening, hingga suara bentakan kecil terdengar. "Cepat periksa!"
Dokter cantik itupun mulai memeriksa keadaan Agha kembali. Dia mulai memegang dahi Agha, ringisan pun terdengar.
"Saya buka, ya."
Di tengah rasa takut yang menyelimuti, dokter itu mencoba untuk profesional. Dia mulai membuka perban jahitan di dahi Agha.
"Apa Anda tidak menjaga pola makan?" tanya sang dokter dengan begitu lembut.
Setiap kali dia menyentuh luka jahitan itu, Agha mengerang kesakitan.
"Sakit," erangnya.
Tangan Agha malah menggenggam pergelangan tangan sang dokter hingga ada gemuruh hebat di dada dokter cantik itu. Apalagi, Agha yang mulai menatapnya.
"Ini tidak akan terjadi jika Anda makan makanan yang benar."
Tak ada salting yang Agha lihat dari wajah dokter yang dia kenali itu. Tidak ada rasa GR ketika Agha menggenggam tangan juga menatap dokter berambut sebahu itu. Ya, sepertinya perempuan itu sudah berubah.
"Gua minum star."
"Gak sekalian cap topi miring," sahut sang dokter. Dokter itu tahu jikalau minuman kaleng itu mengandung alkohol.
Agha pun terdiam. Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar. Banyak merubah semuanya, termasuk dirinya.
"Saya akan kasih Anda obat anti nyeri. Juga anti pembengkakan."
Dokter berlalu begitu saja meninggalkan Agha. Mengambil obat untuk sang pasien tampan. Ketika dia membuka gorden, Reksa masih menatapnya dengan tajam.
"Saya akan mengambilkan obat. Jadi, Anda tidak perlu khawatir."
Keluar dari ruang IGD dan berjalan menuju ruang obat-obatan, tubuh dokter itu luruh ke lantai di lorong yang sepi.
"Oh, Tuhan!"
Jantungnya hampir saja terlepas. Detak jantungnya pun nyaris terdengar oleh Agha.
"Kenapa masih berdebar hebat? Padahal--"
Dokter wanita itu membuka ponselnya. Dia menatap wallpaper ponselnya di mana ada dirinya dengan seorang lelaki tampan. Hembusan napas kasar pun keluar. Dia memilih melanjutkan langkahnya mengambil obat untuk Agha.
Agha diberi obat minum oleh dokter berambut sebahu. Dia juga membantu Agha untuk duduk.
"Tunggu dua sampai tiga jam. Kalau ada perubahan, Anda boleh pulang."
Tak ada jawaban apapun dari Agha. Dia memilih untuk memejamkan mata. Sang dokter yang menatap wajah tampan Agha merasakan kesakitan di ulu hatinya terdalam.
"Kenapa aku merasa dia semakin dingin?"
Dokter itupun meninggalkan Agha. Ketika dia membuka gorden penyekat bed satu dengan bed lainnya, dia dikejutkan dengan kehadiran ayah dari Agha. Tubuhnya seketika menegang. Apalagi di samping pria paruh baya yang masih sangat tampan itu berdiri pira jangkung yang tadi menatapnya dengan sangat tajam.
"Kamu harus tanggung jawab kepada putra saya."
Deg.
Dia tahu dari kakaknya jikalau seorang Ghassan Aksara Wiguna adalah jelmaan raja hutan. Kapan saja dia bisa menerkam siapapun.
"Tapi--"
Tatapan tajam nan membunuh Aksa membuat kalimat itu terjeda. Dokter itu menelan ludahnya saking takutnya. Aksa mengajak dokter itu untuk mengikutinya, diikuti oleh Reksa juga Sungguh ini akan menjadi mimpi buruk untuknya.
.
"Aarggh!!"
Sang dokter sudah menjambak rambutnya sendiri. Padahal, itu bukan salahnya, tapi dia yang harus menanggung semuanya.
"Lo punya duit, Lo punya kuasa," ucapnya dengan nada kesal.
Di ruang IGD, perdebatan sengit antara anak dan ayah terjadi.
"Gak usah lebai begitu, Dad. Mas gak apa-apa. Lagian ini bukan salah dokter. Ini salah Mas yang minum minuman si berengsek itu," tunjuknya kepada Reksa.
"Lah? Kok gua?"
"Tak ada bantahan, Mas!"
Hanya satu kalimat, tapi mampu membuat Agha menghela napas begitu kasar. Mau tidak mau dia harus mengikuti perintah sang ayah. Tak lama berselang, dia dipindahkan ke ruang rawat. Sungguh Agha merasa kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa.
"Apa yang dilakukan oleh orang tua adalah yang terbaik untuk anaknya," ujar Reksa sedikit mengejek.
"Berisik!!"
Reksa pun tertawa sangat keras. Walaupun dia ditatap oleh Agha, tapi tidak ada rasa takut di wajahnya.
"Lu yang ngadu?"
Bukannya menjawab, Reksa makan berdecak dengan begitu kesal.
"Lu lupa kalau bapak lu itu cenayang?"
Agha pun terdiam. Dia menghela napas berat di kondisi terbaringnya. Hingga suara pintu terbuka dan membuat dua lelaki jangkung nan tampan itu menoleh. Dokter berambut sebahu berjalan ke arah Agha dengan satu perawat yang mengikutinya dari belakang.
"Selama Anda dirawat di sini, saya yang akan menjadi dokter pribadi Anda."
Agha hanya melirik sekilas. Kemudian, tak mengindahkan apa yang dikatakan oleh dokter cantik tersebut. Ketika dipasang selang infus pun Agha diam saja. Bagai patung bernapas.
"Jika, ada yang Anda butuhkan. Silahkan tekan tombol emergency."
Tak ada jawaban dari Agha. Dia malah memejamkan mata dan itu membuat sang dokter kesal. Ketika dia hendak meninggalkan ruang perawatan Agha, suara Reksa menghentikan langkahnya.
"Titip dia dulu sebentar. Saya mau beli kopi dulu."
Dokter itupun tercengang. Sekarang, dia dan Agha yang ada di ruang perawatan yang begitu besar. Tak ada yang memulai pembicaraan. Suasana terasa dingin dan mencekam.
Dokter itu terkejut ketika Agha mulai duduk dan menurunkan kakinya. Dia dengan sigap mendekat ke arah Agha. Manik mata mereka berdua pun kini bertemu.
"Gua mau ke kamar mandi. Lu mau ikut?"
Tak ada jawaban dari sang dokter. Dia memeriksa selang infusan dan mulai mengatur cairan infusan agar tak ada darah yang naik. Agha sedikit terkejut.
"Sekarang, Anda boleh ke kamar mandi," ucap dokter itu setelah selesai mengatur semuanya.
Agha pun mulai berdiri, dan membawa infusan menuju kamar mandi. Sedangkan dokter yang merawatnya terus menatap punggung Agha yang semakin menjauh.
"Salju."
"Iya--"
...***To Be Continue***...
Komen dong....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Indrijati Saptarita
woowww benar saljuuuu...
2023-09-09
2
deassy75
Empin ❤️❤️❤️❤️❤️
2023-09-09
0
Ani Sumarni
siapa yang manggil salju jangan2 mas Agha udah tahu kalau dokter itu salju
2023-09-09
0