Agha yang memang tidak tidur menoleh ketika gorden rumah IGD dibuka oleh seorang wanita memakai jas putih, dan memakai masker.
"Saya cek lagi, ya."
Suaranya begitu lembut. Juga kulitnya sangat putih. Rambut sebahunya yang dia gerai begitu saja terlihat sangat manis.
Deg. Deg. Deg.
Bukan jantung Agha yang bergemuruh. Melainkan jantung dokter yang tengah memeriksa lelaki tampan tersebut bergemuruh sangat hebat.
"Jam berapa jadwal CT scan saya? Apa setelah CT scan saya boleh pulang?"
Dokter wanita itu mulai memberanikan diri untuk menatap ke arah Agha. Manik mata mereka berdua kini bertemu. Agha menukikkan kedua alisnya ketika dia merasa tidak asing dengan bola mata cantik itu. Hanya keheningan yang tercipta di sana. Mereka saling pandang tanpa mengeluarkan suara.
"Dok."
Suara salah seorang perawat membangunkan lamunan dokter wanita tersebut. Begitu juga dengan Agha yang mulai memutus pandangannya.
"Setelah dilakukan CT scan, Bapak boleh pulang. Tiga hari kemudian, kembali ke sini lagi untuk mengambil hasilnya."
Perawatlah yang menjelaskan. Agha pun mengangguk mengerti. Sedangkan dokter wanita itu hanya terdiam. Dia merasa terciduk oleh perawat yang berjaga.
"Kalau begitu, saya permisi."
Perawat sudah dulu meninggalkan Agha, diikuti oleh dokter wanita itu dari belakang. Namun, Agha malah mencekal tangannya. Sontak jantung dokter itu terasa hendak meledak.
"Anda memeriksa saya, tapi Anda tak menjelaskan apapun kepada saya. Anda dokter sungguhan atau bukan?"
Ternyata dugaan dokter wanita itu salah. Awalnya dia menduga akan ada kalimat manis yang keluar dari mulut sang pasien. Ternyata dia sangat salah. Ekspektasinya hancur sudah.
"Kondisi jantung Anda baik, darah pun normal."
Dokter menjelaskan dengan nada yang sangat ketus. Ada rasa marah dan tidak suka di hatinya. Sedangkan Agha hanya diam saja.
"Apa sudah cukup?"
"Hem."
Oh, Tuhan!!
Begitulah yang dikatakan oleh dokter jaga ketika mendengar jawaban keramat yang sangat mengganggu telinga. Dokter itupun pergi meninggalkan Agha yang malah memejamkan mata seperti manusia yang tak berdosa.
.
Reksa menemani Agha untuk CT scan bagian kepala. Itu dilakukan untuk mengetahui apakah ada dampak tidak baik dari benturan keras ketika kecelakaan tunggal semalam. Setelah CT scan selesai, Agha pun boleh pulang.
"Cepetan! Gua ngantuk banget."
Sifat menyebalkan Agha keluar lagi. Untung saja kesabaran Reksa setebal dompet Agha. Sepanjang perjalanan suasana mendadak hening. Reksa melihat ke arah sampingnya di mana Agha sudah terlelap.
"Lu itu kecapekan. Terlalu keras dalam bekerja," ujar Reksa dengan pelan.
Ada rasa iba di hati Reksa ketika melihat sahabatnya itu masih memikul beban yang teramat berat. Walaupun Agha tidak pernah mengeluh, tetapi Reksa sangat tahu bagaimana Agha sesungguhnya. Banyak yang dia korbankan termasuk perasaannya.
Reksa tidak membawa Agha ke rumahnya. Melainkan ke apartment miliknya. Dia tidak mau jika sang ibu mengadu kepada ibunda Agha perihal anaknya yang celaka. Itu akan lebih bahaya.
Agha benar-benar istirahat hari ini. Reksa yang malah kewalahan membalas pesan dari ibunda Agha. Namun, ada pesan yang dia tunggu, yakni pesan dari adik Agha. Sayangnya, perempuan cerewet itu tak mengirim pesan kepadanya.
Baru saja hendak memejamkan mata, suara bel terdengar. Reksa terdiam sejenak. Tidak ada yang tahu apartment-nya ini.
"Siapa?"
Suara bel semakin bising dan membuat Reksa harus membukakan pintu. Tenyata ayah Agha yang datang. Reksa menunduk hormat.
"Di mana Agha?"
"Sedang tidur, Om."
Reksa mengantar Aksara ke kamar yang Agha tempati. Dia hendak meninggalkan ayah dan anak itu, tapi Aksara melarangnya.
"Apa dia mengantuk?" Suara Aksa sudah keluar.
"Iya, Om. Agha bilang sih begitu."
"Apa tidak ada aroma alkohol?"
"Tidak ada, Om. Murni itu karena mengantuk."
Aksa memperhatikan sang putra untuk beberapa menit ke depan. Hingga terdengar helaan napas kasar dari mulutnya.
"Mulai Senin, kamu jadi sopir sekaligus asisten pribadi Agha."
Reksa sangat terkejut mendengar ucapan dari Aksara. Perintah itu tidak main-main.
"Tapi--"
"Tidak ada penolakan. Saya sudah membicarakan hal ini kepada kedua orang tua kamu. Mereka pun setuju."
Aish!
Sungguh Aksa sangat tahu kelemahan Reksa, yakni orang tuanya. Jika, ayah dan ibunya sudah menyetujui tidak ada alasan untuknya menolak.
"Perihal gaji pun lima kali lipat dari yang kamu dapat di perusahaan kamu yang lama."
"Ya wajarlah gaji segitu, wong yang gua jaga anak singa yang susah diatur."
Menjelang Maghrib, Agha baru terbangun. Sungguh dia tertidur sangat nyenyak. Dia bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Agha langsung menuju dapur dan mencari makanan di sana. Ketika dia membuka lemari pendingin, dia pun berdecak karena semua isinya adalah minuman beralkohol.
"Makin parah," gumamnya.
Akan tetapi, dia malah mengambil satu kaleng minuman alkohol bermerk star. Dia meneguknya seperti meneguk air mineral. Cukup lama tinggal di negeri orang membuat Agha mengenal alkohol. Dia juga sesekali merokok. Sang ayah pun tahu, tapi tak mempermasalahkan akan hal itu.
Satu kaleng minuman alkohol sudah Agha habiskan. Dia pun menyandarkan tubuhnya di kursi meja makan. Helaan napas kasar keluar dari mulutnya. Bola mata cantik sang dokter masih terngiang di ingatan Agha.
"Salsa," gumamnya.
Ya, dia melihat nama yang tersemat di jas kebesaran wanita tersebut. Agha mulai berpikir sejenak. Dia seperti pernah mengenal bola mata itu. Terlalu keras berpikir, dia pun mengaduh kesakitan.
"Si alan!" omelnya.
.
Seorang dokter wanita baru selesai memeriksa pasien IGD yang akan dipindahkan ke ruang perawatan. Dia dapat bernapas lega karena malam ini tidak ada pasien parah. Pekerjaannya sedikit dipermudah.
Kopi kalengan sudah tersedia di mejanya. Dia pun membukanya dan berniat untuk meneguknya agar matanya bisa on sampai pagi. Baru satu tegukan, pintu IGD terbuka dan perawat yang berjaga segera berlari. Dokter itupun menghela napas berat.
"Tidak ada kata santai."
Dia pun beranjak dari duduknya. Langkahnya menuju pasien yang baru saja datang. Suara seorang pria terdengar begitu jelas. Di mana kelurga pasien meminta pertanggungjawaban. Semalam pasien itu sudah diberikan pertolongan pertama di IGD ini, tapi sekarang pasien mengerang kesakitan lagi. Itulah yang dapat dokter itu dengar.
"Akan saya tuntut rumah sakit ini!"
Hembusan napas kasar keluar dari mulut dokter cantik itu. Ketika dia bergabung ke sana, sudah pasti pria itu akan mengomelinya juga.
"Sabar, sabar."
Sebelum bergabung ke sana dia menghela napas panjang terlebih dahulu.
"Permisi, ada apa ini?"
Pria tinggi dan tampan itupun menoleh. Diikuti para perawat yang memberikan jalan untuk dokter tersebut. Mata besar sang pria itu melebar. Begitu juga dengan sang dokter wanita.
"Kenapa--"
Sontak sang dokter melihat ke atas bed. Sungguh hatinya tak karuhan. Apalagi dia sedang tidak memakai masker sekarang.
"Bagaimana ini?"
...***To Be Continue***...
Komen dong ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
hìķàwäþî
jam brp ct scannya??? suster ngesot y? mikirnya lemot.. 😆
2025-02-20
0
Ma Selly
sebenarnya siapa bu dokter itu ya
2023-12-24
0
Musniwati Elikibasmahulette
bola mata itu salsa atau salju
2023-09-25
1