4 - Tidak Akan Mundur

Pagi itu cuaca mendung. Maudy sedang menikmati kopi hitam di dekat jendela. Lagu dari penyanyi papan atas Amerika, Taylor Swift, mengalun pelan dari turntable miliknya. Meski alat pemutar piringan hitam miliknya sudah tua, namun suara yang dihasilkan masih lebih bagus daripada ponsel.

Gadis itu menghela napas berat tatkala pandangannya tak sengaja tertuju pada gang sempit tempat pembuangan sampah di sana. Dia tiba-tiba teringat pria itu, pria yang ia bawa dengan susah payah menuju rumah sakit tepat satu minggu yang lalu.

Bagaimana kabarnya? Apa dia sudah pulih dan bisa beraktivitas seperti biasa? Tapi, sepertinya belum. Waktu satu minggu terlalu cepat untuk memulihkan kondisi mengingat luka yang dialami bukan sekadar luka ringan.

Bisa saja Maudy bertemu pria itu lagi jika ia menerima ajakan bertemu beberapa hari yang lalu. Namun, Maudy menolak, bahkan menutup akses bagi mereka yang ingin menghubunginya lagi. Bukan dirinya berniat jual mahal atau apa, hanya saja, dia sedang tidak memiliki tenaga jika harus mengenal orang baru. Dia sedang tidak berniat membiarkan orang lain masuk ke dalam kehidupannya. Sebaliknya, dia juga sedang tidak berniat untuk masuk ke dalam kehidupan orang lain.

Dengan dirinya sendiri saja, dia sudah kewalahan. Apalagi harus melibatkan orang lain.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan di pintu mengalihkan perhatian Maudy. Gadis itu meletakkan gelas kopi di atas meja kecil berbentuk bundar di dekat jendela, lantas berjalan menuju pintu depan.

Siapa yang datang ke rumahnya pagi-pagi begini? Tukang paket? Dia sedang tidak memesan sesuatu. Lagi pula, ini terlalu pagi untuk mengantarkan paket ke rumah seseorang.

Maudy membuka pintu. Dia cukup terkejut mendapati David, pria yang tinggal di sebelah rumahnya, berdiri tegap di hadapan, memamerkan senyuman manis.

"Hai?" sapa pria itu ramah.

Maudy bingung hendak bereaksi seperti apa. Sungguh, selama tinggal di rusun ini, sangat jarang seseorang mendatangi rumahnya. Bahkan, rekan kerjanya di butik tidak pernah mengunjunginya. Bukan karena tidak ingin, tapi Maudy tidak menyarankan mereka datang, bahkan dia tidak pernah memberitahu alamat rumahnya secara jelas.

"Ya?" balas Maudy singkat. Ekspresinya jelas terlihat bingung. Dia bertanya-tanya, ada keperluan apa pria ini datang apalagi sepagi ini.

"Apa aku mengganggu?" tanya pria itu merasakan respon dingin Maudy.

"Ada perlu apa mas David bertamu pagi-pagi begini?" tanya Maudy langsung ke inti.

Pria itu tidak langsung menjawab. Seperti mencari-cari alasan yang tepat.

"Sebenarnya tidak ada yang penting. Hanya saja, aku berpikir, kita sudah bertetangga lebih dari satu tahun, tapi kita tidak pernah berkenalan dengan benar. A-aku hanya berpikir, mungkin kita bisa memulai hubungan yang lebih baik," ucapan pria itu berhenti sesaat. Dia menatap Maudy gugup, menunggu respon gadis itu mengenai ucapannya barusan.

"Ma-maksudku, kita bisa memperbaiki hubungan antar tetangga yang lebih baik," lanjut pria itu karena Maudy tidak juga merespon kalimatnya. Ekspresi gadis itu nampak bingung, atau lebih ke arah tidak tertarik. "Bagaimana pun, di sini kita sama-sama tinggal sendiri. Jika terjadi sesuatu, tentu saja tetangga paling dekat yang akan lebih cepat membantu."

Jeda beberapa saat. David masih menunggu respon dari Maudy.

Maudy menghela napas. Dia paham apa yang David maksud. Dia juga tahu maksud pria ini baik, tapi Maudy sungguh tidak tertarik. Dia sudah nyaman dengan keadaan mereka selama ini. Kenapa harus diubah?

Tapi, tentu saja dia tidak bisa menolak mentah-mentah maksud baik David. Jadi, dia mengulas senyum tipis pada pria itu.

"Aku tahu maksudmu baik. Tapi ... aku rasa kita bisa bertingkah seperti biasa saja. Bukankah selama ini kita seperti itu?"

David nampak semakin gugup. Tapi, sebisa mungkin dia menepis rasa gugup itu. Dia sudah sejauh ini, tidak boleh mundur. Jujur saja, dia sudah tertarik dengan gadis ini sejak pertama Maudy pindah ke sebelah rumahnya. Hanya saja, dia tidak memiliki kesempatan, juga keberanian untuk mendekat. Tepatnya, gadis ini tidak pernah membiarkan dirinya untuk didekati. Memaksa David untuk mengubur dalam-dalam niat untuk mendekat. Tapi, entah kenapa, pertemuan mereka di toko buku tempo hari menyulut kembali semangat juangnya untuk mendekat. Jika dipikir-pikir kembali, dia tidak pernah benar-benar berusaha untuk mendekati gadis ini. Tidak pernah benar-benar berani untuk mendapatkan hatinya. Kali ini David bertekad untuk berjuang. Meski pada akhirnya penolakan yang akan dia dapatkan, tapi setidaknya dia pernah benar-benar mencoba. Pernah benar-benar berusaha.

"Mas David? Halo?" ujar Maudy karena sejak tadi pria itu hanya terdiam menatap dirinya. Entah apa yang sedang pria itu pikirkan.

"Ah, ya, maaf sebelumnya karena sudah menganggu mbak Maudy. Tapi ... mbak tidak keberatan kan, kalau hanya sekadar menerima pemberian seorang tetangga," ucap David sembari menyodorkan sebuah plastik putih kepada Maudy.

Maudy menatap kantong plastik itu bingung. Tidak langsung menerima.

"Hanya buah. Aku membelinya karena berpikir ini adalah pemberian yang cocok untuk tetangga yang ingin memperbaiki hubungan."

Maudy menatap David dan kantong berisi buah itu secara bergantian. Pada akhirnya, Maudy mengambil kantong buah itu dari tangan David membuat pria itu mengembuskan napas lega.

"Terima kasih untuk niat baik mas David. Juga untuk buahnya. Lain kali tidak perlu repot-repot seperti ini."

David tersenyum lebar. Maudy menerima bauh pemberiannya saja sudah membuat dirinya senang.

"Tidak repot sama sekali mbak Maudy. Seperti yang saya katakan tadi, itu hanya buah."

Maudy mengangguk. Dia menatap David yang belum ada tanda-tanda ingin beranjak dari depan pintu.

David mengerti maksud dari tatapan Maudy. Dia pun segera pamit.

"Kalau begitu saya permisi mbak Maudy. Semoga hari mbak Maudy menyenangkan," ucap pria itu sopan.

Maudy mengangguk. Dia kemudian menutup pintu setelah David beranjak tiga langkah dari depan pintu.

David yang baru beranjak tiga langkah tentu tidak terkejut. Dia sudah mengerti. Memang seperti itulah sifat seorang Maudy. Langsung ke inti, tidak suka berbasa basi.

Tapi, dia suka. Dia menyukai gadis itu.

Dan kali ini, dia tidak berniat untuk mundur.

***

Brak!

Suara itu terdengar ketika Victor meletakkan sebuah amplop coklat berisi dokumen ke atas meja kerja Max. Bukan meletakkan, tepatnya membanting amplop itu agar Max yang sedang sibuk dengan ponsel terkejut karenanya.

Max meletakkan ponsel. Dia menatap amplop coklat di hadapan kemudian menatap Victor dengan tatapan tajam nan mematikan.

"Tidak bisakah kau lebih sopan kepada atasanmu?" ujar Max mencoba mengintimidasi Victor.

Tapi, yang namanya Victor tidak akan semudah itu terpengaruh dengan tatapan dan ucapan tajam Max.

Victor mengangkat kedua tangannya. "Oh, maaf, tidak bisa. Tidak bisa selama atasanku itu terus memberiku pekerjaan yang di luar tanggungjawabku," balas pria itu tidak mau kalah.

Max menghela napas. Sadar, tidak akan menang adu argumen dengan Victor, setidaknya untuk kali ini.

"Bukankah sudah ku bilang. Aku akan memberi bonus yang besar untukmu."

Victor menarik kursi tepat di depan Max. "Aku harap bonus yang kau katakan itu sepadan dengan jam tidurku yang menjadi jauh berkurang," balas pria itu kemudian duduk.

Max mengangguk. "Ya, ya. Kau tidak perlu khawatir," ucapnya.

Pandangan Max kembali tertuju pada amplop coklat di hadapan. "Apa semuanya berada di dalam sini?" tanyanya sembari memungut amplot coklat itu.

Victor mengangguk percaya diri. "Kau tahu kan, hubunganku dengan Arlan sedang tidak baik?"

"Ya, karena wanita, kan?" respon Max cuek.

"Tepat sekali!" seru Victor membenarkan jawaban Max. "Dan aku rela, demi dirimu menurunkan harga diriku meminta tolong padanya."

"Wah! Aku menjadi terharu karena dedikasimu yang begitu besar untukku, Vic," ucap Max berpura-pura emosional. "Aku nyaris mengeluarkan air mata."

Victor tertawa melihat sandiwara Max yang begitu dibuat-buat. "Tapi, aku akui, Arlan cukup hebat. Dia bisa mengetahui banyak hal tentang gadis itu hanya dari nomor teleponnya saja."

Max mengangguk, membenarkan.

"Setelah ini ... apa kau akan langsung menemui gadis itu?" tanya Victor penasaran.

Max tidak langsung menjawab. Dia masih fokus pada lembaran-lembaran kertas berisi data dan informasi tentang gadis yang menyelamatkannya tempo hari.

"Aku akan menemuinya. Segera," Max menatap foto gadis yang tertera di ujung kanan atas kertas. Senyumnya sedikit terukir. "Tapi, mengingat sifatnya yang dingin dan keras, aku tidak ingin terlalu kentara dalam mendekatinya. Aku ingin semuanya berjalan secara alami. Mungkin, dengan begitu, aku bisa lebih mudah dalam menaklukkannya."

Tanpa sadar, Max sudah memberitahu niat sebenarnya kepada Victor. Kenapa ia sangat ingin bertemu lagi dengan gadis itu. Bukan hanya sekadar ingin berterima kasih. Tapi karena Max juga merasa tertarik pada gadis itu.

"Sudah ku duga," ucap Victor dengan senyum simpul di bibir.

Max yang baru saja menyadari ucapannya seketika panik.

"Ma-maksudku bukan seperti itu. Maksudku—"

Victor tertawa sembari bertepuk tangan. Tidak membiarkan Max melanjutkan kalimatnya.

"Ya, aku paham maksudmu, Mr.Max. Kau tertarik padanya. Kau tertarik pada gadis itu. Tidak perlu berkilah denganku. Aku bisa menerimanya. Dan kau juga tahu, aku pandai dalam menjaga rahasia. Jadi, kau tidak perlu khawatir," jelas Victor lantas bangkit. Dia menepuk bahu Max dua kali. "Aku mendukungmu teman. Semoga kau berhasil dalam mengejar cinta," lanjutnya kemudian berjalan meninggalkan ruangan itu.

"Victor! Victor! Dengarkan aku! Kau salah paham! Aku—"

BLAM!

Victor sudah keluar ruangan dan menutup pintu ruangan itu cukup keras.

Max menyandarkan tubuhnya di atas kursi kerja. Dia sedikit berputar di sana.

Ya, seperti itulah. Dia tidak pernah bisa menahan isi hatinya di hadapan temannya itu, Victor.

***

Terpopuler

Comments

Acha Larasati Sembiring

Acha Larasati Sembiring

hari ini sampai di sini dulu🙂

2023-09-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!