Esok paginya …
"Aaaaaa… Stop!"
Ckiittt!
"Oh, Shitt!"
Brak!
Suara ban sepeda motor berdecit, sementara sepeda motor gadis itu tergelincir hingga membuatnya jatuh. Seorang lelaki langsung mengumpat pelan setelah seorang gadis yang sedang mengayuh sepeda lalu menyebrang jalanan tanpa aba-aba tepat di depan sepeda motornya hingga membuatnya harus mengerem secara mendadak kalau ia tak ingin menabrak. Dan gadis itu adalah Mey dan ia sama sekali tak berhenti berteriak seraya memejamkan matanya di tengah guyuran hujan yang membasahi bumi setelah ia terjatuh pada aspal jalan.
"Aaaaaa…"
Dan lelaki itu adalah Zuarenz Galaksa si ketua geng motor yang sangat gagah dan tampan saat ia membuka helm full face nya hingga membuat Mey terkejut.
Dengan sangat marah Zuarenz pun langsung turun dari sepeda motor untuk berniat menghampiri Mey.
Zuarenz berdecak kesal setelah ia menghampiri Mey, gadis yang tak dikenalnya itu.
"Ck, Oy! Lo punya mata gak sih?! Lo bisa, 'kan kalo sebelum nyebrang jalan itu liat-liat dulu?!" teriaknya dengan nada tinggi karena suaranya teredam oleh derasnya hujan.
Mey mendongak dan menatap lelaki yang tak dikenalnya itu dengan perasaan kesal. Ia baru saja pulang dari sekolah dan secara bersamaan hujan turun hingga membuatnya terjebak, maka ia pun harus buru-buru untuk mengayuh pedal sepedanya untuk menyebrang jalan guna berteduh.
Sampai akhirnya ia tak menyangka bahwa jalanan yang dilaluinya yang semula terlihat kosong tiba-tiba saja dari arah depan muncul sepeda motor milik Zuarenz yang tengah mengebut. Tapi untung saja Zuarenz bisa mengendalikan laju sepeda motornya dengan handal. Meskipun Mey harus terjatuh tapi setidaknya ia tidak tertabrak.
"Lo itu gimana sih, kalau gua nabrak lo gimana? Lo udah bosen idup? Pengen mati?!" sentaknya lagi hingga membuat Mey langsung bangkit dengan susah payah meskipun lututnya terluka.
"Astagfirullahaladzim!" seru Mey hingga membuat Zuarenz kembali menatapnya dengan sengit.
"Ck, maksud lo apa ngucap kayak gitu, hah?!" decaknya tak terima.
"Iya-iya, aku minta maaf. Tapi lain kali kamu juga nggak usah ngebut-ngebut. Apalagi pas ujan-ujan gini! Lagian yang salah itu kamu, bukan aku!" Mey berkacak pinggang dengan bibir mencang-mencong karena geram.
"Maksudnya apa nih?" Zuarenz berlaga tak mengerti seraya berjalan satu langkah mendekat ke arah Mey, hingga membuat Mey langsung berantisipasi dan bergerak mundur.
Zuarenz merasa tak terima dengan perkataan Mey, gadis yang sama sekali tak dikenalinya itu yang menurutnya sedang berlaga membela diri hingga membuatnya semakin terpancing emosi.
"Eh, lo mau ngajak ribut gua? Jelas-jelas lo yang salah, bukan gua! Emangnya ini jalanan punya Nenek moyang lo, apa?!" sengitnya langsung, yang disertai dengan tatapan tajam penuh intimidasi.
"Hah?" Mey terperangah mendengarnya, ia merasa bahwa kalimat itu lebih pantas diutarakan darinya untuk si lelaki di hadapannya itu, bukan malah sebaliknya.
Jelas-jelas Mey merasa bahwa yang salah itu adalah Zuarenz yang kebut-kebutan, tapi dengan begitu percaya dirinya Zuarenz malah membela diri.
"Kenapa, lo?" tanya Zuarenz tajam, karena ia sama sekali tak menyukai cara Mey berekspresi saat ia menatapnya.
Akan tetapi Mey memutuskan untuk meredam emosinya, ia merasa bahwa lelaki di depannya sangatlah tempramental dan ia sama sekali tak ingin memperpanjang masalah dan juga memancing keributan.
"Kalo gua ketemu lo lagi dan lakuin hal yang sama, awas aja! Gua gak akan segan-segan nandain lo!" ancam Zuarenz terlihat sungguh-sungguh.
"Idih, aku harap aku gak bakalan ketemu sama orang yang kayak kamu lagi! Ogah banget aku kalo harus ketemu sama kamu lagi! Bisa-bisa darah tinggiku malah naik!" oceh Mey dengan kedua tangan bersilang di dada.
"Oh ya?!" sewot Zuarenz sedikit membuang muka.
"Dasar cowok nyebelin!" gerutu Mey geram.
"Dasar cewek malah buang-buang waktu gua aja!" sindir Zuarenz kecut. "Mendingan gua pergi, daripada debat sama lo yang gak tau cara nyebrang! Pinggirin sepeda butut lo, motor gua mau lewat!"
"Cih, sombong!" komentar Mey mencibir, kemudian dengan satu kaki terpincang-pincang ia pun langsung mengangkat sepedanya.
Akhirnya Zuarenz pun memutuskan untuk segera pergi meninggalkan Mey yang menurutnya tak penting untuk dilayani. Sementara Mey hanya tersenyum kecut.
"Dasar cowok nyebelin, bukannya minta maaf malah ngomel-ngomel! Nyebelin! Nyebelin!" gerutu Mey kesal sementara satu kakinya terhentak-hentak di aspal jalan.
Dan ketika Mey hendak naik ke atas sepeda, seketika saja ia merasa bahwa salah satu sepatunya seperti menginjak sesuatu. Ia menundukkan pandangan lalu ia pun mengangkat sepatunya yang ternyata menginjak sebuah dompet.
Dahi Mey mengernyit dan ia pun langsung merunduk untuk mengambil dompet itu.
"Eh, ini dompet siapa?" gumamnya seraya membolak-balikan dompet berwarna hitam itu.
Karena hujan semakin deras maka Mey pun memutuskan untuk berteduh lebih dulu, kemudian ia pun segera mengayuh pedal meskipun lututnya masih terasa sakit.
Mey memutuskan untuk berteduh di pinggiran toko yang tutup, kemudian ia pun langsung duduk di tempat yang tersedia seraya memeluk tubuhnya yang menggigil kedinginan, sampai akhirnya ia pun kembali tersadar dengan dompet yang ada di saku rok seragamnya.
Karena merasa penasaran, akhirnya ia pun membuka dompet itu dan ia pun langsung terkejut setelah ia melihat isi dompet itu yang terdapat banyak lembaran dollar dan juga lembaran rupiah seratus ribuan, serta beberapa kartu penting berupa kartu ATM, kartu kredit, kartu debit, kartu ktp, kartu stnk dan masih banyak kartu-kartu penting yang lain.
"Ya ampun, semua isinya penting banget. Kasian kalau pemiliknya cari-cari dompetnya, coba deh aku cari kartu tanda pengenalnya siapa tau aku bisa dapat informasi biar aku bisa kembaliin dompetnya." tutur Mey sedikit panik, kemudian ia pun mencari-cari kartu tanda pengenal di dalam dompet itu. Sampai akhirnya ia pun terperangah lebar dengan sepasang matanya yang membeliak setelah ia mengetahui bahwa pemilik dompet itu adalah lelaki tadi.
"Hah?" kejut Mey saat itu juga.
"Mey?!"
Seseorang memanggil Mey dengan berteriak, hingga membuat sang empunya langsung mengangkat kepala dan ia pun melihat Troy yang sedang turun dari sepeda motornya lalu berlari menghampiri.
"Kak Troy" buru-buru Mey pun langsung memasukan dompet itu ke dalam tas, sebelum akhirnya ia bangkit berdiri dari posisi sebelumnya.
"Mey, baju lo basah kuyup. Lo ujan-ujanan?" tanya Troy setelah menghampiri Mey sembari menatapnya dengan tatapan khawatir.
"Aku kehujanan, Kak." Mey menjawab seraya tersenyum manis, hingga membuat Troy enggan berkedip saat menatapnya.
"Kak?" Mey memanggil Troy berulang kali seraya mengibaskan tangannya tepat di depan mata Troy, hingga membuat pikiran Troy kembali tertarik pada dunia nyata.
"Eh," Troy langsung mengerjap secepat mungkin seraya tersenyum kikuk lalu menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal itu. "Oke, tadi sampai dimana?" Troy bertanya akhirnya karena tiba-tiba saja ia mendadak lupa dengan perbincangan mereka sebelumnya.
Mey yang semula mengulum senyum akhirnya tawanya pun pecah juga, melihat ekspresi Troy yang sangat begitu menggemaskan dan tentu saja membuat selera receh Mey dalam sebuah humor langsung menguap begitu saja.
"Aku kehujanan, bukan hujan-hujanan, Kak." ulang Mey yang kembali memperjelas ucapannya disela tawanya yang masih tersisa.
Troy terkekeh lalu ia pun manggut-manggut seraya tersipu malu.
"Oh, iya-iya."
"Kakak sendiri sengaja hujan-hujanan atau pengen hujan-hujanan?" tanya Mey dengan binar mata terlihat begitu cemerlang.
Troy menggeleng. "Sebenarnya gua juga lagi buru-buru, jadi gua sengaja nggak neduh dulu, terus gua malah liat lo di sini. Jadi gua langsung pinggirin motor."
"Kenapa?" tanya Mey dengan polosnya, hingga membuat Troy lagi-lagi terkekeh.
"Kok, Lo malah nanya nya gitu sih? Masa gua tega liat lo disini dengan badan menggigil tapi gua malah pergi gitu aja. Lagi pula kita satu sekolah dan saling kenal juga." ucap Troy apa adanya, hingga membuat Mey sedikit salah tingkah mendengarnya.
"Oh, iya." sahut Mey seraya menundukan kepala seakan ia berusaha untuk menghindari kontak mata dengan Troy, sekaligus ia yang sedang berusaha sembunyi untuk menutupi wajahnya yang terasa panas.
Mey yakin pasti kedua pipinya sudah terlihat merah merona sekarang dan jujur ia sama sekali tak ingin Troy melihat perubahan wajah yang sedang dialaminya.
"Kita tunggu sampai hujannya reda, abis itu kita pulang bareng." putus Troy seketika, hingga membuat kepala Mey kembali terangkat.
"Hah, maksudnya?" Mey bertanya tak mengerti dengan kening alis menyatu di tengah.
"Iya kita pulang bareng, pas ujan reda. Kalo gua tinggalin lo sekarang, gua khawatir bakalan terjadi apa-apa sama lo, setau gua di wilayah ini rawan kejahatan, apalagi pas ujan kayak gini nih, sepi gak ada orang." ujar Troy seraya mengembangkan senyuman andalannya, senyuman manis yang siapapun melihatnya akan meleleh seketika, namun sekuat tenaga Mey yang berusaha untuk mengontrol diri dengan cara kembali menundukan kepalanya. "Gak apa-apa, 'kan?" tanya Troy memastikan dengan kepala tertunduk seraya mencari-cari kedua mata Mey.
Sesaat Mey hanya diam lalu detik berikutnya ia pun langsung mengangguk. Senyuman Troy pun kembali terbit dengan ekspresi wajah yang terlihat bersemu dan juga terlihat sangat begitu antusias.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments