Setelah hujan reda, Troy dan Mey memutuskan untuk segera bergegas. Troy yang masih mengendarai sepeda motornya, begitu pula dengan Mey yang mengayuh pedal sepedanya sangat begitu menikmati perjalanan mereka saat pulang bersama, meskipun tidak dalam satu boncengan karena sebelumnya Mey menolak saat Troy menawari tumpangan. Laju motor Troy sengaja mengimbangi laju sepeda Mey, bagi Mey momen seperti itu sangatlah romantis hingga membuat jantungnya berdebar-debar tak menentu saat ia melihat senyuman Troy yang semanis madu.
Jalanan yang sepi saat itu, tapi masih menyisakan hawa dingin setelah hujan dan juga embun yang mewangi dengan disertai angin sepoi-sepoi yang berhembus telah tercipta pendukung suasana yang begitu sempurna. Sampai akhirnya setengah jam kemudian mereka pun sampai di halaman rumah Mey.
"Disini rumahku, Kak." Mey memberi tahu Troy, kemudian ia pun langsung turun dari sepedanya begitu pula dengan Troy setelah ia menepikan motor itu tepat di halaman depan rumah Mey.
“Buat jemput lo nanti malam, kayaknya lo gak perlu sherlock, deh.” kata Troy seraya tertawa ringan.
“Oh iya,” sahut Mey yang ikut tertawa kecil. "Eh, mau masuk dulu?" tawar Mey seraya tersenyum.
"Ah, nggak kayaknya. Gua mau langsung pulang aja, buru-buru soalnya." tolak Troy dengan sesopan mungkin.
Mey mengangguk kecil seraya tersenyum, kemudian Troy pun langsung melambaikan tangan ke arah Mey.
"Bye, Mey. Sampai ketemu nanti malem, ya?"
"Hehe, iya. Makasih ya kak karena udah mau anterin." ucap Mey malu-malu salah tingkah.
"Iya, tapi sayang nya lo gak mau di bonceng sama sekali. Tapi malem nanti kita boncengan, ya? Jangan misah kayak tadi wkwkw, Gua pulang dulu, ya?" pungkas Troy yang kembali menyalakan starter motor, sementara Mey hanya mengangguk malu. "Eh, lo jangan lupa langsung buru-buru mandi dan ganti baju, ya. Takutnya nanti lo malah sakit, baju lo basah banget soalnya." perhatian Troy seraya tersenyum manis, sementara Mey hanya menjawabnya dengan senyuman dan juga anggukan kepala kecil.
Kemudian Troy mengedipkan satu matanya, hingga membuat jantung Mey malah semakin bertalu-talu menyakitkan. Dan setelah itu pun Troy kembali melajukan sepeda motornya dan setelah Mey melihat Troy yang sudah menghilang, maka Mey pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dengan rasa bahagia yang begitu menggugah selera.
Mey merogoh kunci duplikat dari saku seragamnya, ia tahu jam segini ibunya memang belum pulang dari pekerjaan paruh waktunya.
Klek!
Mey menghela nafas pendek seraya tersenyum saat ia melihat rumahnya yang sepi, kemudian ia pun kembali beranjak menuju kamarnya untuk bersiap-siap membersihkan diri lalu memakai pakaian hangat yang membuatnya nyaman.
Dirumah sederhana ini, Mey hanya tinggal bersama ibunya dan sementara sang ayah telah meninggal. Ibunya bekerja paruh waktu pembantu dan sang ibu menggantikan tugas sang ayah sebagai kepala keluarga untuk mencari nafkah. Dan oleh sebab itulah Mey sangat begitu menyayangi ibunya.
Setelah selesai mandi dan memakai sweater, Mey pun merebahkan diri di tempat tidur sembari memainkan ponsel sebentar. Sampai akhirnya ia teringat dengan dompet milik si lelaki tadi, kemudian ia pun beringsut dari tempat tidur dan berjalan menuju meja belajar untuk mengambil dompet itu yang berada di dalam tasnya.
Mey mencoba berpikir sejenak, sampai akhirnya ia kembali duduk di bibir kasur sambil memandang kartu tanda pengenal itu dengan ragu-ragu.
"Aduh gimana caranya ya, aku ngehubungin cowok tadi. Mana galak banget lagi orangnya, aku takutnya nanti dia malah salah paham sama aku. Tapi, kalau aku nggak ngasih tau dompet dia ada di aku, takutnya dia malah nyari-nyari, kan kasian juga. Mana isinya banyak banget yang penting. Udah deh, kayaknya aku coba aja." putus Mey akhirnya yang kemudian ia pun memilih untuk menghubungi nomor ponsel Zuarenz yang tercantum di kartu tanda pengenal.
Sementara di suasana Zuarenz, ia terlihat sedang kebingungan mencari dompetnya di setiap sudut kamar seraya tiada hentinya ia mengumpat kasar karena kesal.
"Bangsat, dompet gua sebenernya kemana, sih?! Padahal gua udah bener-bener bawa tuh dompet. Dan gara-gara dompet nggak ada, gua malah jadi balik lagi ke rumah! Padahal gua udah niat banget mau kabur dari rumah, kalo jadinya gini mana bisa gua kabur. Apa jangan-jangan dompet gua jatoh, lagi?!" Zuarenz bermonolog sendiri seraya berjalan mondar-mandir lalu ia pun mengacak rambutnya frustasi. "Shitt!" umpatnya seraya berdecak kesal.
***That I just want you to know
I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
And the reason is you***
Suara alunan nada dering ponsel terdengar keras, tanda ada penelpon masuk. Maka, Zuarenz pun langsung buru-buru meraih ponselnya di atas nakas dan melihat nomor tak dikenal tertera di layar. Ia mengernyit bingung seraya berpikir sejenak, sebelum akhirnya ia pun memutuskan untuk mengangkat sambungan telepon itu lalu menempelkan ponselnya di salah satu telinganya.
"Halo?"
Sepasang mata Mey langsung membelalak kaget setelah nada sambungan telepon itu berubah menjadi suara si lelaki.
Zuarenz menatap layar ponselnya dan melihat sambungan telepon itu masih aktif, ia merasa semakin heran karena si penelepon sama sekali tak menyahut ucapannya. Sampai akhirnya ia pun kembali bersuara.
"Halo, ini siapa ya?" Zuarenz bertanya dengan suara ketusnya.
"Ah, Hal-lo." akhirnya Mey pun bersuara dengan sangat gugup dan sedikit takut.
Zuarenz yang sama sekali tak mengenali suara si penelpon langsung dibuat penasaran sampai akhirnya ia pun kembali membuka suara.
"Iya, Halo ini siapa? Dapat nomor gua dari mana? Dan jujur, gua sama sekali nggak suka basa-basi dan mendingan lo bilang mau lo apa, hah?!"
Mendengar rentetan pertanyaan semacam itu, tentu saja membuat Mey langsung menelan ludah dengan perlahan, ia bisa membayangkan bagaimana wajah sangar si pemuda itu tergambar dengan sangat jelas dalam kepalanya. Wajah sangar yang seperti anti damai dan terkesan sangat begitu mengerikan.
"Heh, lo masih di situ, 'kan? Siapapun lo, gua sama sekali nggak peduli! Yang mau gua tanyain sama lo, lo mau apa telepon gua dan lo dapet nomor gua dari mana? Gua minta lo jawab pertanyaan gua!" pinta Zuarenz yang tak sabaran dengan nada penuh paksaan dan juga penekanan.
"Oh, oke pertama kenalkan dulu, namaku Mey." Mey mengenalkan diri meskipun dengan nada terbata-bata seraya bangkit dari posisi sebelumnya.
"Heh, denger ya, gua sama sekali nggak mau kenalan sama siapapun termasuk sama lo!" sahut Zuarenz cepat.
"Iya, tapi dengerin dulu, aku mau ngomong."
"Ck, ya udah buruan ngomong, waktu gua bukan buat lo aja." decak Zuarenz seraya mendengus kesal dengan rahangnya yang mengeras.
"Oke, oke. Dompet kamu ada di aku sekarang dan aku yakin kamu pasti lagi nyari dompet kamu, 'kan? Tadi dompet kamu jatoh dan sekarang ada di aku. Aku mau kembaliin sama kamu." papar Mey menjelaskan dengan cepat seraya menahan nafas. Dan setelah ia menjelaskan sedetail mungkin akhirnya ia pun bisa kembali bernafas lega seperti sebelumnya.
Zuarenz tersenyum kecut setelah mendengar penjelasan dari gadis itu di seberang sana, hingga membuatnya bisa langsung mengenali siapa orang yang sedang menelponnya sekarang.
"Oh jadi elo?"
"Hah, maksudnya?" tanya Mey mengernyit tak mengerti.
"Lo cewek yang nggak punya mata itu, 'kan? Yang nyebrang jalan sembarangan?" terka Zuarenz sinis, sementara Mey hanya bisa menghela nafas sabar setelah mendengar perkataan si lelaki galak di seberang sana yang terdengar sangat begitu menjengkelkan.
"Niatku baik ya, aku cuma mau kembaliin dompetmu. Aku kirim lewat pos aja ya besok, terima kasih." ujar Mey sedikit jengkel dan hendak memutus sambungan telepon itu, namun niatnya pun langsung terhenti setelah suara Zuarenz kembali terdengar.
"Eh, tunggu dulu!"
"Kenapa?" Mey balik bertanya dengan alis bertaut bingung.
"Lo pikir segampang itu? Kalo isinya pada ilang lo mau tanggung jawab?" tuduhnya dengan sinis, hingga membuat Mey lagi-lagi harus elus dada.
"Ya, terus?" sahut Mey sewot.
"Anterin dompet itu ke rumah gua sekarang juga!" perintah Zuarenz dengan entengnya, seakan ia sama sekali tak terima dengan sebuah bantahan.
Mendengar hal itu, tentu saja membuat Mey langsung terkejut seketika seolah ia tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan pemuda itu.
"Hah?"
"Gua gak suka dibantah dan gua bakalan tunggu lo sekarang juga buat lo balikin dompet gua!"
Tut!
"Dih, kampret!" umpat Mey saat itu juga dengan ekspresi sekesal-kesalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments