"Apa kau sudah membuat janji?" Haritala tersenyum girang membuat Gardapati menunduk sebentar untuk menahan senyum.
Dengan wajah tegasnya dan pandangan lurus ke depan, "sudah yang mulia."
"Bersikaplah biasa, tidak perlu kaku." Kata haritala.
Mendapat perintah seperti itu Gardapati pun berani menatap langsung Haritala.
"Apa yang mulia ingin berangkat sekarang?" Tanya Gardapati yang diangguki Haritala.
Haritala pergi menggunakan tandu. Karna Manika bilang jika menggunakan kuda akan tidak cocok dengan Haritala yang sudah berdandan cantik.
Mereka sudah sampai di halaman istana raja kedamaian. Para pengawal berbaris menyambut Haritala.
"Mari saya antar," kata pelayan raja.
Pelayan itu membawa Haritala kesebuah tempat yang di depannya adalah kolam ikan mas. Di sana sudah ada pangeran Gardawasa yang duduk bersimpuh dengan alas bantalan.
"Pangeran." Panggil pelayan yang membawa Haritala.
Gardawasa pun menoleh dan tersenyum.
"Silahkan, yang mulia." Katanya mempersilahkan Haritala untuk duduk di seberangnya.
Dengan pipi yang tersipu malu Haritala duduk.
"Sudah lama kami tidak kedatangan tamu dari istana ratu," ucap Gardawasa sambil menuangkan teh di cangkir milik Haritala.
"Semasa hidup ratu dan raja, mereka sibuk membantu rakyat. Maaf kunjungan ini hanya bisa diwakilkan oleh ratu baru." Kata haritala dengan nada sedihnya.
"Itu juga sangat berarti bagi kami, terimakasih telah berkunjung." Gardawasa tersenyum ramah.
Lihatlah, betapa tampannya dia saat tersenyum. Apa aku boleh mengungkapkan perasaanku sekarang, atau itu terlalu cepat. Wajahnya memerah padam. Ini pertama kalinya dia merasakan hal seperti ini.
"Apa di sini terlalu panas?" Tanya Gardawasa khawatir.
"Tidak." Sahut Haritala dengan gugup.
"Eum, bagaimana keadaan ratu dan raja?" Dia berbicara dengan nada yang terdengar aneh, tidak seperti awal dia memulai bicara.
Astaga, rasanya aku malu sekali. Aku ingin pulang wajahnya bekeringat dingin, ada apa dengan dirinya sekarang.
Gardawasa terlihat semakin khawatir dengan keadaan Haritala.
"Mari kuantar, sebaiknya kau istirahat." Gardawasa beranjak dan hendak membantu Haritala untuk berdiri. Namun dengan buru-buru Haritala berdiri tanpa bantuan.
"Maaf, jika kesan pertama kita aku terlihat aneh. Tiba-tiba aku merasa tidak enak badan." Bohong Haritala untuk menutupi rasa salah tingkah dirinya.
"Tidak apa," Gardawasa mendekat hendak menuntun haritala.
Haritala langsung bergeser. "Tidak perlu, pengawalku ada di depan." Ucapnya dengan tersenyum.
Haritala berjalan lebih dulu dan diiringi oleh Gardawasa di belakang.
...____...
Haritala langsung merebahkan badannya di atas kasur besar miliknya.
"Manika," teriak Haritala.
Manika yang berada di luar pintu kamar langsung berlari menghampiri Haritala.
"Ya, nyonya?"
"Cepat carikan buku sihir milikku, aku harus mencari mantra untuk menghapus ingatan pangeran," desak Haritala.
"Nyonya, bukankah itu keterlaluan? Bagaimana jika itu membuat pangeran melupakan semua ingatannya?" Tanya manika.
"Bagaimana jika pangeran tidak suka denganku karna aku aneh?" Tanya haritala dengan panik.
Dia mendudukkan dirinya dan menatap Manika. "Ikuti saja perintahku." Ucapnya dengan wajah yang hendak marah.
"Baik nyonya." Manika menunduk sopan lalu pergi mencari buku itu di perpustakan yang ada di istana.
Kini manika bingung dia tidak pernah melihat sampul buku itu.
"Ada benyak buku sihir di sini," Manika ragu harus mengambil buku yang mana.
"Jika aku mengambil semuanya, para pelayan yang melihat pasti akan bertanya buku apa yang ku bawa," ucapnya semakin bingung.
"Apa yang ini," tangannya hendak mengambil buku bersampul biru malam.
"Tidak, tidak, pasti ini." Akhirnya tangannya mengambil buku berwarna hitam bercampur merah darah
.
Dengan langkah lebar dia membawa buku itu sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Dia panik tentu tidak akan berpikir jika seperti itu akan semakin membuat orang curiga.
"Nyonya," panggil Manika yang sudah memasuki kamar Haritala.
Ia menyerahkan buku itu. Dengan kasar Haritala menerima dan langsung mencari mantra penghilang ingatan.
Buku hampir dihalaman terakhir tapi dia tidak menemukan mantra itu. Dengan kasar dia membalik halaman, dan halaman terakhir mengukir senyum jahat Haritala. Itu adalah mantra penghilang ingatan.
"Nyonya, kau sudah memikirkan itu dengan baik?" Tanya manika. Dia takut jika mantra itu akan membuat kejadian beberapa minggu lalu terulang kembali.
"Kau terlalu cerewet. Aku tidak membutuhkanmu, keluar." Usir haritala.
Dengan terpaksa manika berjalan keluar.
Haritala mengganti gaunnya dengan gaun yang berbahan lebih ringan di badan. Kini dia duduk di dalam ruangan tersembunyi dibalik lemari bajunya. Tanpa mahkota dia mulai membaca mantra. Sesuai yang tertulis dia harus membaca mantra itu sambil memikirkan siapa orang yang ingin dia hilangkan ingatannya. Suasana di dalam sana menjadi terasa gelap dan dingin. Sepertinya mantra itu berhasil.
Setelah selesai haritala mencelupkan dua jarinya ke dalam air yang ada dalam kendi. Itu akan dia serahkan kepada pangeran. Sesuai yang tertulis di buku, air itu harus diminum dan itu akan bekerja setelah orang yang meminum bangun dari tidur.
Besok paginya. Haritala menyuruh Gardapati untuk memberikan kendi itu pada Gandawasa. Dengan alasan sebagai hadiah permintaan maaf atas kesan pertama yang buruk. Haritala juga menambahkan kue buatannya agar tidak terkesan mencurigakan.
"Nyonya. Bagaimana jika raja dan ratu juga ikut meminum air itu?" Tanya Manika. Setelah keberangkatan Gardapati.
"Biarkan sudah terlanjur, aku tidak memiliki ide lain." Perkataan Haritala membuat manika khawatir dengan kondisi keluarga raja kedamaian.
"Apa yang kau khawatirkan?" Tanya haritala.
Sejak tadi Manika menunjukkan sikap yang berlebihan. Benar-benar terlihat cemas.
"Aku hanya takut, ini akan memulai peperangan." Kata Manika. Wajahnya benar-benar terlihat cemas.
"Tidak akan." Ucap haritala. Dia tidak yakin dengan ucapannya sendiri. Haritala mengatakan itu hanya untuk membuat Manika tenang. Dia berpikir, yang tahu dia memiliki kekuatan sihir hanya manika. Jika orang-orang mencurigainya itu tandanya Manika yang memberitahu orang-orang.
Haritala mendekat, "dengar, jika semua org mencurigaiku, itu karna kau memberitahu mereka." Kata haritala. Matanya memerah.
Manika sangat takut. Jika Manika tidak patuh, kekuatan sihir Haritala akan membunuhnya.
"Aku tidak akan memberitahu siapapun, nyonya." Ucap Manika dengan patuh.
...___...
Dua hari telah berlalu. Kini Haritala akan berkunjung ke istana raja kedamaian.
Ia disambut dengan ramah. Bahkan dirinya sudah duduk di ruang makan bersama ratu, raja dan pangeran.
"Kedatangan ratu sangat berarti bagi kami," ucap raja.
Haritala tersenyum, ia menatap pangeran. Dalam pikirannya dia heran sejak tadi pangeran tidak menunjukkan ekspresi apapun, dia hanya diam dan pandangannya seperti kosong.
Raja menyadari itu. Ia dan ratu saling melirik. Ratu memberi kode mata agar raja menjelaskan pada Haritala.
"Yang mulia," panggil raja menyadarkan Haritala.
"Ya? Oh maaf," Haritala membenarkan posisi duduknya.
"Maaf, jika pangeran tidak seperti biasa. Akhir-akhir ini dia kurang sehat," raja menatap sedih Gandawasa.
"Kuran sehat? Makananku membuat alerginya kambuh?" Haritala berucap dengan panik agar tidak terlihat mencurigakan.
"Tidak, tidak sama sekali," raja tersenyum paksa, terlalu sedih untuk memberi senyuman.
"Eum, mari kita santap makanannya. Jika dingin akan terasa tidak enak," ucap ratu. Mengalihkan pembicaraan.
Dengan hati yang tak karuan, Haritala menyantap makanan yang sudah tersedia. Sesekali dia menatap pangeran yang hanya diam.
Apa ramuan itu salah? Kenapa menjadi seperti ini? Batinnya menyakan bnyk pertanyaan.
Haritala berjalan gontai memasuki gerbang istana.
"Nyonya," Manika berlari menghampiri Haritala.
"Nyonya," Manika merangkul lengan Haritala, menuntunnya menuju kamar.
Dengan perlahan Manika membantu Haritala duduk di pinggiran kasur.
"Nyonya, ada apa?" Tanya Manika khawatir.
"Manika. Aku salah, aku salah," ucap Haritala histeris.
Badannya meluruh terjatuh dari kasur, kedua tangannya menutup kedua telinganya. Haritala bergumam tidak jelas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Manika menggenggam kedua bahu haritala. Tidak peduli dia ratu, keadaan memaksa dia melakukan ini.
"Nyonya, nyonya, sadar." Suara Manika cukup keras.
Ternyata suara manika terdengar sampai luar. Gardapati dengan tiba-tiba membuka pintu, membuat Manika menoleh kaget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Silvi Aulia
aku mampir Thor
semangat untuk author 🤗
2023-10-05
1