Si cantik itu bernama Helmi. Anak jurusan Bahasa2 yang sedang gencar mendekati Arkana dari kelasku. Kalau aku lihat-lihat, caranya mendekati Kana tidak pakai konsep malu-malu, tetapi lebih kepada tidak tau malu.
Saat bersama Kana, dia tidak segan untuk menggandeng ataupun bermanja-manja. Tetapi sejauh pengamatanku pada tingkah laku mereka, Kana tetap dingin dan egan terhadap setiap pergerakan yang di lakukan oleh Helmi. Jadi, aku yakin Kana tidak tertarik pada si cantik manja itu.
Semakin Kana menolak, semakin gencar Helmi mendekatinya. Dan seisi sekolah sudah tau tentang itu. Seperti siang ini saat di kantin, aku melihat Helmi sedang berusaha berbicara dengan Kana, tetapi yang di ajak bicara engan untuk merespon, malah terus melihat ke arahku dan aku pura-pura tidak tau.
Aku dan Inka yang duduk dua meja dari tempat Kana, sesekali memperhatikan apa yang sedang terjadi di meja mereka. Kami sangat penasaran, terutama Inka. Ini akan menjadi bahan gosip terpanas minggu ini.
" Memang muka tembok, pasti susah untuk merasa malu", Inka mulai mengejek Helmi.
" Hush....udah ah.. Jangan ngomongin orang. Dosa", aku menegur Inka lalu mulai menyeruput es jeruk yang ada di hadapanku.
" Iyaa. Jadi gimana? ", tanya Inka padaku.
" Apanya?", aku balik bertanya tidak mengerti maksud Inka.
" Kemarin gimana kerja kelompoknya?", Inka memperjelas maksud pertanyaannya.
" Oh.. Em ya kerja aja.. Seperti kerja kelompok kebanyakan", aku menjelaskan santai.
" Aduh ieu budak tidak ada gregetnya", Inka gemas. " Maksud aing teh, ada pergerakan apa begitu. Misalnya pedekate atau apalah", kata Inka lagi.
" Ya nggaklah. Ngapain juga. Kita kan cuma teman neng geulis Inka. Jangan buat gosip ah", aku memarahi Inka.
" Ya sudahlah kalau begitu", Inka mengalah tapi tidak rela.
Baru kelar pembicaraan itu, yang di bicarakan sudah muncul di meja makan kami. Dengan gayanya yang seperti biasa, sok cool dan angkuh.
" Awan... Ayo pergi", ajak Kana seperti perintah.
Aku dan Inka sama-sama terbengong mendengar ajakan itu. " Mau ke mana?", tanyaku bego.
"Perpustakaan", jawab Kana singkat lalu menarik tanganku.
" Sok atuh... tinggalin saja aing", Inka ngedumel lalu menyeruput es tehnya.
" Inka... Ketemu di kelas ya", aku berkata sambil mengikuti langkah panjang Kana.
Sedangkan sepasang mata menatap tidak suka ke arah aku dan Kana. Tanpa aku sadari, interaksi aku dan Kana telah menciptakan sesosok musuh untukku.
***
" Kita ngapain ke sini", aku berbisik ke dekat punggung Kana.
Kana berjalan mengitari rak buku yang ada di perpustakaan, sedangkan aku mengikutinya dari belakang. Aku seperti anak ayam yang sedang mengikuti induknya mencari makan.
" Nyari bahan tugas", jawab Kana santai tapi sedikit berbisik, sambil melirik ke arahku melalui bahunya.
"Tapi kamu bilang bahan jurnalnya sudah ada", kataku lagi mengingat perkataan Kana kemarin sore saat dia datang ke rumahku.
Karena pernyataannya kemarin, pada akhirnya kami hanya duduk mengobrol dan tidak mengerjakan tugas. Jadi saat Inka bertanya apa yang kami lakukan, aku sedikit berbohong padanya. Aku tidak ingin Inka bertanya lebih banyak tentang obrolan apa saja yang terjadi antara aku dan Kana. Level kepo Inka melebihi wartawan profesional.
" Teorinya kurang. Udah bantu temani aja. Jangan banyak nanya ", Kana berkata tegas dan cukup menyebalkan.
Akhirnya aku hanya bisa menuruti perkataan Kana. Yang tidak aku ketahui adalah sebenarnya Kana mengajakku ke perpustakaan untuk menghindari Helmi yang terus berusaha lengket dengannya. Dan aksi Kana ini membuat aku menjadi target musuh utama dari sang primadona.
Jam pelajaran kosong ini aku habiskan bersama Kana di perpustakaan. Mencatat ini dan itu, sedangkan Kana tertidur pulas di sebelahku dengan menelungkupkan wajahnya di meja. Dia hanya memerintah dengan seenaknya dan aku mengerjakan tanpa banyak protes.
Setelah selesai mencatat semua bahan yang menurutku penting, aku merenggangkan badan. Rasanya seperti habis mengerjakan pekerjaan berat, kalau di kerjakan berdua pasti kerjanya lebih cepat selasai .
" Wah... Ternyata banyak juga bahannya", aku mengeluh dalam suara yang pelan, lalu berbalik menatap Kana yang sedang tertidur.
" Kana... Arkana...", aku mencoba membangunkannya pelan, tapi tidak ada respon sama sekali. Kana sepertinya benar-benar tertidur pulas. Mungkin semalam dia tidak tidur.
" Arkana.. Ayo bangun. Udah selesai aku kerjain", aku berbisik lebih dekat ke arah telinga Kana. Tapi tetap tidak ada respon.
Merasa di cuekin, akhirnya aku memilih untuk ikut menelungkupkan badan dan tidur di sana seperti Kana. Baru beberapa menit, aku seperti bermimpi Kana memanggilku.
"Putri tidur. . . Mau tidur sampai kapan ?", suara Kana terdengar di telingaku.
Aku tersentak dan langsung terbangun dari tidurku. Seperti orang linglung aku melihat berkeliling dan menemukan Kana sedang memandangku tanpa. malu-malu. Dia menatapku dalam, sedikit senyum tersungging di sudut bibirnya.
" Ada air liur di pipimu", kata Kana sambil menunjuk ke arah pipiku.
Aku langsung berusaha membersihkan pipiku tetapi tidak ada apa-apa di sana. Sedangkan Kana sibuk merapihkan buku-buku yang berserakan di atas meja.
Sadar aku sedang di kerjain, wajahku langsung mengkerut. " aku tidur berapa menit?", tanyaku pada Kana.
" Gak lama sih, 60 menit", jawabnya pelan lalu berdiri membawa buku-buku itu untuk di letakan kembali di rak buku.
Aku menengok ke jam dinding, benar saja aku tertidur selama satu jam. Sialan... Tapi kok rasanya seperti baru 5 menit.... Makiku di dalam hati.
Aku cepat-cepat membereskan peralatan tulis dan bergegas mengikuti Kana yang sedang mengambil kembali kartu perpustakaan kami.
Saat keluar dari perpustakaan, aku yang sibuk mengucek mata menabrak punggung Kana yang tiba-tiba berhenti berjalan.
" Ih.. Apaan sih. Jangan tiba-tiba berhenti dong", aku mengomel dan melihat apa yang membuat Kana berhenti.
Si cantik Helmi sedang berdiri berhadapan dengan Kana. Matanya menatap Kana berbinar-binar dan saat melihatku tatapan berubah tidak bersahabat.
" Hai Kana...", sapanya lembut kepada Kana.
Kana yang terlihat malas hanya membalas sapaan itu sekilas.
" Ya".
" Aku mau ngomong dong sama kamu.... Penting", sambil melirik ke arahku seolah memintaku untuk pergi.
Aku yang paham situasi langsung bergegas untuk pergi ke kelas lebih dulu. " Arkana... Aku duluan ya... Tugasnya nanti aku taruh di mejamu", kataku sambil berjalan melewati Kana.
Tapi Kana yang dasarnya emang tidak paham situasi, langsung menarik kuncir rambutku dan membuat aku mau tidak mau mundur dan berdiri tepat di hadapannya. seolah membatasi antara dia dan Helmi.
Helmi yang melihat keanehan itu hanya bisa tertawa kecil sinis. Sangat kelihatan dia tidak suka dengan apa yang terjadi di hadapannya.
" Kamu mau ngomong apa? Ngomong aja", Kana berkata dengan suaranya yang berat.
"Ya udah deh. Aku mau ajak kamu pergi besok. Ke museum paman aku yang baru buka di Bandung. Kalau kamu mau. Aku tau kamu suka museum tentang kingdom animals kan. Kamu pasti mau", Helmi berkata dengan rasa percaya diri yang tinggi.
Kana yang dasarnya tidak paham situasi tanpa berpikir langsung menjawab.
"Gak bisa, besok aku mau ke Dufan sama Awan", kata Kana.
Aku mendengar nama aku di bawa-bawa langsung kaget. " Eh... Eh... Emang iya?kapan bilangnya?", tanyaku bego.
"Emang iya. Ini barusan aku bilang", jawab Kana sambil memandang kearahku dengan matanya yang tajam mengintimidasi.
Melihat tatapan matanya aku langsung sadar bahwa rencananya ke dufan itu tidak bisa di ganggu gugat lagi dan aku harus mau.
" Ah iyaaa. Mau naik tornado sama ke istana boneka. Ha ha ha", aku tertawa kaku sambil berdoa semoga habis ini aku tidak di bully geng Helmi.
" Oh gitu ya ", Helmi penuh kekecewaan. " Tapi kamu bisa ke dufan kapan-kapan kan. Aku udah bilang loh ke pamanku", Helmi masih kekeuh.
" Tidak bisa. Kamu cari teman yang lain saja. Sudah ya", Kana mengakhiri pembicaraan itu dengan kejam dan menyeret tanganku menuju kelas.
Aku tersenyum kaku kepada Helmi berusaha memecah ketegangan itu dan Helmi tidak membalas senyum itu sama sekali. Sepertinya Aku sudah masuk ke dalam daftar hitam Helmi.
Saat kembali ke kelas aku dan Kana tampak grasa grusu berdempetan. Aku tidak terima di seret dalam kisah percintaan Kana.
" Eh emang kita beneran mau ke dufan. Kamu jangan ngarang dong, nanti aku di jambak geng dia gimana", Aku yang dasarnya bertubuh mungil mulai takut.
" Kenapa takut sih. Ada aku jagain kamu. Lagian ngapain dia jambak kamu. Terserah aku dong mau ajak siapa saja", Kana berbisik pura-pura ikut grasagrusu.
Kami yang berdempetan seperti itu tidak menyadari mata Helmi yang mengikuti gerak gerik kami dengan Nanar. Ada dengki yang mulai tumbuh di hatinya saat ini terhadap aku.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments