Sehabis dari salon, aku dan Tasya memutuskan untuk pergi menuju cafe. Aku sengaja mengajak Tasya ke cafe yang sama seperti di foto yang ditunjukkan oleh Ara.
Beberapa menit kemudian, kita berdua telah sampai karena jarak antara salon dan cafenya tidak terlalu jauh. Setelah itu kita tak lupa memesan makanan dan minuman.
"Sebelumnya lo pernah ke cafe ini gak?"
"Bukan pernah lagi, tapi gue sering ke cafe ini," jelas Tasya.
"Ini cafe yang sering gue dan Raka datangi loh."
"Serius? gue baru tahu loh kalau kalian sering kesini."
Aku bingung harus mengatakannya sekarang atau nanti. Karena jika aku bertanya sekarang, aku takut kalau Tasya kesal karena aku menuduh Tasya selingkuh dengan Raka. Tetapi jika tidak bertanya, nantinya aku akan semakin penasaran.
"Ngomong-ngomong lo pernah ketemu Raka gak disini?"
Tasya terdiam sejenak. "Gak. Gue gak pernah ketemu sama Raka."
Seketika aku terdiam karena ternyata sahabatku berbohong. Aku tak menyangka bahwa ternyata dugaan Jevan dan Ara benar terkait kedekatan Raka dan Tasya.
"Sya, menurut lo Raka orangnya kayak gimana?"
"Kok lo tanya gue," heran Tasya.
"Ya gue pingin tahu aja pendapat dari lo tentang Raka."
"Menurut gue, Raka itu baik banget. Bahkan dia sering menolong gue disaat gue butuh bantuannya."
Hatiku terasa sakit saat mendengar penjelasan Tasya, karena aku baru tahu jika Tasya sering meminta bantuan kepada pacarku. Bukannya tidak boleh, hanya saja aku merasa cemburu.
"Lo suka ya sama Raka?"
"Enggak kok. Raka bukan tipe cowok gue."
"Terus tipe cowok lo kayak gimana?"
Tasya terdiam sejenak. "Kayak Jevan."
Aku tertawa sarkas, karena Tasya masih bisa berbohong dengan mengaku bahwa Jevan adalah tipe cowoknya. Padahal sudah jelas jika Tasya menyukai Raka.
"Lo kenapa ketawa?" bingung Tasya.
"Soalnya gue gak menyangka kalau Jevan itu tipe ideal lo."
"Dia tipe ideal gue. Karena dia itu tinggi dan hitam manis."
Rasanya aku ingin sekali langsung mengatakan hal yang ada di pikiranku saat ini. Namun karena Tasya tidak mengakui Raka sebagai tipe idealnya, jadi aku akan mengikuti permainan Tasya.
Jelas aku sangat sakit hati. Tetapi karena Tasya dan Raka sering berbuat baik kepadaku, jadi aku akan diam saja hingga kedua orang itu tertangkap basah olehku.
Trining! Trining!
Ponselku berdering dan otomatis aku menjawab panggilan telepon tersebut.
"Hallo, sayang."
"Udah pulang belum?"
"Belum. Soalnya setelah dari salon, aku sama Tasya pergi ke cafe dulu."
"Mau aku jemput gak? soalnya sekarang aku juga lagi diluar."
Kupikir Raka langsung ke rumah setelah pulang sekolah, tetapi kenyataannya tidak. Entah sedang berada dimana dia, tetapi aku merasa bahwa saat ini Raka sedang bersama perempuan.
Melihat foto tadi yang ditunjukkan Ara membuatku merasa kalau Raka bukan hanya selingkuh dengan Tasya, melainkan Raka selingkuh juga dengan perempuan lain.
"Ka, aku boleh video call gak?"
"Kenapa mau video call tiba-tiba? apa kamu menuduh aku sama cewek lain ya?"
"Enggak kok. Aku cuma kangen aja sama kamu."
"Masa kangen, padahal kan setiap hari ketemu."
Raka mengalihkan teleponnya menjadi video call agar membuktikan bahwa dirinya tidak bersama seorang perempuan.
"Katanya kangen tapi kok diam aja," heran Raka, padahal dirinya sudah mengalihkan teleponnya ke video call.
"Coba arahkan kameranya ke sekitar!"
Raka menuruti perkataan Jena. "Udah puas?"
"Ya udah cepat ke cafe Mawar. Sekalian kita makan bareng." Setelah berkata seperti itu, Jena langsung mematikan panggilan video call nya.
Aku ijin pergi kepada Tasya untuk pergi memesan makanan dan minuman untuk Raka. Setelah selesai memesan, Jena kembali lagi menghampiri Tasya.
Skip
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Raka datang menghampiri Jena dan Tasya. Sebelum duduk di kursinya, Raka mengelus rambut Jena.
"Kenapa makanannya belum dimakan?" heran Raka.
"Soalnya kita berdua menunggu kamu."
"Maaf ya, aku jadi gak enak," kata Raka.
"Iya, gak apa-apa," ujar Tasya sambil tersenyum.
Aku menatap kearah Tasya. Aku berpikir bahwa akting Tasya sangatlah buruk. Dari tingkahnya yang seperti itu menunjukkan bahwa Tasya sedang mencari perhatian kepada Raka dengan cara tersenyum manis.
"Sya, boleh tolong foto gue sama Raka gak? soalnya gue mau posting ke instagram."
"Gak mau! gue mau makan," tolak Tasya sambil menikmati makanannya.
"Menyebalkan!"
Raka tertawa kecil mendengar kekesalan pacarnya dan akhirnya Raka segera memotret Jena supaya pacarnya itu tidak kesal.
"Kok difoto."
"Tadi katanya mau difoto," heran Raka.
"Aku mau fotonya sama kamu."
"Ya udah ayo foto berdua." Raka mendekatkan kursinya agar bisa berfoto bersama dengan Jena.
Aku menggenggam tangan Raka dan mataku melirik kearah Tasya seolah-olah memberitahu bahwa Raka adalah milikku.
Aku ingin membuktikan kepada Tasya kalau Raka hanya mencintaiku. Karena hanya itu yang bisa aku lakukan untuk membuat Tasya merasa iri.
"Bisa gak jangan romantis didepan gue?" tanya Tasya.
"Gak bisa, gimana dong?" ledek Jena.
Raka merangkul pinggang Jena dan mengecup pipi Jena. "Iri ya, Sya?"
"Enggak! siapa juga yang iri," kata Tasya.
Aku hanya mematung karena terkejut sebab tiba-tiba Raka mencium pipiku. Selain itu, aku juga kebingungan karena untuk apa Raka menunjukkan keromantisan didepan selingkuhannya.
Aku jadi bimbang, apakah Raka hanya berpura-pura atau bisa jadi Raka dan Tasya sebenarnya memang tidak ada hubungan.
"Kamu kenapa? kok kayak kebingungan gitu?" heran Raka.
"Gak kenapa-napa kok."
...****...
Sehabis dari cafe, Raka mengantarku pulang. Namun karena aku ingin membeli kue untuk diriku dan Mamahnya Raka, jadi aku dan Raka mampir ke toko kue terlebih dahulu.
Sesudah membeli kue, Jena kembali menghampiri Raka. "Aku juga beli kue untuk Mamah kamu."
"Gak usah, Jen. Aku jadi gak enak sama kamu. Masa kamu terus yang bayar."
"Ya gak apa-apa."
"Dengan kamu kayak gitu, harga diri aku merasa direndahkan."
Aku terdiam setelah mendengar perkataan Raka. Padahal sebenarnya aku ikhlas memberikan apapun untuk Raka.
"Aku minta maaf. Aku gak bermaksud menghina atau merendahkan kamu."
"Kalau gitu mulai sekarang kamu harus janji agar kamu gak belikan apapun lagi untuk aku."
"Iya, aku janji."
"Ya udah cepat naik!" perintah Raka, lalu aku segera naik ke motor Raka.
Sepanjang perjalanan, aku merasa bersalah karena aku berpikir tidak apa-apa jika diriku membelikan sesuatu untuk Raka. Namun kenyataanya, Raka justru membenci jika aku terus memberikan sesuatu kepada Raka.
"Kamu marah sama aku ya?" tanya Raka memastikan, sebab ia merasa perkataannya tadi membuat Jena merasa sakit hati.
"Bukannya kamu ya yang marah sama aku?"
"Aku gak marah. Cuma aku merasa gak enak aja sama kamu," jelas Raka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments