Wanita itu Luna

Wanita itu berjalan semakin mendekat hingga mereka saling berhadapan. Pandangannya hampir tak pernah lepas dari Rivan. Membuat Risma semakin penasaran. 

“Maaf kalau aku mengganggu kalian,” ujarnya. Matanya melirik tas belanja Risma. Wanita itu seperti menahan gejolak di dalam dirinya. Namun, dengan pandai menutupinya dengan senyuman. 

“Ada apa?” tanya Rivan dingin. 

“Aku sedang berjalan-jalan dan tanpa sengaja melihatmu,” jawab wanita itu dan kembali tersenyum. 

“Apa kau tidak berencana memperkenalkan ku padanya?” wanita itu beralih melihat Risma yang sedari tadi hanya diam seperti orang bodoh. Rivan mendengus, terlihat sangat terusik dengan kehadiran wanita itu. 

“Kalian bisa berkenalan sendiri,” acuh Rivan. 

“Halo, aku Aluna Putri Bianca. Panggil saja Luna.” Luna mengulurkan tangannya dan disambut oleh Risma. 

“Aku Risma,” jawab gadis itu singkat. 

“Jika sudah tidak ada lagi, kami akan pergi.”

“Tunggu!” Luna menahan lengan Rivan. Terlihat ekspresi tidak suka di wajah laki-laki itu. 

Risma yang merasa jika ini adalah kesempatan yang bagus untuk melarikan diri segera mengambil kesempatan. 

“Sepertinya kalian butuh waktu untuk bicara berdua.” Risma tidak memperdulikan tatapan menusuk laki-laki di sampingnya. Yang jelasnya dia harus segera pergi. “Kalian mengobrol lah. Aku permisi dulu.” Risma melesat dengan cepat. Pandangan menusuk Rivan mengantar kepergian gadis itu.

 Tunggu saja dia akan membuat perhitungan dengan gadis itu. Bisa-bisanya dia meninggalkannya begitu saja. Pandangannya kembali ke arah wanita di depannya. Dilepaskannya tangan Luna dari lengannya. 

“Apa yang ingin kau bicarakan? Jika hanya omong kosong maka urungkan saja niatmu.” tegas Rivan. Senyum kecut terukir di bibir Luna. 

“Tidak bisakah kau berhenti bersikap sinis padaku, Rivan?” pinta gadis itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

 Melihat itu Rivan menghela nafas pelan. Wanita ini selalu saja begitu. Memanfaatkan air matanya untuk mendapat simpati. Jika Rivan tidak mengingat jasa Ayahnya, sudah pasti Rivan mengusirnya saat ini juga. Rivan tidak buta untuk melihat, jika wanita ini menaruh hati padanya. Hanya saja Rivan tidak peduli. Dia membiarkan saja wanita itu berkeliaran di sekitarnya. Selagi itu tidak mengusiknya. 

Rivan mengajak wanita itu mengobrol di sebuah cafetaria, masih di dalam mall yang sama. Rivan menatap wanita itu yang tanpa sadar membuatnya tersipu malu. 

“Siapa gadis tadi? Sepertinya dia membeli gaun pengantin?” tanya Luna membuka suara. Rivan memang belum mengumumkan secara resmi pernikahannya. Mengingat ini sebuah perjodohan yang  hampir dia tolak.

“Dia calon istriku.” jawab Rivan masih tanpa ekspresi. 

Sebisa mungkin Luna menahan untuk tidak menggebrak meja. Tangannya yang bersembunyi di bawah meja kini terkepal dengan kuat hingga kuku jarinya memutih. Hatinya begitu sakit mendengar laki-laki pujaannya akan melabuh kasih di pelaminan dengan perempuan lain. Sudah sangat lama Luna menyukai laki-laki itu. Dia bahkan mempercepat proses perceraian nya agar bisa mendekatinya dengan mudah. Tetapi, mengapa dia bisa kalah oleh gadis ingusan itu. 

“Oh benarkah? Kalau begitu selamat yah!” kata Luna dengan suara yang sedikit bergetar.

“Terima kasih.” 

“Kapan pernikahannya berlangsung?”

“Minggu depan. Undangannya akan diantar langsung ke rumah mu.”

Rivan melirik cup minuman yang sedari tadi dia acuhkan. Pikirannya langsung teringat pada gadis itu. Entah dimana dia sekarang. Alangkah baiknya dia segera pulang daripada keluyuran. Kalau saja terjadi sesuatu pada gadis itu, pasti dia yang akan disalahkan. Rivan tidak bisa tenang sebelum dia tahu keberadaan gadis itu. 

“Sepertinya obrolan kita sampai di sini saja. Aku takut kekasihku terlalu lama menunggu. Permisi.” Rivan beranjak dari duduknya lantas pergi meninggalkan Luna yang tidak bergeming. Bibir wanita itu bergetar menahan amarah yang bergejolak di dadanya. Kepalan tangannya terlepas, kukunya yang panjang dan tajam meninggalkan bekas yang cukup dalam di sana

****

Risma berjalan dengan santai sembari menikmati minuman cup nya. Dia berhasil melarikan diri dari laki-laki gila itu. Biarkan saja dia dengan wanita bernama Luna itu. Toh sepertinya dia sangat saling mengenal. Risma berhenti di halte untuk memesan ojek online. Tepat sebelum Risma menekan menu cari, suara klakson mengejutkannya. Dia mendongak, sebuah mobil merah berhenti tepat di depan halte. Mobil itu tentu saja Risma tahu siapa pemiliknya. Senyumnya merekah. Dengan cepat gadis itu berjalan dan masuk ke dalam mobil.

“Oh, Yuli ku sayang. Kamu datang di saat yang tepat.” Risma langsung mengenakan sabuk pengaman dengan senang. Paling tidak hari ini uangnya bisa aman. Mobil melaju dan berbaur dengan kendaraan lainnya.

“Dari mana kau? Belanja?” tanya Yuli saat melihat sahabatnya membawa tas belanja.

“Iya begitulah.”

“Apa yang kau beli?”

“Gaun pengantin.”

Plak

“Astaga, Risma!” bentak Yuli saat kepalanya di geplak oleh Risma.

“Makanya berhenti memasang ekspresi bodoh mu itu,” sungut Risma yang memang kesal melihat ekspresi Yuli yang terlihat bodoh di matanya.

“Jadi, kapan nih kamu resmi jadi Nyonya Rivanda.” Yuli menaik turunkan alisnya menggoda sahabatnya. Risma memutar bola matanya malas. Ekspresi bodoh itu lagi.

“Minggu depan tanggal 12.” jawabnya dengan enggan.

“Wah kalau begitu aku harus mempersiapkan gaun dari sekarang.” ujar Yuli tampak semangat.

“Kelihatannya kamu bahagia sekali yah,” sindir Risma.

“Tentu saja. Sahabatku akan menikah.” sahutnya tanpa rasa bersalah.

Risma memegangi kepalanya yang mendadak berat. Dia sudah tidak menghiraukan lagi Yuli yang sibuk dengan dunianya sendiri.

Beberapa saat pun mereka sampai di rumah Risma. Saat masuk keduanya memberi salam yang disambut serentak oleh Kakek, Ayah dan Ibu Risma.

“Randi mana?” tanya Risma ketika tidak melihat keberadaan adiknya.

“Masih di tempat futsal. Mungkin jam tujuh baru pulang,” jelas Ibunya sedangkan Risma hanya manggut-manggut saja.

“Yuli duduklah. Tante lagi masak opor ayam. Kamu makan di sini yah,” pinta Ibu Risma mengelus sayang kepala Yuli. Melihat itu Risma memberengut.

“Kalau Yuli pasti Ibu sangat manis dan baik, sementara aku selalu dikasari,” sungutnya. Gadis itu menaiki tangga dengan menghentakkan kakinya.

“Aduh-aduh, coba lihat sikap itu. Entah dari mana dia mendapatkannya,” omel Ibu Risma melihat kelakuan putri sulungnya.

“Jangan mengomeli cucu ku seperti itu,” tegur Kakek.

“Ayah selalu saja membelanya.”

“Tentu saja. Dia cucuku!”

“Sudahlah, Tante, Kakek. Mungkin Risma lagi capek makanya sensitif begitu.” Yuli mengelus lengan Ibu Risma berusaha menenangkannya. Yuli sangat paham jika Ibu sudah marah pasti akan meledak-ledak. Dari situlah Yuli tahu sifat Risma yang itu menurun dari siapa.

“Yuli memang selalu pengertian. Sebentar, Tante bawakan opor ayam.” Ibu Risma dengan semangat melayani Yuli.

Yuli berinisiatif membawa makanan ke kamar Risma. Dia berniat makan bersama sahabatnya itu. Tanpa mengetuk lebih dulu, gadis itu langsung saja membuka pintu.

“Aku datang teman baikku.” Yuli segera meletakkan dua piring di tangannya ke atas karpet bulu.

“Aku tidak lapar.” Rima menatap enggan piring yang berisi opor ayam itu.

“Setidaknya hargai perjuangan ku naik tangga!” kesal Yuli.

“Terima kasih ya, Yuli sayang, tapi aku memang tidak lapar.” Risma kembali sibuk dengan game nya, sementara Yuli hanya bisa menggeleng pasrah.

Yuli mulai menyantap makanannya dengan nikmat sambil membuka instagram. Sedang serius membaca berita, tiba-tiba ada satu artikel yang sukses membuatnya terkejut. Bahkan, dia sampai tersedak kuah opor ayam.

Risma yang melihat itu segera menyodorkan botol airnya. Yuli meminumnya dengan rakus. Nafasnya memburu mencoba menetralkan batuknya. Setelah merasa lebih baik, dia segera menyodorkan ponselnya pada Risma, sedangkan Risma hanya menerimanya dengan perasaan heran.

“Apa!” teriak Risma setelah membaca artikel yang sama.

Sekarang dia mengerti mengapa Yuli sampai tersedak tadi. Di artikel itu tertulis, bahwa cucu satu-satunya CEO G&K COMPANY yang terkenal dingin dan susah disentuh wanita, justru akan segera menikahi kekasihnya. Tertulis juga, jika laki-laki itu sempat di kabarkan dekat dengan putri bungsu SLT Galery, perusahaan galery ternama di kota. Di bawah artikel itu pula, terpampang jelas foto si Cucu yang mereka maksud. Tentu saja Risma sangat mengenalnya.

Jujur saja, selama ini dia memang tidak bertanya apapun mengenai laki-laki itu. Sebab, dia mengira laki-laki itu hanya orang biasa dengan harta yang banyak. Tidak pernah terbesit di benaknya, jika laki-laki itu ternyata orang yang paling berpengaruh di kota, bahkan di negara ini.

“Aku harus senang atau sedih sekarang?” Risma meraup wajahnya dengan kasar.

“Tentu saja kamu harus senang, Rivan jauh lebih baik daripada Dimas dari segi manapun itu!” cerca Yuli gemas. Merasa tak habis pikir dengan Risma yang masih ragu memilih antara Dimas dan Rivan.

“Apa begitu?” cicit Risma.

“Tentu saja!” geram Yuli. “Lagian cintamu itu cinta tak terbalas. Lantas apa yang kau harapkan?” sambung Yuli meyakinkan temannya.

“Entahlah. Mungkin aku butuh waktu untuk berfikir.” Risma menyandarkan punggungnya ke kasur. Kepalanya mendadak pusing.

“Terserah kau saja!” ucap Yuli pasrah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!