Di lain waktu, terlihat dua gadis dengan ekspresi yang berbeda tengah duduk saling berhadapan. Satu bermuka kesal, sementara yang satunya masih terus tertawa.
“Hahaha. Astaga, Risma!” Risma mendelik pada sahabatnya yang masih setia menertawakannya.
“Berhenti gak, Yul? Ku lempar lalapan kau!” kesal Risma.
“Eh, kok ngamuk.” Yuli mengusap air matanya yang menggenang di sudut matanya. Gadis itu sampai tidak sadar berapa menit dia menertawakan kisah singkat sahabatnya.
“Lagian si Dimas kenapa munculnya gak pas banget waktunya,” gerutu Risma.
“Jangan menyalahkan orang lain. Nasib mu saja yang sial,” kekeh Yuli melihat raut kesal sahabatnya.“Terus si Rivan gimana? Sudah dibalas belum?” imbuh Yuli lagi. Risma hanya mengangkat bahunya acuh.
“Tapi harapanku sih semoga saja ini berhasil. Aku belum siap menikah.” Risma menghela nafas panjang mengingat tentang perjodohannya.
Baginya semua ini sangat mendadak. Keluarga, bahkan tidak mendiskusikan hal ini dengannya. Padahal ini menyangkut dengan masa depannya. Wajahnya mendadak muram saat mengingat siapa yang telah mengatur semua ini.
“Jika bukan karena kakek, aku tidak akan datang.” Risma menggigit paha ayamnya dengan kasar. Yuli sangat bersimpati pada sahabatnya.
“Setidaknya hari ini kau sudah menjadi cucu yang berbakti.” Yuli menepuk pelan bahu temannya. Turut bersimpati.
****
Rivan dan Jun telah sampai di perusahaan. Rivan merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang. Dikeluarkannya ponsel dari dalam saku jasnya lalu menghubungi seseorang.
Rivan
Halo, Kakek.
Kakek
Nah. Apa ada kabar baik?
Rivan
Aku menerima perjodohan ini.
“Argh!” Rivan bangun dari tidurnya saat mendengar suara erangan dari samping. Ternyata itu adalah Jun. Laki-laki itu memegangi hidungnya yang tertimpa tablet.
Kakek
Suara siapa itu?
Rivan
Jun, hidungnya kejatuhan tablet.
“Kau serius?!” tanya Jun kaget masih sambil meringis.
“Kapan aku bercanda,” balas Rivan cuek.
Kakek
Hahaha, bagus itu. Aku akan langsung menghubungi keluarga Tama sekarang.
Sambungan terputus. Jun kembali bertanya untuk memastikan. Dia perlu penjelasan lebih lanjut.
“Maksudku begini. Apa kau sudah memikirkannya dengan matang?” tanya Jun lebih serius. Rivan mengangguk sebagai jawaban. “Alasannya?” sambungnya lagi masih penasaran.
“Dia menarik,” jawab Rivan yang meninggalkan banyak pertanyaan untuk Jun.
****
Risma baru saja membuka pintu rumah. Dia terkejut saat anggota keluarganya berteriak surprise dengan heboh.
"Ulang tahun ku kan sudah lewat," ucapnya heran.
"Selamat atas perjodohan mu lah," celetuk sang Adik membuat Risma mengernyit heran.
"Ha? Maksudnya?" beo Risma yang berusaha memahami keadaan. Bukan kah kencannya tadi tidak berjalan lancar. Sepertinya ada yang salah,pikir Risma.
"Rivan akan menikahimu, Risma."
Ucapan sang kakek bagai petir di siang bolong. Otak Risma seakan berhenti berfungsi untuk sesaat. Dia benar-benar terkejut. Usahanya membuat pria itu ilfil ternyata tidak berhasil. Sampai-sampai dia rela menahan malu. Imagenya, bahkan hancur sebagai seorang wanita. Sebenarnya apa yang dipikirkan pria itu hingga mau menikahinya. Seharusnya, dia menolak dijodohkan setelah melihat tingkahnya yang sangat memalukan itu.
Dengan langkah gontai gadis itu menaiki anak tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Dia merosot ke bawah setelah menutup pintu.
“Wah, bisa gila aku,” gumamnya frustasi.
Risma hendak menghubungi Yuli untuk bercerita. Namun, sebuah panggilan masuk dari nomor baru menghentikan aksinya. Kepalanya miring ke kanan mencoba menebak siapa pemilik nomor ini. Rasanya dia pernah melihat nomor ini. Akhirnya dia menjawab panggilan itu untuk meredakan rasa penasarannya. Sebuah suara berat sedikit basah menyapa indera pendengarannya. Suara yang familiar, seakan pernah mendengarnya di suatu tempat. Namun, ucapan selanjutnya membuat Risma seakan tertimpa balok besar.
Rivan
Saya, Rivan.
Terkejut? Tentu saja Risma terkejut. Baru saja dia memikirkannya. Secara kebetulan laki-laki itu yang menelponnya. Tuhan sedang bercanda yah? batinnya menangis. Dia menepuk jidatnya pelan setelah mengingat mereka sempat bertukar kartu nama.
Rivan
Kamu masih di sana, Risma?
Risma
Ha? Oh, iya. Ada perlu apa yah?
Rivan
Saya yakin, kamu sudah mendengarnya dari keluarga mu. Untuk itu, besok kita ketemu lagi untuk membahas tanggal pernikahan.
Risma tersedak ludahnya sendiri. Matanya melotot seperti ingin keluar. Laki-laki ini sungguh gila. Dia bahkan tidak menyetujui perjodohan ini. Lantas, apa katanya tadi? Tanggal pernikahan? Oh ****. Itu tidak akan pernah terjadi.
Risma
Aku gak mau nikah sama kamu.
Rivan
Bukan kamu yang harus menentukan.
Mulut Risma otomatis menganga mendengarnya. Laki-laki ini berhasil membuatnya gondok hingga ke ubun-ubun. Semuanya harus diluruskan sebelum semakin rumit.
Risma
Maksud kamu apa? Hak saya dong mau menikah atau tidak.
Rivan
Besok jam tiga sore saya jemput. Selamat malam.
Sambungan terputus secara sepihak. Risma untuk kesekian kalinya dibuat tercengang. Gadis itu melempar ponselnya ke atas kasur lantas menjerit kesal. Nafasnya tak beraturan karena emosi yang membuncah. Seharusnya dia yang membuat laki-laki itu kesal, jika perlu sampai darahnya mendidih sekalian. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Risma mengutuk, memaki laki-laki itu dengan sejuta kata yang sangat tidak ramah di telinga.
“Awas saja kamu, Rivan.” geram Risma meremas kuat ujung bajunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments