“Apa kakek bisa masuk?” suara dari balik pintu terdengar. Dengan segera Risma berjalan cepat untuk membuka pintu. Di sana sang Kakek berdiri dengan senyum khasnya. Risma segera menuntun kakeknya untuk masuk. Keduanya duduk saling berhadapan di atas kasur.
Kakek menggenggam tangan Risma dan menatap hangat cucunya. Dalam hati kakeknya merasa bersalah karena menjodohkan Risma tanpa sepengetahuannya. Dia yakin, jika cucunya ini pasti membencinya. Hanya saja semua yang dia lakukan untuk kebaikan cucu tercintanya.
“Maafkan, Kakek yah,” ucapnya dengan suara bergetar. Risma mendadak sedih melihat kakeknya sampai harus meminta maaf padanya.
“Kenapa kakek minta maaf? Memangnya kakek salah apa sama, Risma?” mata Risma mulai berkaca-kaca. Tidak akan bisa menahan perasaannya, jika sudah menyangkut sang Kakek.
“Kau pasti membenci Kakek kan? Karena sudah menjodohkan mu tanpa bertanya lebih dulu.” Risma menggeleng pelan. Air matanya mulai berjatuhan. Apa yang kakeknya pikirkan hingga bisa menarik kesimpulan begitu.
Sama sekali tidak pernah terlintas di benaknya untuk membenci sang Kakek. Kecewa sudah past. Namun, dia akan belajar ikhlas untuk menerimanya demi sang Kakek. Walaupun nantinya dia akan bercerai dengan Rivan. Setidaknya dia sudah mengabulkan permintaan kakeknya untuk menikahi laki-laki itu.
"Dulu kakek pernah menyelamatkan Mulyono, sejak saat itu kami berteman baik. Tidak ku sangka dia akan datang pada kakek, dan meminta mu menjadi istri Rivan. Kakek tidak segan menerimanya, karena kakek percaya, jika Mulyono orangnya. Kakek percaya, kamu akan bahagia jika bersamanya. Terima kasih, karena sudah menerima perjodohan ini." Air mata Risma mengalir deras. Begitu indah persahabatan mereka hingga di hari tua.
“Aku tidak pernah membenci kakek, jadi kakek jangan berpikiran aneh-aneh. Risma ikhlas menerima perjodohan ini. Maka dari itu, aku ingin kakek selalu bersama Risma.” Risma membalas genggaman kakeknya lebih erat. Melihat senyuman tulus dan hangat kakeknya membuat hati Risma terenyuh. Dalam hati Risma berharap agar sang Kakek terus diberikan kesehatan oleh yang kuasa. Sehingga dia bisa bersama dengannya lebih lama.
****
Rivan memandangi sebuah lonceng bambu kecil yang tergantung di tengah jendela. Senyum kecil tersungging di bibirnya ketika mengingat siapa pemilik jendela kamar itu. Sudah 10 menit dia di sana, menunggu sang pemilik jendela keluar. Sesuai janji mereka semalam. Seseorang yang ditunggu pun keluar. Salah satu alisnya terangkat begitu menyadari ekspresi si Gadis terlihat kesal. Entah mengapa sejak pertemuan mereka kemarin membuatnya langsung tertarik. Gadis itu seakan-akan punya daya tariknya sendiri.
“Ayo jalani” ketus Risma begitu dia memasuki mobil. Mendengar itu Rivan bukannya marah. Laki-laki itu justru menganggukkan kepala dengan senyum tertahan. Benarkan? Apapun yang gadis itu lakukan pasti menarik perhatiannya.
Risma benar-benar gondok sekarang. Baginya ini adalah sore yang sangat buruk sepanjang hidupnya. Merusak citranya sebagai penyuka senja garis keras. Mobil yang mereka tumpangi melesat di antara kendaraan lainnya. Hawa hujan yang masih tersisa membuat udara terasa segar. Risma menurunkan kaca jendela guna menikmati semilir angin yang lembut menyapa kulit wajah.
Sejenak gadis itu mencoba melupakan kekesalannya dan menikmati suasana yang ada. Sangat jarang ibu kota sejuk seperti ini. Biasanya sangat panas dan pengap akibat polusi kendaraan. Belum lagi suara klakson yang nyaring memekakkan telinga. Tanpa sadar Risma menghela napas. Rivan tentu bisa mendengarnya.
“Kalau kamu mengantuk tidur saja.”
“Tidak.”
Begitulah percakapan singkat itu berakhir. Risma begitu malas meladeni laki-laki gila di sampingnya. Cukup semalam dia di buat gondok setengah mati. Diam-diam Risma memikirkan cara untuk melarikan diri. Dia belum siap menikah. Risma jadi teringat ucapan Yuli tempo hari.
“Setelah menikah nanti, buat dia merasa tidak nyaman. Buat dia capek sama kelakuan kamu. Buat dia marah terus tiap hari sampai darah tingginya naik.” Yuli menjelaskan dengan menggebu-gebu. “Kamu kan ahli banget bikin orang emosi. Saat dia sudah capek. Otomatis dia akan menceraikan kamu dengan sendirinya.” Yuli menyeringai di akhir kalimatnya.
“Risma!”
Risma tersentak dari lamunannya. Gadis itu sampai tidak sadar jika Rivan sedari tadi memanggilnya. Mencoba bersikap biasa saja, gadis itu berdehem sekali.
“Kenapa?”
“Kita sudah sampai.”
Risma mengalihkan pandangannya keluar jendela. Benar saja, mobil mereka sudah berada di depan anak tangga menuju pintu utama. Risma yang tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya tanpa sadar berdecak kagum. Baginya ini seperti mansion daripada rumah. Risma menoleh saat mendengar pintu di sampingnya terbuka. Dia menyusul Rivan yang kini telah berjalan menaiki anak tangga.
“Rumah siapa ini?” tanya Risma begitu mereka memasuki ruang tamu.
“Rumah saya. Hari ini aku akan mempertemukan mu dengan kakek sambil membahas tanggal pernikahan,” jelas Rivan sambil terus berjalan memasuki rumah lebih dalam. Rivan diam-diam menyunggingkan senyum.
Awalnya dia berencana mengajak gadis itu berbicara di luar saja. Namun, saat melihat gelagat aneh dan gadis itu mendadak diam. Dia sudah tahu. Diamnya gadis itu pertanda kurang baik. Pasti dia akan bertingkah abnormal seperti saat pertemuan pertama mereka. Maka berakhirlah mereka di sini.
Sementara Risma kini terkejut setengah mati mendengar jawaban Rivan. Laki-laki ini sungguh seenaknya. Dia bahkan tidak melakukan persiapan apapun. Bahkan, rencana yang sudah dipersiapkan terpaksa harus gagal. Ingin rasanya Risma menghantam kepala laki-laki itu dengan sepatu hak nya.
“Wah. Coba lihat siapa ini yang datang!”
Seruan itu spontan membuat Risma melongokkan kepalanya dari balik bahu Rivan. Seorang laki-laki paruh baya terlihat berjalan menggunakan tongkat menghampiri mereka. Rivan meraih tangan sang kakek lalu diciumnya. Melihat itu Risma juga melakukannya.
Ternyata ini kakek Mulyono, batin Risma.
“Yah, memang cantik cucu menantuku ini.” Mulyono menepuk pelan punggung tangan Risma. Gadis itu hanya tersenyum canggung. Siapapun tolong bawa dia pergi dari sini. “Tama sudah menghubungiku. Terima kasih sudah mau menerima perjodohan ini,” ucapnya tulus.
Risma lagi tersenyum. Anggap saja sebagai hadiah untuk menyenangkan sang kakek. Namun, rencana awal tetap berjalan. Sesuai arahan Yuli tentunya.
“Mari kita duduk sambil berbincang.” Mulyono berjalan lebih dulu diikuti oleh mereka berdua di belakangnya.
Risma duduk dengan canggung. Setidaknya Rivan memberitahunya agar dia bisa mempersiapkan bingkisan atau apalah itu. Kalau sudah begini Risma kan jadi malu. Seorang pelayan membawakan beberapa cemilan dan minuman. Mulyono mempersilahkan untuk menikmati hidangan.
“Sebelumnya kami para orang tua sudah menentukan tanggalnya. Kami sepakat mempercepatnya minggu depan," ujar Mulyono membuat Rima tersedak teh. Dengan cepat Rivan menepuk pelan punggung gadis itu.
“Apa kamu tidak apa-apa?” tanya Mulyono merasa tidak enak.
“Saya tidak apa-apa. Hanya sedikit terkejut,” jawab Risma sambil tertawa canggung. Jujur saja saat ini hatinya sedang menjerit. Sangat tidak menyangka jika pernikahannya dilaksanakan secepat itu. Mengapa kakek dan cucu ini sangat tidak sabaran, pikirnya. Keluarganya juga main setuju saja. Dia kan butuh penyesuaian.
“Berhubung pernikahannya semakin dekat. Maka saya sudah menyiapkan toko untuk kalian fitting baju,” jelas Mulyono dengan semangat.
Belum reda rasa terkejutnya. Risma lagi-lagi dibuat melongo dengan penjelasan Mulyono. Risma menoleh ke arah Rivan yang hanya memasang wajah tanpa ekspresi. Gadis itu hanya bisa tertawa hambar.
Sungguh malang sekali nasibmu, Risma. batinnya menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
〤twinkle゛
Gak bisa berhenti baca deh! 🔥
2023-09-03
0