" Bwahahahaha.... asli ngakak banget! Ahahaha....."
Malam harinya Naomi berkunjung ke klinik obgyn milik Erick, teman sehidup sebobroknya.
Dan di kesempatan itulah Naomi curhat tentang kejadian siang tadi.
"Jadi loe di katain mirip kuli proyek gara-gara pake jumpsuit? Asli ngakak banget sumpah! Hahaha..."
Eric mengulang-ulang pembahasan itu, dan membuat Naomi menyesal karena curhat pada temannya yang gak ada akhlak itu.
" Udah Rik, garing tau!"
"Oh iya, hasil lab-nya lupa di bawa,"
Kata Eric tiba-tiba saat tertawa lepas, dan Naomi kadang heran dengan perubahan sikap Eric yang tiba-tiba itu.
"Selamat Bu Naomi, anda akan segera menjadi ibu", ejek Eric sambil memberikan file berisi hasil tes darah yang di lakukan Naomi di awal pertemuan itu.
"Loe udah tau hamil tapi masih aja di tes, kebanyakan duit apa gabut?"
Eric merebahkan tubuhnya di sofa ruang istirahatnya, sementara Naomi memeriksa file itu.
Mereka memang sengaja bertemu saat waktu malam ketika klinik sudah tutup.
Perlu kalian tahu, Eric adalah teman Naomi yang bekerja di bidang kedokteran, dan mengambil spesialisasi obgyn atau biasa kita sebut kebidanan.
Entah karena memang cerdas dalam hal itu, atau karena bermodalkan otak m*sumnya yang membuat karir Eric berkembang pesat; hingga membuatnya bisa membuka prakteknya sendiri dan membangun klinik.
Naomi dan Eric mulai berteman baik saat mereka duduk di bangku SMP, dimana mereka jadi klop karena waktu itu sama-sama ketahuan merokok di dalam kamar mandi.
Dan percayalah, tidak ada sedikitpun filter di dalam pertemanan mereka.
Naomi merokok, main motor, minum alkohol, bahkan sering melakukan one night stand dengan banyak pria, semua itu Eric tahu, dan bukan hanya sekedar tahu, tapi bisa di bilang hanya dia yang paling tahu baik-buruk, luar-dalam Naomi.
Begitupun Naomi, dia juga paham betul dengan sikap Eric yang sebejat itu jika bertemu dengan istri orang.
Entah sudah berapa kali wajahnya babak belur dipukuli oleh para suami yang memergokinya sedang bersama istri-istri mereka.
Dan karena perbedaan selera itulah yang anehnya membuat mereka tidak bisa lebih dekat dari sekedar 'teman'.
"Berapa usia kehamilan gue?" Tanya Naomi sambil ikut merebahkan diri di ranjang pasien.
"Sekitar dua bulan satu Minggu-anlah, kan terakhir kali loe haid dua bulan yang lalu", jawab Eric santai, sekarang dia mulai mencomot martabak yang Naomi bawa tadi.
"Trus, loe mau gimana sekarang, Nom?"
Naomi yang sekarang sudah setengah tertidur menjawab asal, "ayo kita cari orang yang bisa jadi ayah dari anak ini."
Eric memperhatikan temannya yang malang itu dengan tatapan sendu, Eric tahu persis apa yang menyebabkan Naomi menjadi seperti ini. Banyak orang yang menentang keras sikap Naomi, bahkan tak jarang juga yang menghina, 'perempuan nakal', 'anaknya psikopat', dan masih banyak lagi. Julukan Naomi yang entah kenapa sudah mendarah daging dan susah untuk hilang darinya. Eric bukanlah teman yang baik karena membiarkan Naomi dengan dunia gelapnya, tapi sungguh, Eric tidak punya pilihan lain. Sudah dikatakan di awal bahwa Eric adalah satu-satunya orang yang bisa mengerti Naomi, dan tentu saja hanya dia yang bisa menerima diri Naomi yang sekarang, disaat orang lain membencinya bahkan orang tua Naomi sendiri.
"Naomi, kalau aja kita bertemu dengan cara yang berbeda, apa loe mau melihat gue bukan hanya sekedar teman?"
Percaya atau tidak, Eric sudah lama memendam rasa cinta pada Naomi, dia adalah pria yang paling dekat dengannya, tentu saja dia tidak bisa tidak mencintai Naomi. Entah di kantor, di SMP, SMA, atau bahkan saat kuliah dulu, Naomi selalu bisa membuat setiap pria mengaguminya dan wanita iri padanya.
Dia cerdas, dia cantik, dia periang, dan dia selalu membawa kebahagiaan dimanapun dia berada. Naomi adalah tipe orang yang supel dan gampang bergaul, jaringan pertemanannya luas dan berkembang bahkan sampai ke ibu-ibu penjaga kantin sekalipun. Naomi memang tidak ramah, tapi dia selalu berkata terus terang dan 'terlalu jujur', tapi justru sifat inilah yang bisa membuat orang jadi menyukainya apa adanya.
Dan sifat Naomi itupun yang membuat Eric jadi menyukai Naomi sejak lama, tapi tak pernah bisa menyatakan langsung padanya, Eric takut jika Naomi menolak perasaannya, Eric akan kehilangan Naomi selama-lamanya bahkan walau hanya sebatas teman.
*****
Flashback ke salah satu hotel di LA, setelah menelpon Eric, Naomi menghubungi nomor seseorang.....
Naomi: hello, James. How U doin?
James: hi Naomi, wassap?
Naomi: I am in hotel now
James: oh, you wanna play with me again?
Naomi: What? No! ..... I am pregnant.
James: are you serious?
Naomi: i think so.
James: trus gimana?
Naomi: ya yang gue tau, ini benih loe James!
James: loe yakin?
Naomi: im sure with that, karena gue cuma berhubungan sama loe selama 2 bulan terakhir.
James: I dunno Naomi, loe bisa aja bohong tentang itu, dan kalo emang iya, gue harus apa?
Naomi: ya, you have to get responsible!
James: gila aja! Gue dah nikah...
Naomi: WTF!! Are U crazy?! Gimana mungkin loe nikah sekarang?!
James: iya, gue baru nikah 2 hari yg lalu sama Diana.
Naomi:Damn!
James: im sorry, Naomi.
Naomi: trus gue sekarang harus gimana?!
James: i don't know, just get some abortion.
Naomi: r U crazy? No, i cant! Gimana bisa loe bilang begitu, ini benih loe James, loe mau gue jadi pembunuh?
James: ya terserah loe deh, mau di gugurin atau mau loe lahirin itu anak, gue gak peduli. Urusan kita udah selesai, dan jangan minta tanggung jawab dari gue.
Naomi: I HATE YOU JAMES!!!
James: hate me as much as you want, but im sorry i cant, bye Naomi.
****!
Prang...
Naomi melampiaskan kekesalannya pada handphonenya yang tidak bersalah * RIP handphone.
Setelah malam hari itu, Naomi memikirkan banyak hal, tentang apa saja di antara banyaknya kemungkinan yang terjadi setelah dia hamil, apa dia harus berhenti bekerja? Atau dia akan menjadi ibu tunggal yang mengambil dua peran sekaligus? Apa dia harus membesarkan anak itu sendirian? Atau dia buang saja ke panti asuhan saat setelah anak itu lahir kelak?
Banyak kemungkinan yang akan terjadi, tapi satu hal yang pasti : hidup Naomi tidak akan sesimpel itu setelah ini....
Naomi bahkan selalu mengalami mimpi buruk tentang bayi, dan itu membuatnya depresi. Dia bahkan tidak bisa bangun walau hanya sekedar mengambil air. Dia mencoba menenangkan diri selama tujuh hari di hotel itu tanpa ada satupun orang yang tahu, bahkan Eric sekalipun.
Dan setelah berdamai dengan diri sendiri, Naomi mencoba bangkit dari tempat tidurnya dan membuat keputusan besar untuk kembali ke Indonesia dan menjalani rutinitasnya seperti biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments