"Arby!" Panggil Juli ketika Arby dan Zahfi melintasi koridor.
"Kamu mau apa lagi?" Tanya Zahfi datar.
"Aku ingin bicara dengan Arby, bukan denganmu!" Sahut Juli. Lagipula tadi yang dipanggilnya Arby, bukan si datar Zahfi.
"Aku rasa tidak ada yang perlu di bicarakan antara kita. Oh ya, dan satu hal lagi, jangan pernah mengganggu adikku lagi kalau kamu tidak mau berurusan dengan kami." Ucap Arby yang terdengar begitu dingin. Keduanya kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Juli yang terpaku di tempatnya.
"Kenapa Arby jadi dingin begitu?" Batin Juli.
"Sejak kapan kakakku ini bisa bicara dingin seperti itu?" Tanya Zahfi dengan nada meledek, karena ia hafal betul bagaimana karakter Arby.
"Kalau ada yang berani macam-macam dengan adikku masa iya aku harus diam saja?" Arby balik bertanya.
"Ya, ya. Tapi tetap saja Kak Arby tidak pantas bersikap seperti itu. Karena tidak sesuai dengan setingan wajah Kak Arby." Jawab Zahfi membuat Arby mendelik.
"Ya, hanya kamu yang pantas bersikap begitu. Karena wajahmu sudah antagonis sejak lahir." Timpal Arby.
"Antagonis? Hah, Kak Arby tidak tau saja kalau sebenarnya hatiku ini sangat lembut." Jawab Zahfi datar.
"Ya, ya. Saking lembutnya sampai para gadis terlihat ketakutan jika melihat wajahmu." Timpal Arby lagi.
"Mereka bukan takut, tapi hanya segan saja." Kata Zahfi acuh.
"Terserah kamu."
Memang tidak bisa di pungkiri, siswi di sekolah selalu menebar senyum jika berpapasan dengan Arby, berbeda dengan Zahfi. Mereka lebih memilih untuk bersikap acuh atau biasa saja karena sorot mata Zahfi sangat tidak bersahabat.
_
_
_
Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi. Dea, Firza, Arby dan Zahfi berjalan beriringan menuju halte yang ada di depan jalan untuk menunggu jemputan mereka. Tak lama mobil yang menjemput Dea pun datang.
"Dea, nanti bajunya akan ku kembalikan setelah ku cuci." Ucap Firza sebelum Dea naik ke mobilnya.
"Iya, jangan terlalu di fikirkan. Aku masih punya banyak stok baju seragam." Ujar Dea.
"Sejak kapan kamu bisa mencuci?" Tanya Zahfi datar yang berdiri di belakang Firza.
"Kak Zahfi, jangan buka kartu!" Raung Firza. Dea terkekeh melihat sahabatnya yang kembali berdebat dengan Zahfi.
"Aku pulang duluan ya." Pamit Dea. Firza melambaikan tangannya saat mobil Dea berlalu dari sana.
"Kak Zahfi bisa tidak sih tidak cari masalah denganku?" Sinis Firza.
"Siapa yang cari masalah, aku kan hanya bertanya." Jawab Zahfi acuh. Firza menggerutu tidak jelas mendengar ucapan saudara kembarnya yang terdengar begitu menyebalkan. Sedangkan Arby masih duduk dengan tenang di halte tempat mereka berada saat ini.
Sebuah mobil hitam berhenti di hadapan mereka.
"Maaf, Ayah terlambat. Tadi Ayah banyak pekerjaan." Ucap Arya begitu keluar dari mobilnya.
"Tidak apa-apa, Ayah." Sahut Arby sambil mencium punggung tangan Arya diikuti Zahfi dan Firza.
"Ayo kita pulang." Ajak Arya.
"Bagaimana sekolah kalian hari ini?" Tanya Arya saat anak-anaknya sudah berada di dalam mobil. Seperti biasa, ia menanyakan hal yang sama setiap harinya.
"Biasa saja, Ayah. Tidak ada yang istimewa." Jawab Firza yang duduk di samping Ayahnya.
"Lancar-lancar saja, iya kan Zahfi?" Ujar Arby, mereka sudah sepakat tidak akan menceritakan apa yang terjadi di kantin tadi pada Arya dan Rubby karena Firza yang memintanya.
"Ya." Jawab Zahfi singkat.
"Ayah, apa Bunda sudah pulang?" Tanya Firza.
"Bunda masih di toko kue. Kenapa memangnya?" Arya balik bertanya.
"Apa kita bisa mampir dulu ke tempat Bunda?" Pinta Firza.
"Tanyakan dulu pada kedua kakakmu." Ucap Arya sambil melirik ke arah spion dalam.
"Tidak apa, Ayah. Kita ke tempat Bunda dulu. Arby juga sedang ingin makan kue buatan Bunda." Jawab Arby.
_
_
_
Rubby's Cake
Sebuah toko kue yang Rubby dirikan saat dirinya masih gadis dulu, dan tidak pernah sepi pengunjung. Tiap hari makin bertambah saja pelanggannya.
"Assalamualaikum, Bunda!" Sapa Firza begitu memasuki toko kue milik Rubby.
"Waalaikumsalam." Jawab Rubby.
"Kalian kemari? Kenapa tidak langsung pulang saja? Bunda sebentar lagi juga pulang." Ucap Rubby yang melihat ketiga anaknya menghampirinya dan bergantian mencium tangannya.
"Mereka yang minta kemari." Ucap Arya sambil merangkul bahu istrinya.
"Kak Arby ingin makan kue buatan Bunda katanya." Sambung Firza, Arby langsung mengerutkan keningnya. Rasanya tadi Firza yang mengajak untuk mampir ke toko kue Rubby.
"Apa pekerjaanmu masih banyak?" Tanya Arya lagi.
"Tidak, Mas. Sebentar lagi juga selesai." Jawab Rubby.
"Bu Rubby, sepertinya..." Seseorang yang baru datang dari dapur menghentikan ucapannya.
"Tante Zia?!" Sorak Firza begitu melihat ibu dari sahabatnya.
"Firza, kamu sudah pulang sekolah?" Tanya Zia. Keduanya langsung berpelukan.
"Baru pulang, Tante. Tante sedang apa di sini?" Tanya Firza begitu pelukan keduanya terlepas.
"Biasa, Firza. Kami sedang saling bertukar resep." Jawab Zia. Rubby dan Zia memang sering bertukar resep kue jika salah satu di antara mereka menemukan resep baru.
"Eh, ada Arby dan Zahfi juga." Zia mengalihkan pandangannya pada dua remaja tampan yang berdiri tidak jauh darinya.
"Selamat siang, Tante." Sapa Arby dengan ramahnya, sedangkan Zahfi hanya tersenyum tipis.
Mereka berbincang bersama, hubungan dua keluarga itu memang cukup dekat. Padahal awalnya hanya Dea dan Firza yang berteman tapi akhirnya keluarga mereka saling mengenal dan menjadi akrab. Apalagi Zia dan Rubby sama-sama mempunyai toko kue, jadi tidak jarang mereka bertemu untuk saling bertukar resep.
"Kalau tau Tante Zia ada di sini, tadi aku ajak Dea sekalian." Ucap Firza sambil menyuapkan chesse cake ke dalam mulutnya. Padahal tadi Arby yang ingin makan kue buatan Rubby, tapi malah dirinya yang makan. Sedangkan Arby dan Zahfi hanya minum saja. Dan Arya membantu pekerjaan istrinya.
"Iya, Tante juga lupa bilang pada Dea kalau akan kemari." Sahut Zia.
"Bagaimana dengan sekolah kalian? Kalian kenapa jadi jarang mampir ke rumah?" Lanjut Zia. Biasanya paling tidak sebulan sekali mereka saling berkunjung.
"Kami sibuk, Tante. Sebentar lagi kan ujian akhir." Arby menjawab.
"Farhan sering kali menanyakan kalian. Ia merindukan kakak-kakanya katanya." Ucap Zia.
Farhan juga sudah menganggap Arby dan Zahfi seperti kakaknya sendiri. Karena dua pemuda itu selalu mengajaknya bermain dan membantunya jika dirinya ada tugas sekolah yang sulit untuk di kerjakan.
"Jika ada waktu kami pasti mampir, Tante." Ucap Arby.
Mereka terlarut dalam obrolan ringan, saat jarum jam menunjukkan pukul lima sore, mereka membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing.
_
_
_
Malam harinya
TOK TOK TOK
"Kak Arby, boleh Firza masuk?" Tanya Firza yang sudah berdiri di depan pintu kamar Arby.
"Masuk saja!" Sahut Arby dari dalam.
"Kak." Firza duduk di sisi tempat tidur, sedangkan Arby terlihat serius dengan buku yang dibacanya.
"Ada apa?" Tanya Arby yang masih fokus dengan bukunya.
"Kakak!" Panggil Firza lagi dengan suara manjanya.
"Kenapa, Firza?" Arby menoleh.
"Kak Arby harus tegas pada Juli." Ucap Firza.
"Harus tegas bagaimana?" Tanya Arby.
"Juli jadi menyebalkan semenjak aku menolaknya saat dia minta bantuan untuk bisa dekat dengan Kak Arby." Jelas Firza.
"Oh ya?" Arby sama sekali tidak tau tentang hal itu.
"Memangnya kapan dia minta bantuan seperti itu padamu?" Tanya Arby.
"Sekitar dua bulan yang lalu. Dia bilang, kalau dia menyukai Kak Arby dan memintaku untuk bisa membuatnya dekat dengan Kak Arby, tapi aku langsung menolaknya. Aku bilang padanya untuk bilang langsung saja bicara pada Kakak, tapi saat itu dia langsung marah-marah tidak jelas." Firza bercerita sambil bersungut-sungut.
"Pokoknya Kak Arby harus peringatkan dia supaya tidak menggangguku lagi." Desak Firza.
"Tadi aku sudah bicara padanya agar tidak mengganggumu lagi. Zahfi juga tau." Sahut Arby.
"Tapi kalau Juli kembali mengganggumu, bilang saja. Aku akan melaporkannya pada Ayah." Tambah Arby, Firza langsung mendelik mendengarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments