KELUARGA FIRAZ

"Bagaimana menurutmu, Zia?" Tanya Jordan begitu mereka berada di kamar.

"Ku rasa Dea bisa menerimanya, Mas. Yah walaupun Dea terlihat sedih. Tapi aku yakin, ini tidak akan menjadi beban fikiran untuk Dea." Jawab Zia sambil menyandarkan kepalanya di bahu Jordan.

"Andai orang tua kandung Dea tidak pergi secepat ini, aku pasti tidak akan mengatakan semua ini pada Dea sekarang." Ucap Jordan, tangannya mengelus lembut lengan Zia.

Hubungan Sandi dan Zia memang sudah membaik karena lelaki itu terus menerus memohon maaf pada Zia, Sandi merasa sangat menyesal dengan apa yang terjadi pada Farah. Hingga akhirnya hati Zia luluh dan memaafkannya, Zia juga mengizinkan Sandi beserta istrinya ikut merawat Dea.

Sayangnya ayah kandung Dea beserta istrinya meninggal dalam kecelakaan sebulan yang lalu. Saat itu Dea merasa sangat sedih karena kehilangan dua orang yang selalu ia panggil Papa dan Mama, tanpa Dea tau jika Sandi memang ayah kandungnya.

"Sudah takdirnya seperti ini, Mas. Mungkin kita memang diminta untuk segera jujur pada Dea." Ujar Zia sambil menghembuskan nafas beratnya ke udara.

"Terima kasih karena Mas dulu sudah menerima kami." Sambungnya sambil merengkuh pinggang Jordan.

Setelah Farah meninggal, Zia lah yang merawat Dea seorang diri, padahal dulu usianya baru tujuh belas tahun.

Zia ingat, kalau bukan karena Jordan yang menolongnya, tidak mungkin ia berada di kehidupannya yang sekarang. Mungkin saja dirinya dan Dea masih hidup dengan penuh derita dan caci maki dari orang-orang yang menganggapnya mempunyai anak tanpa suami.

"Aku mencintaimu dan juga Dea, dari dulu sampai sekarang. Jadi tidak perlu berterima kasih." Satu kecupan hangat mendarat di kening Zia.

"Aku juga mencintaimu, suamiku." Keduanya saling berpelukan erat. Walaupun usia pernikahan mereka sudah belasan tahun, cinta di antara mereka tidak pernah pudar dan terus bertambah setiap harinya.

_

_

_

Setelah selesai membantu Farhan, Dea membaringkan tubuhnya di tempat tidur.

Dea menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, hanya kepalanya saja yang menyembul keluar. Ini sudah tengah malam tapi matanya tak kunjung dapat terpejam. Fakta yang baru saja diterimanya, membuat Dea sulit untuk menutup mata.

"Dea tidak punya ayah! Dea tidak punya ayah!"

Kata-kata itu kembali terngiang di telinga Dea, saat di mana dirinya masih berusia lima tahun dan menjadi bahan ledekkan oleh anak-anak lainnya.

Dea menggenggam ujung selimutnya dengan perasaan getir.

"Kenapa? Kenapa harus seperti ini? Ayah dan Bunda yang selama ini aku bangggakan, nyatanya bukanlah orang tua kandungku. Aku adalah anak dari hubungan di luar nikah, ini terlalu menyakitkan untukku..."

...****************...

Pagi harinya di sebuah rumah minimalis bercat biru langit, kediaman keluarga Arya Firaz dan Rubby Az Zahra.

Rumah yang tidak pernah sepi karena ada tiga saudara kembar yang tinggal di sana, mereka selalu berdebat setiap harinya, lebih tepatnya dua orang yang selalu berdebat.

Dua orang pemuda berwajah serupa berdiri di bawah tangga. Dengan mengenakan seragam sekolah, menunggu seseorang yang begitu lama keluar dari kamarnya. Yang satu nampak tenang-tenang saja dan yang lain sudah menekuk wajahnya.

"Kak, cepat panggil dia." Pinta salah seorang di antara mereka.

"Iya, iya." Jawab Arby, si sulung dari tiga bersaudara kembar itu.

"Firza! Cepat! Nanti kita terlambat!" Teriak Arby memanggil adik kembarnya.

"Sebentar, Kak!" Terdengar sahutan dari balik pintu.

Tak lama kemudian seorang gadis muda berhijab turun dari tangga dengan tergesa-gesa, dengan sebuah tas ransel di punggungnya dan juga beberapa buku di tangannya.

"Lama sekali." Celetuk Zahfi yang merupakan anak kedua begitu Firza sampai di depan mereka.

"Berisik! Kak Arby juga tidak protes!" Tukas Firza, si bungsu dan satu-satunya perempuan di antara mereka.

"Apa saja sih yang kamu lakukan? Pakai make up dulu? Kita ini mau sekolah, bukan mau fashion show." Tanya Zahfi sinis.

"Aku tidak pernah make up, Kak Zahfi. Wajahku ini kan cantik alami, jadi tidak perlu make up." Jawab Firza sombong, Zahfi langsung mendelik mendengarnya. Percaya diri sekali adiknya itu, padahal faktanya juga memang begitu.

"Tadi aku cari buku dulu, ada temanku yang mau pinjam." Lanjut Firza.

"Alasan!" Tukas Zahfi.

"Astagfirullah, Kakakku yang satu ini kenapa ketus sekali..." Ucap Firza sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Walaupun saudara kembar, tapi sifat dan karakter mereka jauh berbeda. Arby Ibrahim Firaz, si sulung yang selalu nampak tenang dan ramah pada siapa saja. Zahfi Ibrahim Firaz, anak kedua yang terkenal datar dan dingin, kata-kata yang meluncur dari mulutnya juga selalu pedas. Sedangkan Firza Mikaila Firaz si bungsu, gadis yang baik hati namun manja dan juga cerewet.

"Sudah, kenapa kalian jadi ribut? Ayo kita sarapan, Ayah dan Bunda sudah menunggu kita di ruang makan." Si sulung Arby melerai perdebatan tidak penting kedua adik kembarnya dan menarik tangan keduanya menuju meja makan.

Segalak-galaknya Zahfi, dia akan tetap menurut pada Arby karena bagaimanapun Arby tetaplah kakaknya walau mereka hanya beda beberapa menit saja saat lahir.

"Gara-gara kamu aku jadi terlambat sarapan." Gerutu Zahfi sambil mendaratkan tubuhnya di kursi makan.

"Kalau Kak Zahfi sudah lapar, Kak Zahfi bisa sarapan lebih dulu." Sahut Firza sambil melirik sinis pada Zahfi.

"Ayah dan Bunda tidak akan mengizinkan kita memulai sarapan sebelum anak-anaknya lengkap dan duduk manis di meja makan." Timpal Zahfi tak kalah sinisnya.

"Hei, hei apa yang kalian ributkan?" Tanya Arya, sang ayah yang baru datang dari dapur setelah tadi membantu istrinya menyiapkan sarapan.

"Kak Zahfi nya, Ayah. Dari tadi marah-marah terus, galak sekali dia." Firza mengadu dengan nada manjanya.

"Kamu yang selalu lama. Masa setiap pagi kami harus menunggumu dulu." Sahut Zahfi sambil bersungut.

"Sudah ku bilang, tadi aku cari buku dulu." Timpal Firza tak mau kalah.

"Masa iya setiap pagi harus dadakan cari buku? Kenapa tidak dari semalam kamu siapkan? Apa saja yang kamu kerjakan semalam?" Tanya Zahfi beruntun, sementara Arby hanya menyimak kedua adiknya yang kembali berdebat.

"Aku kan ingatnya baru sekarang, kalau semalam aku tidak ingat apa-apa jadi langsung tidur saja." Jawab Firza sekenanya.

Arya hanya bisa menghela nafas panjang ke udara melihat kelakuan anak-anak kembarnya, ada saja yang selalu mereka ributkan setiap harinya.

"Kenapa Mas?" Tanya Rubby, sang istri yang baru ikut bergabung.

"Seperti biasa, mereka selalu saja ribut." Arya menggeleng sambil memijat pangkal hidungnya dengan jari telunjuknya. Sedangkan Rubby malah tersenyum.

"Sabar. Mereka kan memang seperti itu, tapi dengan begini kan rumah kita jadi ramai." Ucap Rubby sambil mengelus lembut lengan suaminya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!