Eps. 2
"Bibi, sudah pulang?" sapa Cailyn saat melihat Eira baru saja memasuki rumah.
"Oh, Lyn. Apa kau menunggu ku?" tanya Eira.
Cailyn mengangguk singkat. Ia memang menunggu bibinya untuk menanyakan sesuatu. Beruntung Eira datang lebih awal kali ini, biasanya wanita berambut coklat itu akan datang jam tujuh malam, namun hari ini Eira sudah sampai dirumah jam lima sore.
"Apa kau sudah makan?"
"Sudah, Bi."
Eira meletakkan plastik putih besar di atas meja. Sepertinya wanita cantik itu baru saja selesai berbelanja.
"Ma, beli apa?" tanya Julian yang tiba-tiba bergabung dengan keduanya.
"Mama beli sushi, makanlah," jawab Eira dan menyodorkan sekotak sushi pada anaknya.
"Horei," teriak Julian girang kemudian berlari ke sofa keluarga.
"Jangan kotori sofanya, Julian!" titah Eira.
"Siap bos!"
"Kau juga, makanlah," ucapnya lagi memberikan sushi yang lain pada Cailyn.
"Boleh bicara sesuatu Bi?"
Cailyn mulai menceritakan semua yang ia alami pada Bibinya. Biasanya gadis remaja ini tidak akan menceritakan apapun kecuali bibinya menanyakan atau masalahnya sangat berat.
Cailyn juga jarang bertemu dengan Eira karena kesibukannya.
Setelah menceritakannya, Eira terlihat tidak terkejut namun memberikan reaksi yang cukup aneh untuk Cailyn.
"Ah … Lyn. Sebenarnya Paman dan Bibi ingin memberitahu mu sesuatu," ucapnya dengan mengelus lengan kirinya.
Sedikit khawatir, Cailyn mulai mendengarkan dengan seksama. Ia masih diam menunggu ucapan bibinya.
"Sekolah itu memang bagus, tapi … Ah, kami hanya khawatir karena disana banyak sekali anak yang 'sombong'…
Jadi, carilah yang benar-benar tulus dengan mu. Dan jika ada yang mengganggu mu, katakan pada kami. Kami akan memindahkan mu disekolah yang lebih baik."
Itu bukan sesuatu yang bagus. Eira terlihat tersenyum ramah, tapi terasa ada yang aneh dan Cailyn tidak tahu apa itu.
"Ah, satu lagi. Jangan pernah bercertia tentang apapun yang berhubungan dengan uang. Karena sebagian dari mereka suka merendahkan orang yang menengah kebawah," imbuh Eira.
Cailyn mengangguk. Jika Cailyn hanya diam, sepertinya tidak akan ada masalah.
***
Sudah setahun berjalan dan Cailyn baik-baik saja. Selama ini ia sudah melihat orang-orang membicarakan tas, sepatu dan baju-baju lain dengan harga selangit, yang mungkin satu harga barang itu bisa menghidupi dua bulan kebutuhannya.
Sebenarnya apa yang mereka bicarakan? Cailyn bahkan tidak bisa membedakan mana yang disebut mereka bagus dengan tas mahal itu. Barang itu terlihat sama di mata Cailyn.
Selama ini, memang ada beberapa teman yang membelanya saat murid yang lain mulai mencibir penampilan Cailyn yang tidak rapi. Mungkin karena Cailyn yang memang cerdas, dan ia selamat oleh itu.
Dan satu hal lagi yang ia pelajari ….
"Kau lihat itu? Dia benar-benar tampan," bisik seorang siswi pada beberapa teman di sebelahnya.
"Benar, dia benar-benar tampan. Kaya, pintar, dan lihat tubuhnya itu, sungguh proporsional," sahut perempuan yang lain.
"Ya, aku bisa melihat roti sobek di balik baju yang tertutup rapi itu," sambung yang lainnya cekikikan.
Bisikan itu masih bisa Cailyn dengar karena mereka berbisik tepat di sebelah bangku Cailyn.
Lihatlah laki-laki yang sedang berjalan di lorong kelas itu. Luke, seorang anak dari kepala farmasi di perusahaan Arsepharm. Perawakan tampan dan tinggi, masih sangat menonjol meski di kelilingi beberapa laki-laki tampan disebelahnya.
Sebenarnya Cailyn sangat mengagumi laki-laki itu dan ia menutupnya rapat-rapat. Karena selain tampan, Luke juga pintar.
Selalu mendapat juara umum dalam kejuaraan scient. Cailyn juga ingin dekat dengan laki-laki itu meski hanya sebatas teman, dan rasanya mustahil. Siapa yang tidak suka berdekatan dengan orang yang terlihat sempurna seperti itu?
Tapi, menyukainya adalah dunia yang berbeda. Belajar dari kesalahannya saat SMP, Cailyn lebih berhati-hati dengan sikap dan tidak menceritakan pada siapapun kecuali diary nya.
Dan lihat wanita cantik yang berdiri tepat disamping Luke. Ayara, wanita cantik berambut gelombang panjang, mereka terlihat seperti pasangan putri dan pangeran.
Seperti yang dikatakan orang-orang, mereka adalah teman kecil dan mereka diperkirakan akan menikah saat sudah dewasa nanti.
Betapa tidak adilnya. Mereka dengan fisik yang menawan, lahir di keluarga yang luar biasa.
Cailyn berdiri dan berjalan keluar saat bel jam istirahat berbunyi.
"Mau kemana?" tanya Calestia, teman sebangku Cailyn, juga teman dekatnya. Ia tidak tahu bagaimana mereka begitu dekat, tapi dialah satu-satunya manusia di kelas ini yang banyak bersama Cailyn.
"Menemui kak Agam," sahut Cailyn tersenyum kecil.
"Oh, ya. Pergilah," balas Calestia malas.
Cailyn berjalan dengan senyum dan pipi merona. Benar. Entah karena keajaiban atau apa, seorang senior tampan yang mendekatinya dua bulan lalu tiba-tiba mengajaknya berkencan.
Sudah dua minggu mereka pacaran dan Agam sangat perhatian. Biasanya, laki-laki yang disukai Cailyn akan selalu menjauh darinya. Namun sekarang? Cinta Cailyn akhirnya terbalas.
Dengan senyum bahagia, gadis yang setia dengan rambut lurus sebahu ini berjalan membawa minuman yang akan dia berikan pada pacaranya.
Setelah hampir sampai di kelasnya, Cailyn mengenghentikan langkahnya begitu mendengar suara Agam.
"Apa kau buta? Lihatlah penampilannya. Wajahnya biasa saja. Rambutnya bahkan mirip seperti sapu ijuk." Suara itu diikuti dengan tawa beberapa orang seperti laki-laki dan perempuan.
"Ck! Aku hanya kasihan padanya. Dia begitu pintar, dia bahkan bisa membantuku menjawab beberapa tugas ku. Dan yang terpenting, dia pendiam tidak cerewet seperti mu," suara Agam.
Hati Cailyn berdenyut sakit. Ia meremas kuat minuman itu. Ucapan mereka setelahnya semakin menyakiti hati Cailyn membuat gadis itu pergi dari sana.
***
"Ada apa Cailyn?" tanya Agam. Laki-laki tampan sedikit berotot itu berjalan dengan senyum merekah.
Cailyn menunggu laki-laki itu di tepi jalan tidak jauh dari halte tempat ia menunggu bus.
"Apa kau mau kuantar?"
"Kak. Kita bisa sudahi saja hubungan ini. Bukankah Kakak tidak menyukai ku?" ucap Cailyn menahan rasa sakit di dadanya.
"Hah? Apa maksud mu Lyn?"
"Aku mendengar percakapan Kakak dan teman-teman Kakak di kelas. Aku sudah tahu," tambah Cailyn, menatap Agam kecewa.
Agam menghela pelan. Air mukanya tiba-tiba berubah dan menjadi tidak ramah.
"Ah, aku hanya kasihan pada mu. Bukankah bagus jika menjadi pacarku? Tapi sudahlah, kau membuat ku muak. Kita selesai disini. Selamat tinggal," ucapnya terakhir lalu pergi meninggalkan Cailyn begitu saja.
Laki-laki itu bahkan tidak mau menjelaskan atau apapun itu, mungkin saja Cailyn salah paham. Namun ternyata hal itu memang kebenarannya.
Setetes air mata jatuh di wajah kusam Cailyn. Ia menghapusnya cepat karena tidak ingin menjadi pusat perhatian.
"Kejam sekali. Bukankah seharusnya aku yang marah, Kak Agam?"
.
.
.
'Cel, aku putus dengan kak Agam.'
Cailyn mengirim chat pada satu-satunya teman yang dekat dengannya. Bisa dikatakan teman dekat, bisa juga tidak. Keduanya hanya sering bersama, makan bersama, duduk bersama, sesekali bercerita.
Tidak banyak. Ia hanya merasa nyaman dengan Celestia.
'Baguslah.'
Cailyn mendengus membaca balasan singkat padat dan menusuk ala Celestia. Cailyn segera membalas dengan kesal.
'Jahat.'
'Sudah kubilang dia itu mencurigakan. Bagus kau putus dengannya, baik untuk mu di kemudian hari.'
'Sebelum kau jatuh padanya lebih dalam lagi.'
Cailyn melempar ponsel nya sembarang diatas ranjang kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang yang sama.
Hatinya sakit, tapi tidak sesakit itu. Benar kata Celestia, mengetahuinya lebih awal lebih baik daripada terjatuh lebih dalam dari ini.
*
Cailyn berjalan menyusuri lorong. Pagi masih dingin, sesekali Cailyn menggosokkan kedua telapak tangannya agar tangan dinginnya terasa lebih hangat.
Suasana pagi ini sedikit aneh, mungkin hanya perasaannya saja sedari tadi cukup banyak pasang mata yang menatap ke arahnya.
"Benar dia kan?"
"Sepertinya benar, coba lihat wajah nya. Rambutnya juga, lucu sekali."
Deja vu.
Itu yang pertama kali Cailyn rasakan. Mereka bukan berbisik, tapi seolah sengaja mengatakan semua tepat di wajah Cailyn.
Ada apa … apa yang terjadi …?
Cailyn menarik nafas perlahan untuk menenangkan perasaannya yang mulai tidak nyaman. Firasatnya buruk hari ini.
Setelah sampai di depan kelas, Cailyn melangkahkan kakinya seperti biasa. Dan benar saja, hampir semua tatapan itu tertuju pada Cailyn.
Sebagian menatap jijik, sebagian lagi hanya melihat sekilas dan membuang muka tidak peduli. Sebagian sisanya terlihat senyum meremehkan.
Ah … benar-bener dejavu. Ada apa lagi sekarang?
Perlahan, Cailyn berjalan seperti biasa menuju bangkunya karena ia sudah biasa dengan itu.
"Ha, jal*ng."
Cailyn tersentak mendengar umpatan setengah berbisik itu. Ternyata … saat ini lebih parah dari sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments