Luca
Eps. 1
"Apa kau mencintai ku?" tanya laki-laki kurus tinggi itu tiba-tiba.
Sahabat baiknya itu tiba-tiba saja mengajaknya berbicara berdua di sebelah lapangan parkir dan tanpa basa basi menanyakan hal itu.
Cailyn, anak SMP kelas tiga dengan rambut hitam lurus terlihat seperti tidak tersisir rapi sedang menunduk dan berpikir. Teman baiknya terlihat tidak senang.
"Lyn, jawab aku," titah laki-laki itu memanggil Cailyn dengan nama panggilannya.
"Ah, iya. Aku … mencintaimu," jawab Cailyn canggung, sedikit ragu. Ia memberanikan diri menatap sahabat baiknya penuh harap.
Laki-laki yang tidak begitu tampan itu menghela pelan. "Aku tidak berharap kau menyukai ku. Maafkan aku, sepertinya kita tidak bisa berteman lagi," ucapnya datar dan pergi meninggalkan Cailyn begitu saja.
Tidak mengatakan apapun, Cailyn menatap punggung laki-laki itu dengan sedih. Hatinya sangat sakit tapi ia tidak bisa menangis.
"Yah, apa boleh buat," gumamnya lirih kemudian meninggalkan tempat itu.
Cailyn bukan orang yang bisa berteman dengan siapa saja, dia hanya memiliki segelintir teman wanita dan kebanyakan teman pria.
Mungkin karena kecerdasannya, banyak anak laki-laki yang terlihat ingin berteman dengannya. Sesekali mereka memang meminjam tugas atau malah Cailyn yang mengerjakan tugas mereka. Dengan senang hati.
Selama tiga tahun ini Cailyn sering menyukai laki-laki, dan hampir semua anak itu mengetahui perasaannya melalui orang lain.
Ada yang menerima surat dari orang lain atas nama Cailyn membuat anak laki-laki yang dekat dengan Cailyn itu menjauh terlihat marah.
Ada juga anak laki-laki yang memang di jodoh jodohkan dengan Cailyn, mereka yang semula dekat menjadi menjauhi gadis yang terlihat sedikit tidak rapi itu.
Gadis kecil ini tidak mengerti kenapa cintanya selalu bertepuk sebelah tangan. Tapi ia masih sangat muda, jadi ia tidak memperdulikan itu. Lagi pula sedari awal Cailyn tidak bermaksud untuk menyatakan sukanya pada semua laki-laki itu.
Cailyn membuka pintu kelas. Sebelum melangkah masuk, ia merasakan tatapan aneh dari hampir semua teman sekelasnya.
Apakah mereka tahu jika aku baru saja ditolak?
Tidak memperdulikan itu, ia berjalan masuk dan duduk di bangkunya. Cailyn masih merasa tidak nyaman karena sesekali ia merasa diperhatikan oleh beberapa orang disana.
"Apa kau yakin?"
"Katanya sih begitu."
"Kasihan sekali si Tejo, hahaha."
"Biarkan saja. Mungkin dia merasa banyak yang menyukainya, haha"
Sayup-sayup ia mendengar pembicaraan itu. Cailyn menghela lelah, ia tahu siapa yang mereka bicarakan. Mereka yang terdengar mencibir sesekali melirik ke arahnya. Ia sangat kecewa.
Dan bukan seperti penolakan-penolakan sebelumnya, keesokan harinya rumor menyebar begitu cepat. Seorang Cailyn mudah menyukai laki-laki yang dekat dengannya.
Tentu saja Cailyn merasa kecewa, jika sahabat baiknya itu sangat sakit hati dan menyebabkan rumor seperti itu. Sungguh keterlaluan.
Namun, sekali lagi Cailyn tidak ambil pusing. Ia sudah kelas tiga dan ia hanya akan fokus pada ujian kelulusan.
.
.
.
Cailyn melihat sandwich yang terbungkus rapi di meja makan. Bibinya akan selalu membuatkannya sandwich karena Cailyn selalu malas menghangatkan lauk yang ada di dalam kulkas.
Siang ini ia malas makan, moodnya sedang jelek. Ia memilih tidur siang sebelum berangkat les tambahan di sore harinya. Bukan tubuhnya yang butuh istirahat, tapi hati dan pikirannya.
Tidak ada siapapun yang bisa diajaknya sebagai teman curhat karena ayah dan ibunya sudah meninggal dua tahun yang lalu akibat kecelakaan.
Paman dan bibinya sangat baik, namun gadis dengan wajah kusam ini merasa tidak nyaman jika harus berbagi cerita dengan mereka sedangkan keduanya sudah menghidupi dan menyekolahkan Cailyn dengan baik.
Rumah begitu sepi, Cailyn bisa tidur nyenyak saat ini. Paman dan bibinya masih bekerja, sedangkan Julian, sepupunya yang masih berusia tiga belas tahun pergi bermain entah kemana siang-siang begini.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore lebih, Cailyn sudah siap berangkat untuk les tambahan. Mengenakan kaos merah yang sudah sedikit pudar dan ditutup dengan jaket biru. Ia juga menggunakan celana training hitam.
Cailyn membawa tas sekolahnya yang ia beli di pasar tradisional untuk pergi ke tempat les.
Saat melewati ruang makan, Cailyn memasukkan satu sandwich ke dalam tas sekolahnya dan satu lagi untuk ia makan di jalan.
Rambutnya yang masih setengah basah karena keramas ia biarkan tergerai bebas, ia mengambil sepeda dan mulai mengayuhnya karena tempat belajarnya perlu lima belas menit dengan bersepeda.
***
Suara tawa geli kedua temannya terdengar begitu keras. Mereka menatap Cailyn masih cekikikan.
"Kau mau kemana? Olahraga?" cibir Lilis.
"Kenapa baju mu warna warni?" tanya Tuti dengan senyum gelinya. Gadis berambut dora itu menggeleng tak habis pikir.
Cailyn yang masih tidak paham mengapa mereka tertawa hanya tersenyum polos dan mengabaikannya saja.
Tidak sekali ini ia mendengar itu. Anak-anak kelas lain atau bahkan seniornya yang dulu juga tersenyum geli melihat Cailyn.
Entah apa yang mereka tertawakan. Perempuan dengan rambut kering yang sedikit berantakan karena angin ini merasa aneh saat segerombolan laki-laki berbisik dan menatapnya, kemudian tertawa bersamaan.
Gadis polos ini merasa penampilannya baik-baik saja. Mungkin mereka merasa Cailyn cukup menarik. Pikir Cailyn polos.
"Apa kau yakin mau masuk sekolah elit itu?" tanya Tuti di sela-sela les.
Cailyn mengangguk. "Aku sudah mengirim berkas ku kesana, mereka akan melakukan seleksi internal untuk murid beasiswa prestasi."
"Ya, aku yakin kau akan diterima, tapi …." Tuti yang terlihat berpikir dengan menopang dagunya, menatap Cailyn dari atas hingga bawah.
"Tapi apa?" tanya Cailyn penasaran.
"Disana tempat orang-orang kaya berkumpul. Mereka anak-anak dari pengusaha kaya, anak artis dan orang-orang kelas atas lainnya," sambung gadis yang sedikit berisi itu.
Cailyn yang tidak mengerti arah pembicaraannya merasa bingung. "Lalu?"
"Saingan disana ketat, Lyn. Biaya sekolah nya juga besar," timpal Lilis.
Cailyn mengangguk. "Jika aku diterima sebagai siswa beasiswa prestasi. Aku tidak perlu memikirkan biaya. Dan sepertinya aku bisa bersaing dengan siswa yang masuk karena seleksi besar."
Lilis dan Tuti berpandangan sedikit khawatir, lalu kembali menatap Cailyn.
"Ku dengar orang-orang lulusan sekolah elit itu akan berkesempatan mendapat rekomendasi sekolah diluar negeri, bahkan lebih mudah masuk ke universitas terkenal di negara kita. Bukankah itu bagus untuk masa depan kita?" tanya Cailyn dengan senyum polosnya.
Sekali lagi Lilis dan Tuti berpandangan, kini memandang satu sama lain tidak nyaman.
"Ah, ya … semoga kau diterima disana."
"Jangan lupakan kami ya," timpal Lilis mencoba tersenyum sebaik mungkin.
"Tentu, doakan aku diterima," balas Cailyn dengan mata percaya diri.
Hari-hari di sekolah terasa begitu cepat bagi Cailyn. Sahabat laki-laki nya yang begitu ia sukai kini terang-terangan menghindarinya.
Beberapa teman yang lain juga dengan jelas menertawakan dan berbisik membicarakannya. Ia tahu itu.
Namun Cailyn menenggelamkan pikirannya ke dalam ujian masuk di Heaven Senior High School, sekolah menengah atas yang hanya diperuntukkan orang-orang kelas atas dan murid berprestasi.
Cailyn baru akan turun untuk makan siang. Di meja makan sudah ada paman, bibi dan sepupunya.
Dengan kaos kebesaran dan celana trainingnya ia hendak duduk di meja makan saat Eira, bibinya berteriak senang, setelah membaca surat disana.
"Cailyn! Kau diterima!" serunya kemudian berjalan dan memeluk Cailyn bangga.
"Diterima? Disekolah Heaven?" tanya Cailyn penasaran.
"Betul!"
"Wah, selamat Lyn. Kau memang hebat. Sama seperti ayah dan ibumu," sahut Faiq, paman Cailyn.
Cailyn tersenyum sendu mendengar itu. Ayah dan ibunya yang sudah tiada mungkin juga akan ikut bahagia untuk Cailyn saat ini.
Malam harinya, Eira memasak makanan lebih banyak untuk merayakan keberhasilan Cailyn. Ia tahu jika paman dan bibinya tidak akan punya uang lebih untuk membelikan makanan di luar, namun itu sudah membuatnya bahagia.
Sekarang, ia cukup fokus pada ujian nasional karena ia sudah diterima di SMA yang ia tuju.
Namun, sesuatu yang lain menunggu Cailyn disana.
.
.
.
Cailyn menginjakkan kakinya di sekolah elit yang cukup besar dan menampung beberapa ratus murid di setiap angkatannya. Ia sudah mengenakan seragam putih berbalut jas navy bercorak putih, disertai rok navy sedikit dibawah lutut.
Sedangkan murid laki-laki mengenakan seragam putih dengan celana kain navy, dengan jas navy yang elegan.
Gadis dengan rambut hitam lurus sebahu yang terlihat tidak begitu rapi ini sedikit terkejut. Tidak ada orientasi yang aneh di sekolah ini, semua langsung masuk kelas dan menerima pengarahan singkat.
Hal yang lebih aneh lagi, hampir semua muridnya menggunakan mobil, atau diantar oleh sopir. Tidak ada yang menggunakan motor bebek ataupun sepeda seperti dirinya.
Yang lain kebanyakan memilih naik bus dan berjalan ke sekolah.
Cailyn menuntun sepedanya dan diparkirkan di samping motor-motor besar yang berjejer rapi.
Hal lain yang membuat Cailyn merasa tidak nyaman, ia melihat teman-teman sekelasnya yang duduk berkelompok membicarakan tentang barang mewah, salon, shopping atau apapun itu yang tidak ia mengerti.
Berbeda dengan harapannya. Murid disini terlihat begitu bersinar entah karena apa, penampilan mereka terlihat sangat bagus di mata Cailyn, namun ia tidak tahu kenapa.
Ada beberapa murid beasiswa yang berpenampilan biasa namun terlihat cukup baik. Semua muridnya wangi, rambut mereka licin berkilau. Dan mereka hanya ingin berteman dengan orang yang sama kaya dengan mereka.
Cailyn baru mengetahui jika prestasi tidak begitu di elukan disini.
Ah, sepertinya aku salah masuk sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
awan kelabu
aku mampir 😘 selamat menulis author
2023-11-05
1