Eps. 3
Kehidupan tenang di sekolah kini berubah seratus delapan puluh derajat. Sebenarnya Cailyn sudah terbiasa sejak SMP, namun kali ini jauh berbeda.
Tatapan penghuni sekolah yang memang tidak begitu ramah sedari awal, kini terlihat lebih menyeramkan. Sejak saat itu, Cailyn sesekali mendengar bisik-bisik mereka yang terdengar begitu menyakitkan.
Fakta bahwa dia adalah seorang yatim piatu kini tiba-tiba muncul ke permukaan. Entah siapa yang sengaja menyebarnya. Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan itu, namun kenapa segala yang ada pada diri Cailyn terasa salah?
Dimulai dari tas yang dikatakan murahan, meskipun Cailyn tidak tahu dimana letak perbedaan dengan tas yang dibandrol jutaan dengan tas Cailyn yang seharga puluhan ribu. Rambut Cailyn yang dicemooh karena bersinar seperti wanita cantik di kalangan atas.
Semua salah. Andai saja Cailyn tidak berseragam, mungkin cara berpakaiannya juga akan dipermasalahkan.
Namun, teman satu-satunya yang duduk sebangku dengannya tidak pernah mempermasalahkan itu.
Gadis yang sedikit galak itu memang sesekali mencibir Cailyn untuk sesuatu yang terasa tidak benar, namun semua tidak menyinggung Cailyn.
"Dia anak level rendah itu?" tanya seorang anak perempuan berambut panjang yang diangguki oleh teman di sebelahnya.
"Wah, luar biasa sekali dia. Mungkin dia punya ilmu sihir," cibir wanita itu lagi dengan tatapan meremehkan.
"Atau dia mendekati 'orang dalam' disini," lanjutnya kemudian tertawa terbahak bersama dua orang lainnya.
Cailyn melewati ketiganya tanpa berkomentar, ia bahkan enggan melirik ke arah mereka. Ia tidak terganggu, hanya saja ia tidak mau merespon mereka.
Namun, komentar Celestia membuat Cailyn terkesiap dan menatap wanita itu tidak percaya.
"Ah, dasar tukang gosip!" cerca Celestia sedikit meninggikan nadanya.
Tentu saja hal itu mendapat umpatan dari si penggosip. Namun keduanya tidak menghiraukan, saat orang-orang itu terus mengumpat serta meneriaki Cailyn dan Celestia, yang terus berjalan santai ke arah kantin sekolah.
"Bagaimana kalian bisa putus?" tanya Celestia. Mereka sudah di kantin. Gadis ini kemudian memasukkan makanannya ke dalam mulut. Celestia menatap Cailyn datar.
"Aku tidak sengaja mendengar kak Agam berbicara dengan temannya, kalau dia hanya kasihan dan memanfaatkan ku," ungkap Cailyn sedih.
"Apa dia tahu kalau kau mendengar itu?"
"Tidak."
Celestia mengangguk. "Hm… Pantas aja. Lalu, kau diputuskan olehnya?"
"Tidak. Aku yang memintanya putus saat pulang sekolah."
"Bodoh!"
Cailyn menatap Celestia dengan kening berkerut.
"Kenapa kau tidak diam saja dan menikmati bersama dengannya hingga dia bosan dengan mu. Setidaknya kau bisa bersikap lebih hati-hati," ucap Celestia kelewat datar. Terdengar tidak berperasaan.
Seharusnya jika memang mereka berteman baik, paling tidak gadis di hadapannya itu akan sedikit menghiburnya.
"Jahat sekali!" ucap Cailyn cemberut.
"Hm … terima kasih," sahut Celestia tidak peduli.
Cailyn hanya menghela lelah. Jika dipikir-pikir, ucapan Celestia ada benarnya. Di situasi seperti ini seharusnya ia lebih berhati-hati.
Selama setahun ini dia bisa menjaga sikap namun karena terlalu sakit hati saat mendengar ucapan itu Cailyn tidak bisa berpikir dengan kepala dingin.
Andai saja dia mau menulikan pendengarannya seperti biasanya, semua tidak akan menjadi sekacau ini. Cailyn bahkan tidak tahu jika akibatnya akan seperti ini.
Cailyn tersenyum. Ucapan Celestia mungkin terdengar jahat, namun Cailyn yakin ia hanya peduli.
"Terima kasih, Celestia," ujar Cailyn tulus.
Gadis di hadapannya hanya tersenyum kecil dan tidak terlihat repot untuk menjawab.
Celestia memang terlalu bicara blak blakan dan sesekali tanpa filter. Tapi tidak akan ada orang yang berani mengganggunya karena Celestia adalah anak petinggi di sekolah ini.
Cailyn bahkan tidak tahu kenapa Celestia bisa dekat dengannya bahkan dengan rumor yang ada.
Benar. Bukan hanya rumor tentang anak yatim piatu atau anak miskin lainnya. Cailyn juga dikabarkan mendekati Agam karena ingin memanfaatkan kekayaan laki-laki itu.
Meminta antar jemput pada Agam, mentraktir makan di sekolah dan segala macam hal matre lainnya.
Bukankah Agam yang memaksakan segalanya meskipun Cailyn menolak? Dan sekarang tidak ada kesempatan untuk Cailyn menjelaskan.
Sedikit kegaduhan terjadi di kantin saat sekelompok murid kelas atas datang ke tempat yang cukup mewah untuk seukuran sekolah SMA.
Luke, Ayara, dan beberapa temannya yang lain, laki-laki dan perempuan, mereka berjalan ke arah bangku di tengah yang sedang kosong, di tempat yang sama setiap harinya seolah ada tulisan bahwa bangku itu hanya milik mereka.
Bangku yang terlihat sama dengan yang lain itu akan diduduki murid lainnya saat Luke dan yang lain selesai dari kantin.
Cailyn menatap ke arah pangeran sekolah itu lekat. Selama ini mereka hanya berpapasan dengan Luke yang bahkan enggan menatapnya. Apakah laki-laki itu akan peduli jika mendengar rumor tentang Cailyn?
Gadis dengan rambut hitam sedikit kusam ini terus menatap lekat ke arah bangku Luke dan kawan-kawannya. Ia melihat kedekatan pria tampan itu dengan teman kecilnya. Luke tampak berbincang-bincang dengan Ayara, terkadang mereka juga berbagi lauk.
Anak laki-laki di sebelah Luke tampak berbisik pada sang pangeran sekolah. Sayang, Cailyn tidak sadar kedua laki-laki itu melirik padanya. Luke meliriknya dengan ekspresi tak terbaca, sedangkan laki-laki di sebelah Luke juga menatap Cailyn tidak suka.
Cailyn terkesiap dan segera menunduk, menatap makanannya yang tersisa sedikit. Cailyn merutuki tindakannya sendiri, ia tidak sadar telah menatap Luke terlalu lama.
"Kenapa?" tanya Celestia yang sedang menyeruput minumannya.
Cailyn menggeleng cepat dan segera menghabiskan makanannya. Bagi Cailyn, membuang-buang makanan kerugian.
Segera setelah menyelesaikan semuanya, Cailyn mengajak Celestia pergi dengan buru-buru. Sekilas ia melirik ke arah bangku Luke dengan ekor matanya.
Tak hanya dua orang, kini Ayara dan lainnya menatap Cailyn tidak bersahabat.
"Mau kemana terburu-buru?" tanya Celestia yang sudah ditarik oleh Cailyn.
"Aku kebelet Cel," jawab Cailyn bohong.
.
.
.
Cailyn berjalan perlahan menuju gerbang sekolah saat hampir semua murid telah pulang. Ia tidak mau mendengar cibiran jelek atau melihat tatapan tidak suka atau tak ramah lainnya.
Cailyn menarik tubuhnya tiba-tiba saat ia melihat Celestia dan beberapa gadis yang tadi siang. Ketiga gadis itu sesekali tertawa dan berbicara pada Celestia, sedangkan teman dekatnya itu seperti biasa dengan wajah tidak berminat.
"Kenapa sih kamu deket sama anak miskin itu? Apa dia memberimu sesuatu?"
"Tidak mungkin, dia kan miskin."
"Apa kau diancam olehnya?"
Celestia hanya diam tidak merespon saat mereka terus saja berbicara bersahutan.
"Lihat tas nya, murahan. Sepatunya juga, mungkin aku bisa membelinya 100 pasang hanya dengan uang bensin ku," cibir salah satu dari mereka kemudian tertawa begitu keras.
"Haha, eh yang lebih parah lagi. Lihat rambutnya, itu rambut atau wig? Kasar banget," timpal wanita berambut gelombang.
Hati Cailyn terasa nyeri. Tidak sekali ia mendengar ucapan seperti itu. Beberapa orang yang lain bahkan terang-terangan memperlakukan Cailyn seolah dia tidak ada.
Tapi gadis di balik tembok itu masih bisa menahannya. Tidak ada yang terluka dari ucapan pedas mereka, jika Cailyn tidak menghiraukannya, ia akan melupakannya segera.
Ketiganya masih asik mendata kekurangan Cailyn saat sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam datang di hadapan mereka.
"Setidaknya dia bisa menjaga mulutnya, tidak seperti kalian, berisik!" ucap Celestia dingin kemudian masuk ke dalam mobil mewah itu.
"Jalan, Pak," pinta Celestia pada supir pribadinya.
Sekilas ia melihat gadis penggosip tadi di balik spion mobil, ia tidak peduli mereka marah atau tidak karena Celestia tidak mau dekat dengan orang yang berisik.
*
Beberapa minggu berlalu setelah itu. Cibiran yang begitu menyakitkan kini sedikit berkurang meskipun sesekali Cailyn masih bisa mendengarnya.
Di kelas, sebagian orang terlihat tidak peduli. Namun beberapa yang dulunya sempat dekat dengan Cailyn kini seolah menjadi orang asing.
Cailyn juga berpapasan dengan Luke sesekali, jika biasanya Luke tidak akan menoleh padanya saat berpapasan, kini laki-laki itu hanya melirik Cailyn, melihat dari ekor matanya dengan ekspresi yang tidak berarti.
Tidak ada senyuman disana, hanya lirikan sekilas yang terlihat tidak penting.
Dua bulan ini Cailyn bisa memperbaiki situasinya karena ia memilih diam di perpustakaan dan sesekali membantu pustakawan untuk berjaga disana.
Gadis itu bahkan menyembunyikan masalahnya di sekolah pada paman dan bibinya agar keduanya tidak khawatir. Sudah cukup menjaga Caily dengan baik, Cailyn tidak akan merepotkan mereka lagi.
Cailyn begitu bahagia karena anak yang datang ke perpustakaan terbilang sedikit. Hal itu tentunya mengurangi bisikan dan gunjingan yang menyakiti hatinya.
Pustakawan disini cukup galak, siapa yang membuat kegaduhan benar-benar akan diusir.
Hal menarik lainnya, ia akan melihat Luke membaca dan duduk begitu lama di perpustakaan ini sesekali. Cailyn tidak akan melewatkan pemandangan indah itu.
Cailyn masih membaca buku pelajarannya. Jam istirahat masih begitu panjang dan tidak ada yang meminjam buku hari ini. Jadi ia bisa dengan santai belajar di perpus.
"Permisi," ucap seorang laki-laki pada Cailyn yang sedang berjaga.
Cailyn menoleh. "Iya?"
Deg!
Tubuh Caily terpaku di tempat. Ia bahkan tidak sadar menahan nafas dengan mata tak berkedip menatap laki-laki di hadapannya. Mulutnya bahkan sedikit terbuka.
Dengan susah payah ia menelan ludahnya dan mencoba kembali bersuara. Ia mengambil nafas dalam-dalam, menahan rasa senang yang berlebihan karena pangeran sekolah yang biasanya tidak pernah berminat dengannya, kini tersenyum begitu manis padanya.
"Halo, boleh aku meminjam buku?" tanya Luke dengan senyum ramah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Kirana~
Mantapp!! Gas lanjutkan. Gaya penulisan kakak yg bab 3 lebih mengalir. Pertahankan ya! Selanjutnya pakai gaya penulisan bab 3 aja ya
2023-08-29
1