Sabtu adalah waktunya semua organisasi berkumpul untuk latihan. Tidak seperti biasanya, kali ini OSIS dan Pramuka mengadakan latihan gabungan dalam rangka mempersiapkan acara perkemahan untuk perayaan Hari Pramuka.
Hal itu membuat Rena dan Angga dipertemukan. Sebagai anggota yang aktif di organisasinya, Angga selalu menjadi pembicara dan juga anggota paling menonjol karena digadang-gadang akan direkomendasikan menjadi kandidat Ketua OSIS tahun ini. Dan hal itu membuat perasaan Rena semakin menggebu-gebu melihatnya.
"Ren, ada yang kirim salam buat lo," ujar Wati yang juga sama-sama anggota Pramuka dengan Rena. Mereka sedang istirahat dan duduk di taman sekolah sekarang.
"Waalaikumsalam."
"Yaelah, nggak mau tahu siapa yang kirim salam?" tanya Wati jengah.
"Siapa?"
"Ketua Pratama kita, kak Hamzah!" kata Wati antusias.
Rena cukup terkejut, sempat merasa senang namun tak ia teruskan sebab takut kejadian seperti minggu kemarin terulang di mana tak ada angin tak ada hujan Angga menyatakan cinta pada Rena dan ternyata cowok itu hanya mempermainkannya. Pengalaman adalah guru terbaik, Rena tak boleh gegabah kali ini.
"Ngapain Kak Hamzah titip kirim salam segala? Emang dia nggak bisa masuk aja ke kelas kita besok terus ketuk pintu sambil ucap salam gitu?" Rena mencemooh.
"Gausah pura-pura nggak ngerti deh, itu tandanya Kak Hamzah naksir sama lo!" ucap Wati bersemangat.
Rena mendengus, dia benar-benar trauma. Ditembak oleh Angga adalah sesuatu hal yang amat membahagiakan baginya dan Rena belum bisa membuka hati lagi pada sembarang pria setelah dikecewakan bahkan dipermalukan sedemikian rupa. Tapi, bukan hanya itu masalahnya.
"Ah, takut gue. Ada ilham dari mana coba Ketua Pratama tiba-tiba naksir gue? Emang spesialnya gue apa? Sekelas Angga aja cuma jadiin gue bahan mainan bahkan taruhan, apalagi Kak Hamzah yang ... ah, nggak usah dijelasin deh, malu gue buat bilang kalo gue cuma cewek biasa-biasa aja buat cowok sekelas Kak Hamzah." Rena memalingkan pandangannya dan matanya tak sengaja melihat Hamzah yang sedang kumpul dengan anggota inti Pramuka.
"Dia minta nomor WhatsApp lo loh!" Wati tak hentinya menggoda.
"Nomor WhatsApp gue 'kan ada di grup keanggotaan, ngapain dia minta sama lo segala?" balas Rena masih dengan nada sensi.
"Ya, udah gue bilang kek gitu kok!"
"Kapan emang?" Rena akhirnya penasaran juga.
"Barusan."
"Hah?" sahut Rena yang langsung membuka ponselnya karena benda pipih itu tiba-tiba bergetar.
Satu pesan diterima.
Nomor ini tidak termasuk dalam daftar kontak Anda.
(Assalamu'alaikum, Rena.)
Rena tersenyum miring, bahkan dia tak pernah berani menyimpan nomor kakak-kakak kelasnya termasuk Hamzah karena memang kakak kelasnya pun tak pernah ada yang mengiriminya pesan. Sebiasa itu memang cewek ini.
Kehadirannya sebagai anggota Pramuka juga seperti hanya sebagai pelengkap saja, dibutuhkan tidak, tidak dibutuhkan juga tidak. Padahal jika mengikuti berbagai kegiatan, Rena selalu tampil all out dan percaya diri namun entah kenapa keberadaannya tak pernah dianggap istimewa. Kesannya selalu biasa saja.
Berbeda dengan Dina, selain dari kalangan berada, cewek yang lebih memilih masuk organisasi OSIS itu sangat disukai banyak orang. Memang ya, aura orang kaya itu selalu berbeda, orang-orang bawaannya selalu ingin dekat saja. Apa pun yang dilakukan Dina pasti selalu diapresiasi bahkan meskipun masih kelas delapan, Dina sudah didapuk menjadi sekretaris OSIS yang seharusnya masih dipegang oleh anggota kelas sembilan.
Lupakan tentang Dina.
Ini adalah kali pertama Rena menerima pesan dari kakak kelas, Ketua Pratama pula. Ada apa gerangan? Batinnya. Rena tak berniat membalas pesan itu cepat-cepat, dia lebih memilih menoleh kembali ke arah Hamzah yang ternyata kini sendirian seraya menatap layar ponsel. Mata Rena lalu beralih ke layar ponselnya dan melihat jika Hamzah sedang dalam mode mengetik di kolom percakapan mereka.
"Dia ada chat, 'kan?" tanya Wati kepo.
"Ada, dia ucap salam tapi belum gue balas," jawab Rena.
"Kenapa?"
"Kak Hamzah lagi ngetik, tunggu aja dia mau chat apa, kalo ucap salam lagi fix gue nggak akan balas." Rena dan Wati cekikikan.
Tak lama, Dina yang merupakan sekretaris OSIS itu mengumumkan melalui micropon jika semua anggota OSIS dan Pramuka harus segera berkumpul di aula untuk melaksanakan rapat membuat dua cewek itu langsung bangkit tanpa mempedulikan ponsel Rena yang kembali bergetar.
Dari kejauhan, Hamzah terlihat kecewa sebab pesannya tak kunjung dibalas bahkan dibaca. Cowok itu lantas bangkit dan bersiap memimpin rapat dan berniat akan mengajak Rena bicara jika rapat sudah selesai.
***
Sore menjelang, suasana basah sehabis hujan gerimis menemani para anggota OSIS dan Pramuka yang sedang istirahat makan. Rena, Wati dan Dina sepakat memesan mie goreng di kantin dan membawa makanan itu ke dalam aula di mana anggota lain sudah duduk melingkar.
Saat hendak memasuki aula, ketiga cewek itu tak sengaja berpapasan dengan Najril yang tentu saja bersama sahabat karibnya Angga yang memperlihatkan wajah tanpa dosa padahal minggu kemarin sudah jelas menyakiti hati Rena.
Di saat yang sama, Hamzah juga keluar. Matanya berbinar melihat Rena yang sedang membawa mangkuk mie membuat cewek biasa itu tersenyum kikuk.
"Ren, kok chat dari Kakak nggak dibalas?" tanya Hamzah sontak membuat Angga yang sedang berjalan memberhentikan langkahnya.
"Oh, hmmm ... itu Kakak, ya? Aku belum sempat jawab salamnya, maaf. Aku dosa kali, ya?" jawab Rena sementara dua temannya saling sikut sembari menahan tawa.
"Dosa lah, sebagai sesama Muslim kita wajib loh jawab salam. Oh ya, Kakak juga kirim pesan lain, kayaknya kamu belum baca," sambung Hamzah.
"I-iya udah deh waalaikumsalam. Ponselnya di tas, aku nggak bawa. Maaf, Kak." sebelah tangan Rena menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Nggak papa, Kakak yang salah chat kamu di waktu yang kurang tepat. Nanti pulang rapat, Kakak anterin pulang, ya? Mau?"
Dina yang belum tahu perihal masalah itu hampir saja menjatuhkam mangkuk mie yang dia pegang saking kagetnya. Kak Hamzah mengirim pesan pada Rena? Ingin mengantarnya pulang? Apa tidak salah? Itu yang ada dalam benaknya.
"Rena mau kok, kebetulan aku mau pulang sendirian, terus Dina juga pulang sama Najril. Iya 'kan, Jril?" seru Wati sedikit berteriak pada Najril yang jaraknya kurang lebih satu meter dari mereka. Mendengar itu, Angga yang ada di samping Najril memutar bola matanya.
"Apaan sih, lo?" bisik Rena.
"Udah, diem aja napa!" bentaknya.
"Kalau Rena nggak mau juga gapapa kok, Kakak nggak maksa." Hamzah menyentuh tengkuknya.
"Mau kok!" jawab Rena buru-buru.
"Serius? Ya sudah, kita ketemu di depan nanti, ya." sahut Hamzah antusias sementara Rena tersenyum puas sebab melihat Angga yang entah kenapa terlihat jengah sedari tadi.
"Cieee yang mau dianterin pulang sama Ketua Pratama ... mimpi apa lo semalam, Ren?" goda Wati yang disambut tawa oleh Rena. Bukan karena candaan Wati, tapi karena melihat Angga yang menendang tong sampah lalu pergi begitu saja.
"Si Angga kenapa?" tanya Dina heran.
"Dapet karma pasti dia!" balas Wati sambil tertawa puas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments