2

Bel pulang sudah berbunyi, semua murid sibuk membereskan perkakasnya ke dalam tas dan setelah berdo'a bersama, guru meninggalkan kelas disusul dengan satu per satu murid yang akhirnya berhamburan ikut keluar untuk pulang. Najril dan Angga saling pandang sebelum akhirnya Angga bangkit dan menghampiri Rena yang bersiap pulang.

"Ren!" sapa Angga yang membuat Rena menoleh dengan senyum yang dibuat semanis mungkin. Tak sia-sia dia memperlambat kegiatannya membereskan alat tulis demi mencari perhatian Angga, cowok itu kini menghampirinya di saat semua murid sudah keluar kelas kecuali Dina dan Najril yang terlihat ngobrol di sudut kelas.

"Ya, kenapa Angga?" tanya Rena dengan jantung yang berdegup kencang. Padahal baru dua jam mereka berpacaran, namun Rena sudah merasakan cinta yang teramat dalam.

Angga tersenyum menunjukkan barisan giginya yang putih, matanya menatap dalam manik Rena membuat cewek itu merona seketika.

"Kita putus!" ucap Angga dengan suara lirih. Pelan. Hampir tak terdengar.

Wajah Rena yang merona karena malu kini merah padam karena marah. Sekelumit tanya berdatangan dalam benaknya namun tak mampu Rena utarakan karena serangan panik yang membuatnya membeku seketika.

Angga sendiri masih berada di hadapannya, menatap datar lalu mencium pipi Rena yang terasa panas. "Hadiah karena udah mau jadi pacar gue selama dua jam," ujarnya lalu meninggalkan Rena yang masih terpaku dengan nafas yang memburu.

Dina yang sibuk mengobrol dengan pacarnya tak menyadari apa yang terjadi, Dina baru tersadar saat Angga mengajak Najril untuk pulang bersama tanpa ada Rena di sisinya.

"Loh, Rena nggak diajak?" tanya Dina langsung menoleh pada sahabatnya yang sedang mengepalkan tangan dengan pandangan mata lurus ke depan.

"Lo apain temen gue, Hah?" Dina gegas menghampiri Rena sementara Angga dan Najril keluar lebih dulu dengan wajah yang tak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.

"Ren, lo kenapa? Ayo kita pulang." Dina menarik tangan Rena yang menurut saja, cewek itu belum mengatakan apa-apa.

Rasanya malu, malu sekali seandainya Dina apalagi teman-teman kelasnya yang lain tahu jika dirinya diputuskan oleh Angga pasca dua jam berpacaran padahal tadi satu kelas sudah heboh memberikan ucapan selamat padanya. Ditembak secara tiba-tiba, lalu diputuskan secara tiba-tiba juga. Angga keterlaluan, Rena merasa harga dirinya diinjak.

Keduanya kini menaiki angkot bersama karena arah rumah mereka sama. Dina masih mendesak Rena hingga akhirnya cewek itu mau angkat bicara.

"Angga putusin gue, Din," ujarnya terbata, "Bener kata lo, harusnya gue pikir-pikir dulu sebelum terima. Angga kayaknya emang sengaja deh mempermainkan gue, setelah bilang putus dia cium pipi gue dan bilang kalau ciuman itu sebagai hadiah karena udah mau jadi pacarnya selama dua jam. Gue ... gue malu, Din. Gimana kalau teman-teman kelas tahu gue cuma dipermainkan?"

Dina segera mendekap sahabatnya yang terisak, tangisnya kian pecah tak peduli beberapa pasang mata penumpang angkot melihatnya. Rena tak peduli, rasa malunya sudah terkikis habis oleh perlakuan Angga yang mempermalukan dan menginjak dirinya habis-habisan.

"Angga jahat, Din, gue harus gimana kalau temen-temen kita nanya?" Rena bertanya di tengah isakannya.

"Lo nggak harus gimana-gimana, semua orang tahu kok kalau si Angga emang playboy. Kalau ada yang tanya, bilang aja yang sebenarnya, paling lo cuma dibilang bodoh."

"Huaaaa..." Rena semakin kencang tangisnya.

***

Keesokan harinya, Rena tak masuk sekolah. Cewek itu mengeluh sakit pada orangtuanya dan diizinkan untuk tidak masuk sekolah agar beristirahat di rumah saja. Rena senang karena aktingnya dipercaya sebab cewek itu sebenarnya baik-baik saja, hanya dengan modal hair dryer yang didekatkan pada wajahnya, orangtua Rena percaya bahwa putri mereka sedang demam.

Rena juga mengeluh sakit mata, kali ini ia tidak berbohong sebab memang cewek itu sudah mengalami keluhan buram saat melihat jarak jauh sejak kelas satu SMP dan dibiarkan saja. Kini, saat memasuki kelas dua, Rena merasa penglihatannya semakin buram bahkan dia tak bisa melihat huruf di papan tulis sehingga harus melihat catatan Dina setiap hari.

"Ya sudah, kita ke rumah sakit aja dan langsung ke Poli Mata!" ucap sang ibu yang langsung ditanggapi dengan antusias oleh Rena.

Rena akhirnya bisa melupakan sedikit kegalauan hatinya karena putus cinta sebab selain memeriksakan mata, sang ibu juga mengajaknya jalan-jalan dan membeli pakaian. Rena juga dibebaskan memilih kacamata tanpa melihat harga membuat cewek itu kalap dan mengambil tiga kacamata sekaligus agar bisa gonta-ganti dan bergaya.

"Makasih, Bu, aku kayaknya langsung sembuh deh ini," kata Rena seraya cekikikan.

"Iya, ya sudah kita pulang. Kacamatanya pakai, kan kata dokter juga jangan dilepas kecuali mandi sama tidur!" Rena mengangguk dan memakai salah satu kacamatanya. Cewek itu menatap dirinya di cermin yang ia bawa dan merasa jika wajahnya menjadi lebih cantik jika memakai kacamata.

"Bu, aku cantikan pakai kacamata atau nggak?" tanya Rena.

"Pakai nggak pakai juga cantik kok, tapi kalau pakai gini memang lebih cantik sih. Beda auranya."

Dan benar saja, keesokan harinya saat Rena kembali sekolah, teman-temannya seperti biasa mengerubungi bangkunya bersama Dina dan menanyakan kenapa Rena kemarim tidak masuk sekolah dan kini memakai kacamata.

"Kemarin kepala gue pusing, makanya absen dulu buat periksa. Jadi sekalian aja periksa mata biar gue nggak nyontek mulu sama si Dina, eh ternyata minus 3." Rena menunjukkan kacamatanya yang langsung dicoba satu per satu oleh teman-temannya.

"Buset! Pusing amat. Beneran minus ini, gue kira lo cuma gaya-gayaan aja karena habis diputusin sama si Angga," ujar Wati, teman yang cukup akrab dengan Rena.

"Iya, tapi lo cantikkan pake kacamata sih, lebih dewasa gitu kelihatannya. Hahaha!" timpal yang lain.

"Bener, kali aja si Angga jadi beneran naksir lo terus dapat karma." Wati melipat kedua tangannya.

"Jadi kalian udah pada tahu, ya? Huh ... malu gue, emang dasar cowok br*ngsek." Rena meninju mejanya cukup keras.

"Tahu si Angga br3ngsek, kenapa langsung diterima segala?" sahut Dina sarkasme.

"Ya ... karena cinta!" balas Rena yang akhirnya menyadari bahwa cinta itu masih ada. Sejak dulu saat dirinya sama sekali tidak dilirik oleh Angga hingga sekarang di saat Angga bahkan sudah mematahkan hatinya.

"Bullshit itu namanya! Jangan mau lagi deh, Ren, harus jaga-jaga apalagi sekarang tuh cowok ngelihatin lo sampe terpana gitu. Waspada, Ren!" ujar Wati. Semua yang mengerubungi bangku Rena dan Dina sontak menoleh ke arah Angga yang langsung memalingkan wajahnya.

Rena tersenyum sinis, merasa muak melihat wajah Angga yang so kegantengan tapi memang ganteng sih, manis lagi. Ah, tuh kan, Rena masih saja menyimpan rasa!

Terpopuler

Comments

Yoh Asakura

Yoh Asakura

Seru banget! Aku lupa makan kalau udah mulai baca cerita ini.

2023-08-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!