Sebelum adzan subuh berkumandang, Rain sudah bangun dari tidurnya. Dipandang nya Carla yang masih tidur nyenyak diatas ranjang.
"Adek di sini dulu ya, Nanti abang kembali lagi membawa sarapan untuk Adek," gumam nya lalu melangkah keluar kamar.
Di luar kamar, di lihat nya Zakir yang masih tidur diatas sofa panjang.
Kaki kecil Rain, menapak pelan menuju ke pintu masuk rumah itu. Ia memutar anak kunci yang tergantung di pintu kemudian membuka nya pelan.
Seperti biasa, pagi ini ia akan mengumpulkan sampah botol-botol bekas untuk ia tukar kan menjadi uang nantinya.
Kaki nya terus melangkah sambil memunguti botol-botol bekas yang berserak di sepanjang jalan dengan penuh semangat.
Hingga sang Mantari pagi menyapa. Baru lah ia berhenti memunguti sampah-sampah itu. Ada seutas senyum terpancar di wajahnya, saat melihat beberapa kantong kresek yang sudah terisi penuh dengan botol-botol bekas yang di kumpulkan nya sejak shubuh tadi.
Namun, senyum itu seketika lenyap, ketika ia mendapati jalan dan bagunan di sekitar yang terlihat asing.
Di tempat nya berdiri, ia hanya melihat gedung-gedung pencakar langit yang tinggi menjulang serta jalanan yang begitu ramai di lalui oleh bermacam jenis kendaraan.
Ia bingung harus kemana, saat ini tak satu pun bangunan dan jalan yang ia kenali. Bahkan jalan yang ia lalui di waktu shubuh tadi pun tak bisa ia kenali lagi.
Rain terus melangkah tanpa tahu kemana arah yang harus ia lewati. Hingga matahari semakin beranjak naik, kaki nya terus melangkah. kepalanya juga menoleh kiri dan kanan dengan pikiran tak menentu. Hingga ia tak sadar langkah nya sudah berada di badan jalan. Bertepatan dengan itu sebuah mobil sedan mewah melaju ke arah nya. Tanpa dapat menghindar tubuh Rain pun terserempet. Rain terguling ke pinggir jalan dan seketika jatuh pingsan.
"Berhenti, Jo!" perintah wanita paruh baya yang berada di dalam mobil mewah itu.
"Tapi, Nyonya...... "
"Berhenti kataku!!! kau telah menyerempet-nya. Apa pun yang terjadi, kita harus bertanggung jawab," ucap wanita paruh baya yang berada di dalam mobil mewah itu.
Sopir itu pun berhenti. Diikuti 2 mobil lain yang juga berhenti di belakang mobil mewah itu.
Orang-orang sudah banyak yang berkerumun di sekitar tubuh Rain yang tidak sadar kan diri, mereka hanya ingin menyaksikan tanpa ingin menyentuh atau pun ingin menolong.
Wanita paruh baya dengan tampilan eksekutif itu menghampiri tubuh Rain yang tergeletak di bahu jalan.
Dan, seketika mata wanita paruh baya itu pun terbelalak lebar, begitu melihat wajah Rain.
"Jo...... Jo...... Alfred!!" pekik wanita paruh baya yang masih menatap lekat wajah Rain.
"Cepat, bantu aku membawa nya masuk ke dalam mobil," Wanita paruh baya itu pun segera kembali ke mobil, lalu masuk dan duduk di bangku belakang. Sedangkan Jo membopong tubuh Rain kemudian membaringkan nya di dalam mobil. Wanita paruh baya itu memangku kepala Rain di atas kedua paha nya.
***
Sementara itu. Carla terus saja menangis sejak bangun tidur hingga sekarang karna tidak menemukan Abang nya.
"Kir, suruh dia diam lah. Kepalaku pusing sejak pagi tadi hanya mendengar tangisan nya,"
"Aku juga sudah membujuk nya. Kamu lihat sendiri kan. Tapi anak ini seperti nya tidak bisa berpisah dengan Abang nya. Sedang kan Abang nya sendiri entah pergi kemana?"
"Kau kan tadi tidur di luar, ada di luar. Masa kau tidak tau bocah itu pergi,"
"Ya mana aku tau, aku tidur Yos. Baikalah sekarang tolong kamu jaga anak itu, aku akan keluar mencari Abang nya,"
"Tidak usah, biar aku saja yang mencari bocah itu." gerutu Yos lalu melangkah pergi...
"Carla, diam lah, sebentar lagi Abang mu pasti datang," bujuk Zakir.
Namun, Carla tetap saja menangis dengan tubuh bersandar kedinding.
***
Di tempat lain. Seorang wanita cantik, berjalan tergesa-gesa di Koridor rumah sakit. Tangan nya memegang tangan seorang gadis manis yang masih menggunakan seragam sekolah. Gadis manis itu setengah berlari agar bisa mensejajarkan langkah nya dengan wanita yang melangkah tergesa-gesa itu. Sedangkan di belakang mereka berjalan tiga orang laki-laki dengan postur tegap. Yang akan selalu mengikuti kemanapun mereka pergi.
"Ma," Langkah wanita cantik itu semakin cepat kala melihat wanita paruh baya yang berdiri di depan ruang pemeriksaan rumah sakit.
"Zio, sayang. Mama menemukan Zio," ucap Maria, wanita paruh baya yang tampak begitu histeris, senyum nya mengembang meski bola matanya berkaca.
"Mana Ma, mana Zio?" tanya Salsa yang sudah tak sabar.
"Ada di dalam sayang, dokter sedang memeriksanya," jawab Maria.
Salsa lansung mendorong pintu ruang pemeriksaan yang masih tertutup rapat itu.
Langkah nya semakin cepat mendekati ranjang pasien. Dan, seketika ia menutup mulut nya dengan kedua tangan saat melihat Rain yang terbaring di ranjang pasien.
"Zio," Bulir bening yang sejak tadi ia tahan, kini tumpah sudah.
"Tenang lah Nyonya, Tuan muda hanya pingsan saja. Tidak ada luka yang serius. Setelah siuman tuan muda sudah bisa di bawa pulang," ujar sang dokter kemudian berlalu pergi.
Salsa mendekati Rain yang masih terbaring, lalu ia melihat tanda lahir di balik Telinga anak itu. Benar saja, di sana terdapat tanda lahir yang sama dengan Zia putri kecil nya.
"Ma, dia Zio ma. Dia Zio," Salsa memandang Maria penuh haru.
Maria tersenyum bahagia sambil mengangguk. Kemudian mendekati menantunya.
"Iya sayang dia Anak mu, Zio yang selama ini kamu rindukan," ucap Maria menatap lekat anak laki-laki yang terbaring di ranjang pasien.
"Deddy," Zia berlari mendekati Zidan yang baru saja datang. Zidan membawa putri nya itu ke dalam gendongan nya lalu melangkah mendekati Salsa.
"Mas, Zio sudah kembali Mas," Salsa menyandarkan wajah nya di bahu Zidan.
"Asyik....... Akhirnya Adek punya Abang,"
"Bunda jangan nangis lagi dong. Harus nya kan, Bunda senang karna Abang sudah kembali," ucap Zia yang berada dalam gendongan Zidan.
"Iya sayang Bunda bahagia. Bunda nggak nangis sayang," Salsa mengusap air mata bahagia nya sambil tersenyum.
"Mas....... " Salsa mengusap lembut wajah Rain yang masih terbaring.
"Ya, sayang," balas Zidan yang juga tak henti menatap wajah Rain yang sangat mirip dengan nya.
"Seperti nya, selama ini Zio hidup menderita, Mas," ucap Salsa.
"Iya sayang. Tapi selama ini, kita juga sudah berusaha mencari nya. Jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri," Zidan mengusap lembut bahu Salsa.
"Bangun Nak, bangun. Bunda kangen kamu," lirih Salsa dengan bola mata yang kembali berkaca.
****
Satu jam berselang. Jemari Rain mulai bergerak, di sertai kelopak mata nya yang mulai mengerjap sebelum terbuka sempurna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments