Makanan sudah terhidang di meja. Carla lansung menyantap makanan didepan nya itu dengan lahap. Sedang kan Rain hanya duduk diam dengan kedua tangan menyilang di dada. Makanan yang terhidang di depannya belum ia sentuh sama sekali.
Zakir yang sejak tadi memperhatikan bocah laki-laki di depan nya mengernyitkan dahi.
"Kenapa kamu tidak memakannya? Apa makanan nya tidak enak," tanya Zakir.
"Aku tidak lapar," jawab Rain dingin memalingkan wajah nya kearah lain.
Zakir manggut-manggut mendengar jawaban angkuh seorang anak kecil yang duduk di depan nya itu.
"Saya mau ke toilet dulu," ucap Zakir lalu melangkah pergi. Pikirnya mungkin bocah laki-laki itu malu dengan keberadaan nya.
Namun, setelah Zakir pergi, Rain masih tidak menyentuh makanan itu. Ia hanya memperhatikan Carla yang makan dengan lahap.
Baginya, melihat Carla yang makan begitu lahap, membuat kebahagian tersendiri. Ia sadar, selama ini tidak bisa membelikan makanan enak untuk sang Adik.
"Abang, ini rasa nya enak sekali. Abang cobain deh!" Carla menyuapkan makanan di piring nya itu pada Rain.
Rain membuka mulut nya, menerima suapan dari Carla.
"Enak kan bang?" tanya Carla tersenyum padanya.
Rain mengangguk pelan.
"Kalau begitu, Abang makan lah. Kan sayang makanan seenak ini tidak di habiskan," ucap Carla lalu kembali menyantap makanan di piring nya.
"Adek suka makanan ini?" tanya Rain sembari mengusap puncak kepala Carla.
"Suka," Carla tersenyum senang.
"Nanti kalau Abang punya banyak uang, Abang akan selalu bawa Adek makan di sini," ucap Rain.
"Benar, ya Bang, "
Rain mengangguk.
"Adek juga ingin nanti punya restoran seperti ini," ucap Carla dengan polos nya.
***
"Bagaimana? Makanan nya enak kan? " tanya Zakir menatap piring kosong di depan Rain.
"Iya Om, enak banget," jawab Carla.
"Hei jagoan! bagaimana, Enak tidak," Zakir menatap Rain yang menunduk.
"Ya, enak. Terimakasih, " ucap Rain tulus dengan wajah yang masih menunduk.
Zakir tersenyum miring.
"Apa kamu ingin memakan nya lagi?" tanya Zakir.
Rain menggeleng.
"Kenapa?" tanya Zakir lagi yang seperti ingin menggoda bocah di depannya itu.
"Aku tidak ada uang," jawab Rain apa adanya.
"Kalian makan lah setiap hari di sini, saya akan membayarnya," ucap Zakir.
"Tidak perlu, semua yang Om berikan ini, suatu hari nanti aku akan menggantinya," ucap Rain penuh keyakinan.
***
Setelah keluar dari restoran cepat saji. Rain dan Carla melanjutkan lagi mencari botol-botol bekas, yang nantinya akan mereka tukar dengan uang. Rain yang tadinya berencana akan pulang mengambil baju, mengurung kan niat nya, karna sudah mendapatkan baju yang di belikan Zakir.
"Bang, Om Zakir itu baik ya. Tapi, kenapa Ibu melarang kita dekat dengan dia?" Carla terus mengoceh sembari memunguti botol-botol bekas.
"Kita memang harus hati-hati dengan orang asing Dek. Siapa tau dia itu memang punya niat nggak baik dengan kita," ucap Rain menanggapi.
"Tapi, Adek yakin Om Zakir itu orang baik," ucap Carla tak mau kalah.
"Iya," balas Rain.
Tiba-tiba Sebuah motor berhenti di dekat mereka.
"Ibu!" Carla berlari ke belakang tubuh Rain ketika melihat Maya yang duduk di belakang jok motor.
"Carla! ikut Ibu sekarang," Maya lansung menarik paksa tangan putrinya.
"Nggak, nggak mau. Adek nggak mau ikut Ibu," Carla berteriak sambil menangis memegang erat tangan Rain.
"Ibu mau bawa Adek kemana?" tanya Rain yang juga menarik tangan Carla.
"Bukan urusan kau Rain! Cari saja uang yang banyak, jika kau tak ingin aku pukul lagi!" bentak Maya menunjuk Rain dengan penuh amarah.
Mendengar ancaman Maya Rain pun melepaskan tangan nya yang memegang tangan Carla.
"Adek nggak mau ikut Ibu....... Abang tolong Bang. Adek nggak mau ikut Ibu," Carla terus meronta menggapai tangan nya pada Rain.
"Diam!!!" bentak Maya lalu mengangkat tubuh Carla naik ke atas motor di susul dirinya yang mengapit tubuh Carla.
"Jangan bawa Adek Bu, jangan bawa Adek Bu," Rain memegang kuat kaki Maya dengan kudua tangan nya.
"Lepas Rain! atau kau akan mendapat hukuman dariku nanti," bentak Maya menepis kan tangan Rain.
Rain melepaskan tangan nya. Dirinya terlalu takut dengan wanita itu. Takut dengan siksaan yang akan di Terima nya nanti, jika menentang ucapan nya.
"Jalan sekarang," titah Maya pada pengendara motor.
Motor pun melaju kencang. Rain hanya berdiri diam dengan linangan air mata menatap kepergian Carla diatas motor itu.
Kemudian ia melanjutkan kembali memunguti botol-botol bekas itu. Namun, tangisan Carla terngiang-ngiang di telinga nya. Hingga ia memutuskan kembali pulang.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Rain akhirnya tiba di rumah. Langkahnya sejenak terhenti menatap heran motor yang terparkir di halaman rumah. Di luar tidak ada siapa-siapa. Bahkan ia juga tidak melihat Ibunya.
Tiba-tiba dari dalam rumah ia mendengar suara jeritan kesakitan Carla.
"Adek!" Ia berlari, mendorong pintu rumah yang tidak pernah terkunci itu.
Didalam rumah ia melihat Carla yang terbaring di lantai yang beralaskan tikar. Didalam kamar ia melihat Maya yang tertidur pulas.
"Aduh,. Sakit........ Sakit........." Carla merintih menahan sakit.
"Adek kenapa?" Rain melangkah mendekati Carla.
"Abang tolong. sakit.... Sakit," Carla terus merintih sambil memegang bawah pusarnya.
Ceklek
Pintu kamar mandi terbuka. Terlihat Toni keluar dari sana sambil menarik resleting celananya.
"Apa kau lihat?!" Bentak Toni.
Rain mengepalkan tangan nya kuat, menatap tajam pada Toni.
"Kau apakan Adik ku!?" bentak Rain dengan dada yang naik turun.
Toni hanya melihat bocah kecil didepannya itu dengan tatapan sinis.
Dada Rain yang sudah di penuhi amarah lansung menyerang Toni. Namun, Tubuh nya yang masih kecil tentu pukulan nya tidak terasa bagi Toni. Namun, Rain terus saja melayang kan pukulan nya.
"Dasar! bocah gembel." ucap Toni lalu menendang perut Rain, membuat tubuh kecil itu terpental jauh.
"Cuihh!!! Dasar bocah gembel," Ucap Toni menghinanya serta meludahi tubuh Rain. kemudian ia meraih jaket kulit yang ter gantung di dinding ruangan itu.
Rain bangkit, mengambil sebilah pisau yang terletak di atas meja. Lalu ia berlari kearah Toni.
Sekuat tenaga ia menusukkan pisau itu ke punggung Toni yang sedang mamasang jaket.
"Aaaaaakh!!!" Toni mengerang kesakitan seketika menoleh kebelakang.
"Anak sialan kau!!" Toni menarik Rambut Rain dengan kuat.
Namun Rain tidak mengerang kesakitan sama sekali. Pisau itu ia cabut, lalu menusukkan ke perut Toni.
"Aaaaakh!!! Anak sialan kau!!! " Toni mengerang ke sakitan. setelah itu tubuh nya terhempas ke lantai. Tak berhenti di situ Rain menduduki tubuh Toni yang sudah terbaring di lantai, lalu menusuk dan menyayat tubuh itu tanpa rasa takut sedikitpun.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments