Istri Untuk Tuan Muda Kejam
"Abang, kapan Adek bisa makan es cream itu," Carla, gadis kecil yang baru berusia 10 tahun, merengek sambil menunjuk gambar es cream yang terpajang di lemari pendingin sebuah warung.
Rain, yang dipanggil Carla Abang, menghentikan langkah. Bocah laki-laki berusia 10 tahun itu menatap lekat adiknya yang berdiri sambil menggigit bibir.
Rain tahu, sudah lama sekali adiknya ingin memakan es cream itu. Namun, selama ini, Rain hanya bisa menjanjikan akan membelikan sekotak es cream itu untuk adiknya.
Sebenarnya, bisa saja dari dulu ia membelikan es cream itu untuk adiknya. Sebab penghasilan mereka dari memulung botol-botol bekas, bisa mencapai kisaran 30 ribu rupiah. Itu adalah penghasilan bersih yang akan mereka bawa pulang, selebihnya sudah mereka gunakan untuk membeli makanan.
Tapi, penghasilan yang mereka bawa pulang, selalu di berikannya pada ibunya, jika tidak ingin menerima amukan.
"Adek tunggu di sini, ya,"
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Rain memutuskan menggunakan uang yang mereka dapatkan hari ini untuk membelikan Adiknya sekotak es cream. Biarlah nanti dirinya menerima amukan sang ibu dari pada melihat wajah murung adik, yang begitu di sayanginya.
"Pak, saya mau beli es cream itu," Rain menunjuk gambar es cream yang di inginkan adiknya.
Pemilik warung menatap bocah kecil di hadapannya dengan tatapan merendahkan. Pasalnya es cream yang di tunjuk Rain harganya tergolong mahal.
Melihat penampilan Rain yang seperti anak jalanan dengan pakaian lusuh tanpa alas kaki, tentu pemilik warung mengira, jika Rain tak akan mampu membeli es cream yang harganya terbilang cukup mahal.
"Harganya dua puluh lima ribu, kamu ada uang?" Pemilik warung bertanya sebelum mengambil es cream yang ditunjuk bocah di hadapannya.
Rain mengembangkan uang kertas yang di genggamnya, lalu memberikan sejumlah yang di minta pemilik warung, menyisakan 5 ribu di tangannya.
Setelah mengambil uang yang di berikan Rain, pemilik warung membuka lemari pendingin, lalu mengambil satu kotak es cream kemudian memberikannya pada Rega.
"Dirumah kamu punya kulkas tidak?" tanya pemilik warung sebelum bocah di depannya pergi.
"Gak ada," jawab Rain.
"Sebaiknya jangan terlalu lama mendiamkan es cream ini, takutnya rasanya akan berubah jika sudah mencair," pesan pemilik warung.
Setelahnya Rain berjalan mendekati Carla yang berjingkrak kesenangan melihat abangnya membawa sekotak es cream.
"Terimakasih, Abang," Carla mengambil es cream itu dari tangan abangnya.
"Adek makannya di sana saja," Rain menunjuk sebuah pohon yang cukup rindang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Gak ah, Adek nanti saja makannya di rumah,"
"Adek mau di marahi Ibu?"
Carla menggeleng.
"Mangkanya, Adek harus habiskan es cream ini disini, agar Ibu gak tau,"
"Ya, baiklah," Mereka pun berjalan ke bawah pohon yang di tunjuk Rain tadi.
Tiba di bawah pohon, Carla meminta Rain membuka kotak es cream itu. Lalu, ia menyendoknya dan menyuap ke mulutnya sendiri.
"Wah, rasanya enak sekali! Cobain deh, Bang," seru Carla, lalu menyendok es cream itu lagi dan menyuapkan ke mulut Rain.
"Adek makan saja, Abang gak suka," Rain menolak, walaupun tenggorokannya ingin juga mencicipi rasa makanan dingin yang tak pernah selama ini di cicipinya.
"Abang, coba dulu," Carla tetap menyuapkan es cream yang telah di sendoknya itu pada Rain.
Terpaksa Rain membuka mulutnya, merasakan betapa dingin dan lembutnya es cream rasa strawbery tersebut yang telah berada di dalam mulutnya.
"Enak kan, Abang?" Carla meminta pendapat.
Rain mengangguk, tak ia pungkiri makanan yang baru pertama kali di rasakannya itu memang begitu lezat.
"Lagi," Carla kembali menyuapkan es cream itu ke mulut Rain.
"Sudah, buat Adek saja. Abang gak terlalu suka rasanya," Rain menolak, ia hanya ingin Carla sendirilah yang menghabiskan es cream itu, tanpa ia ikut serta memakannya, ia ingin adiknya bisa puas merasakan makanan terlesat yang baru pertama kali ini di rasaknnya.
Rain tersenyum senang, melihat Carla begitu lahap menyantap es cream yang di belinya.
"Adek, nanti jangan bilang Ibu, kalau Abang membelikan Adek es cream, ya," pesannya.
Adelia mengangguk sambil terus menyantap es cream di tangannya.
*
Biru langit kini telah menghilang. Cahaya mentari di ufuk barat pun semakin menghilang. Suara azan isya sudah terdengar berkumandang dari mesjid-mesjid. Setelah beraktifitas sedari subuh, kini Rain dan Adiknya mengarahkan langkah menuju rumah.
"Abang, nanti kalau Abang ada uang lagi, belikan Adek es cream yang rasa coklat ya," celoteh Carla sembari berjalan ber iringan dengan Abangnya.
Rain tersenyum sembari mengangguk pelan.
Sebenarnya, saat ini ia tengah menyembunyikan rasa cemasnya, jantungnya semakin berdebar, membayangkan amukan sang ibu tiba di rumah nanti.
Perlahan langkah kaki kecil mereka semakin tiba di dekat rumah.
Samar-samar, di depan rumah yang tanpa di terangi cahaya lampu listrik, Rain melihat sang ibu tengah duduk di kursi kayu. Pastinya sengaja menunggu kepulangan ia dan adiknya.
Rain semakin ketakutan tatkala wanita itu berdiri lalu mendekati mereka.
"Kalian dari mana saja? Kenapa lama sekali pulangnya?" Wanita itu menghadang lengkah mereka.
"Maaf kan Abang, Bu..." Rain berkata dengan bibir yang bergetar.
"Sudah, cukup! Sekarang berikan uang yang kalian bawa?" Maya--ibu anak itu lansung merogoh kantong anak-anaknya.
"Apa ini, Rain! Kenapa uang yang kau bawa hanya lima ribu saja?" Maya semakin meradang ketika menemukan hanya ada selembar saja uang di kantong anak-anaknya.
"Ma-maaf, Bu..."
"Berani kau sekarang menyembunyikan uang dariku, ya! Dasar anak tidak tau diuntung kau! Harusnya kubiarkan saja kau mati dari dulu!" Puas mencerca dan memukul tubuh bocah itu. Kemudian Maya, menyeret kedua bocah itu masuk kedalam rumah yang hanya di terangi lampu minyak tanah.
"Ampun Bu! Ampun..."
"Ini hukuman untuk kau karna berani menyembunyikan uang dariku!" Bertubi-tubi Maya menghujani pukulan ke tubuh kecil Rain tanpa ampun.
"Ibu, ini semua salah Adek, Abang nggak salah," Carla menangis sambil menahan tangan Maya yang memukul abangnya.
"Diam kau, Carla!" Maya mendorong tubuh gadis kecil itu hingga terjengkang ke lantai.
"Rain! Katakan, kau kemanakan uang nya?"
"Ampun Bu.. Ampun..." Tubuh Rain kini telah meringkuk di lantai, namun Maya masih saja memukulnya.
Tok. Tok. Tok.
Maya menghentikan aksinya saat mendengar pintu rumahnya di ketuk.
Tok. Tok. Tok
"Sssstt. Diam kalian! Atau kutambah hukuman untuk kalian," tekan Maya pada kedua anak nya yang masih menangis.
Seketika tangis anak-anak itu berhenti, hanya tersisa isak tangis saja.
Kemudian Maya berjalan mendekati pintu yang masih di ketuk dari luar.
Cek lek.
Di ambang pintu berdiri seorang Pria bertubuh tinggi besar.
"Cih! Mau apa kau datang ke rumahku?" Maya menatap sinis pria yang berdiri di depan pintu rumahnya.
"Eh, kau itu tau waktu lah! Ini sudah malam, orang juga butuh istirahat. Bisa tidak, sehari saja kau berhenti memukuli mereka?" jawab pria itu tak kalah sengit.
"Itu bukan urusan kau! Mereka anak-anakku, terserah aku mau apakan mereka, hak aku tidak ada urusan sama sekali dengan kau!" dengus Maya mengomeli pria itu.
Pria itu kemudian menyentakan tangan Maya, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga wanita judes itu. "Kau pikir aku tidak tau, siapa Rain? Dia bukanlah anak kau!"
"Dasar bujang lapuk! Urus saja urusan kau sendiri!" sengit Maya tak mau kalah.
"Ya, memang bukan urusanku. Tapi bagaimana kalau kulaporkan kau ke Komnas Perlindungan Anak? Katakan! Apa kau ingin ku laporkan?" ancam Pria itu.
BRAK!
Maya menutup pintu rumahnya dengan sangat keras.
"Awas saja kau Maya! Sekali lagi kudengar mereka menangis. Siap-siap kau menyusul si Bobi di dalam penjara!" peringat pria itu sebelum beranjak pergi.
"Arrrgh? Sialan kau Zakir! Bujang lapuk gak tau diri!" umpat Maya sambil mengacak kasar rambutnya yang kusut.
*
Malam semakin larut. Di dalam rumah yang hanya di terangi cahaya lampu minyak itu. Suara erangan seperti orang kedinginan semakin nyaring terdengar.
Mata Rain belumlah bisa terpejam, tubuhnya masih terasa sakit-sakit setelah di pukul ibunya tadi. Sekarang, ia malah ketakutan karna mendengar erangan yang berasal dari kamar Maya. Meski suara itu sudah biasa ia dengar, tetap saja setiap kali mendengar dirinya ketakutan.
Rain membuka matanya saat melihat sekelebat bayangan keluar dari kamar ibunya. Meski dirinya tidak begitu jelas melihat orang itu, tapi ia sangat yakin jika itu adalah ibunya.
Tidak lama Rain mendengar pintu rumahnya terbuka di sertai masuknya cahaya yang sangat terang ke dalam rumahnya yang gelap, dan tak lama pintu kembali tertutup.
Rain kemudian duduk diatas tikar tempat ia tidur, di lihatnya Carla yang sudsh terlelao disebelahnya. Lalu, ia berdiri dan berjalan mengendap melihat apa yang di lakukan Ibunya di luar sana.
Di sela jendela kayu yang berlubang. Rain melihat ibunya yang sedang bicara dengan seseorang yang duduk diatas motor. Ibunya berdiri di samping motor, sambil mengusap bahunya, seperti orang kedinginan.
"Ada uang, ada barang," Rain mendengar kata-kata pria yang bicara dengan ibunya.
"Aku hanya punya ini, Ton!"
Rain melihat ibunya menyerahkan uang pada pria yang duduk diatas motor.
Pria itu tertawa mengejek. "Lo kira gue menjual permen! Kalau lo nggak ada uang, mending mulai sekarang lo berhenti saja memakai!" Setelahnya pria itu menyalakan motor, bersiap pergi.
"Tonii, tunggu!"
Rain melihat Ibunya berdiri di depan motor pria itu, menghalangi jalannya.
" aku akan bayar dengan cara lain,"
"Lo mau bayar pakai apa?"
"Aku bisa memberikanmu kenikmatan,"
"Kenikmata? Dengan tubuh lo ini?" Pria itu terbahak-bahak.
"Bahkan lo gratiskan pun gue gak akan sudi. Mending Lo jajakan saja pada orang lain, jika sudah laku, baru lo cari gue,"
"Ton, tolong lah! Aku sangat membutuh kan barang itu,"
"Itu bukan urusan gue,"
"Fon, tolong mengertilah! Aku sangat butuh barang itu, akan kubayar dengan cara apa pun,"
"Lo yakin, akan membayar dengan apa pun?"
"Ya,"
"Gue ingin meniduri putri lo,"
"Jangan gila kau, Ton! Putriku itu masih kecil!"
"Semua terserah lo sih? Gue juga nggak memaksa,"
"Minggir sana! Gue mau cabut!"
Rain yang tak mengerti apa-apa, masih menyimak pembicaraan ibunya dengan pria itu, tanpa mengerti apa yang sedang mereka rencanakan.
"Baiklah, Ton, aku setuju,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments