Sore itu, dengan memakai kaos oversize berwarna maron yang dipadukan dengan celana kulot berwarna hitam, dan dilengkapi dengan sepatu sneakers putih. Aletta berjalan malas keluar kamar, menemui Arvin yang sudah menunggunya di ruang tamu.
Gadis itu bersedekap dada, tepat di samping laki-laki yang tengah fokus pada benda pipih di tangannya. "udah, ayo berangkat!"
Mendengar itu membuat Arvin menolehkan kepalanya, ia sedikit mendongak sambil mengamati wajah Aletta dengan menyeringai. Dan ya … Arvin menemukan sesuatu yang berbeda hari ini.
"Tumben, rambut lo gitu?"
Reflek Aletta menyentuh rambutnya sendiri, memperbaiki poni agar tetap menutup area dahi.
"Urusan gue! Rambut-rambut gue! Ngapain lo ikut campur!" ketus Aletta yang langsung nyelonong begitu saja. Meninggalkan Arvin dengan tatapan takjub.
"Al, gue nanyanya baik-baik lo!"
Aletta menoleh sekilas, dengan kaki yang terus memperdalam jarak keduanya.
"Al … woy, tungguin!"
...****...
"Kita mau nyari apa lagi, Al?" tanya Arvin, dengan tangan yang sibuk mengecek barang belanjaan dari dalam troli.
"apa aja, asal jangan masalah." jawab aletta tanpa menoleh sedikitpun. Membuat Arvin kesal sendiri.
"ck, gue serius Al?"
Namun, Aletta tak menggubrisnya. Gadis itu sibuk memperhatikan deretan buah segar di hadapannya.
"Al, lo denger gue gak sih?" tanya Arvin lagi, nada suaranya agak tinggi, mencoba menarik perhatian Aletta yang teralihkan.
Aletta menolehkan pandangannya, tetapi tidak sepenuhnya fokus. Dia mengangkat alisnya dengan ekspresi bingung. "Enak nya buah Naga apa buah rambutan?"
Arvin yang menyadari itu perlahan memundurkan langkahnya dengan wajah yang berubah pias.
"kenapa lo vin? Ditanya juga, bukannya jawab malah mundur-mundur!"
Arvin tak merespon. Laki-laki yang wajahnya dipenuhi dengan ketakutan itu terus melangkah mundur, menjauhi Aletta yang masih menatapnya bingung dengan tangan mengangkat dua jenis buah.
"Stop disitu Al! Jangan maju lagi!" Arvin melontarkan decakan saat langkahnya terhenti, karena punggungnya menabrak rak pembatas yang berdiri kokoh.
"lo kenapa sih vin? Aneh banget, orang gue cuma nanya enak rambutan apa buah nag–" Aletta menghentikan ucapannya, melirik dua buah ditangannya dengan tersenyum. Sepertinya gadis itu sudah menemukan jawaban dari pertanyaanya.
"Lo takut yang mana? Yang ini?" Aletta semakin mendekat pada Arvin, mengangkat buah naga tepat di wajahnya.
"Al mundur gak lo!" sarkas Arvin yang tak lagi mampu berkutik.
"...Atau yang ini?" lanjut Aletta berganti mengangkat buah rambutan. Tentu hal itu berhasil membuat ekspresi Arvin semakin campur aduk, bak naik roller coaster.
"Al, gue bilang taruh, balikin ke tempatnya sekarang!"
Dalam tawa yang masih menggelegar, akhirnya Aletta memilih untuk mengembalikan buah ke tempat asalnya, membuat Arvin kembali bernafas lega.
"lucu banget lo vin, badan doang gede sama rambutan aja takut!"
"berisik!" ketus Arvin dengan tatapan setajam halilintar, ia melenggang pergi tanpa menoleh, meninggalkan Aletta yang masih memegangi perutnya karena tawa.
"Eh, mau pergi kemana lo?" tanya Aletta, mencoba menahan tawa.
"Kemana aja, asal bukan ke pangkuan Sang Ilahi." jawab Arvin acuh, sambil terus berlalu dengan langkah mantap.
"oke, jangan lupa balik, awas aja sampek lo ninggalin gue disini!" peringat Aletta sedikit berteriak. Kemudian gadis itu menggedikan bahunya acuh.
sambil mendorong troli, Aletta menyusuri barang-barang dengan penuh semangat. Hingga akhirnya berhenti pada rak mie instan. Pandangannya berbinar melihat varian mie yang tersusun rapi, tanpa ragu ia mengambil semua varian rasa yang tersedia. Setelah puas gadis itu melangkah hendak menuju kasir untuk membayar. Tapi, tanpa sengaja ia menabrak seorang yang tengah beerdiri dihadapannya.
"eh, sorry-sorry. Gue gak sengaja," kata Aletta sambil cepat-cepat mengambil barang yang jatuh dan mengembalikan ketempatnya.
Namun, saat melihat wajah laki-laki itu, Aletta merasa ada yang familiar. Gadis itu terdiam sejenak, seolah tengah menelusuri wakah dihadapannya dengan teliti.
"Mikirin apa Al, bingung banget kayaknya?"
Mendemgar itu semakim membuat Aletta bingung, ia sedikit mwnyungingakan senyum guna membalas senyukan laki-laki dihadapannya.
"Gue Dino, Aletta. Temen lo."
Aletta merasa tak percaya, tapi juga tak kuasa menahan tawanya. Dino dihadapannya ini jauh berbeda dari Dino yang selalu bersamanya selama ini. Tidak ada lagi kacamata Nobita dan poni.
"Lo beneran Dino, sahabat gue?"
Sambil tetap tersemyum, Dino mengangguk. "Iya Al, ini semua berkat lo. Gue bisa jadi kayak gini sekarang!"
"Makasih Al, gue janji bakal jaga diri gue dan juga jaga lo!"
***
"Arvin, tungguin gue!" teriak Aletta dengan nafas tersengal-sengal, mencoba mengejar Arvin.
Laki-laki itu menghentikan langkahnya, saat Aletta berhasil menggapai dan berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh tanya. " Lo kenapa sih vin? Ga jelas banget."
"Minggir! Gue mau lewat!" gerutu Arvin dengan nada kesal, lalu ia melanjutkan langkah melewati Aletta dan masuk kedalam rumah. Langsung duduk di sofa ruang tamu.
Gadis yang tengah menenteng kresek belanjaan itu, kembali menghampiri Arvin, ia membanting semua kresek dari tangannya. "Lo masih kesel soal buah tadi?"
Arvin masih tak meresponnya, laki-laki itu justru bersadar dan memejamkan mata.
Aletta kembali berdecak, sepertinya laki-laki yang bernotaben sebagai suaminya itu benar-benar marah kepadanya.
"Tadi kan gue udah minta maaf,Vin ... gue cuma bercanda, masak gitu aja marah sih. Gak seru lo!" ujar Aletta dengan suara mantap, mencoba meredakan situasi.
Namun, susana menjadi lebiih aneh, entah setan apa yang sah merasuki laki-laki itu. Arvin sepertinya lebih dari sekedar kesal. Dari saat dikasir, hingga sekarang tingkah lakunya benar-benar aneh dan tidak biasa.
Arvin melirik Aletta yang masih terdiam di sampingnya, "udah selesai lo ngomongnya?" tanyanya sinis.
Tanpa menunggu jawaban, Arvin bangkit dari duduknya dan mengambil semua kantong belanjaan, lalu berjalan menuju dapur.
"mau ngapain?" tanya Aletta bingung.
"Mau masak! Gue laper." jawab Arvin dengan kaki terus melangkah, meninggalkan Aletta yang masih terus menatapnya dengan heran.
...***...
"Minggir, biar gue aja!" seru Aletta sambil meraih pisau, dan segera memotong bawang dengan lincah.
"Emang lo bisa?" dengan nada datar Arvin bertanya. Kepalanya menoleh, menatap Aletta yang ternyata juga tengah memandanginya dengan menghembuskan nafas panjang.
"Ngece lo, gini-gini gue juga sering bantuin bunda di dapur," jawab gadis itu sambil tersenyum, mencoba mengalihkan suasana yang sebelumnya terjadi di antara mereka.
"Bantuin masak?" yang laki-laki kembali mengekuarkan pertanyaan, dan sepertinya ia sudah melupakan rasa kesalnya.
"Bantuin berantakin dapur." Aletta tertawa renyah.
Tawa yang justru berhasil memhuat Arvin terhanyut di dalamnya. Tanpa sadar laki-laki itu turut mengangkat kedua sudut bibir membentuk lengkukangan manis yang pas di wajah tampannya.
"Ngapain bengong, lanjutin kerjaan lo biar cepet mateng!" pintanya dengan nada komando, tanpa menoleh. Namun, tanpa sengaja lenngannya menyenggol pisau yang ada di sebelahnya.
"Jangan ditang—"
Arvin bereaksi dengan cepat, menagkap pisau itu tepat sebelum terjatuh ke lantai.
"Kap." Aletta melanjutkan ucpanya yang belum sempat selesai.
Naasnya bagian tajam pada pisau berhasil menggores telapak tangan Arvin, sedikit demi sedikit darah berjatuhan dari sana.
Laki-laki itu terdiam, menatap Aletta yang masih mematung dihadapannya, sebelum akhirnya melepaskan pisau ke lantai. Aletta yang panik menarik Arvin untuk segera duduk, dan berlari mengambil kotak P3k.
Arvin masih terdiam, matanya terfokus pada Aletta yang sibuk membersihkan lukanya dengan penuh kehati-hatian. Sesekali dia menyerngit, saat merasakan sensasi alkohol menusuk luka ditangannya.
"Makanya hati-hati, ceroboh banget jadi orang!" keluh gadis itu, sambil tetap merawat luka ditangan Arvin.
"Namanya juga musibah, gak ada yang tau, Al." Arvin mencoba menjawab dengan suaranya yang tenang.
Aletta menghela nafas, tatapannya kini tertuju tajam pada Arvin. Sialnya ia berhasil menemukan kehangatan, di pandangan yang saling bertemu itu. Hingga Arvin menyerngit menyadari sesuatu. Tangan kekarnya bergerak, meyelipkan anak rambut Aletta yang menghalangi pandangannya ke belakang telinga.
"Pipi sama dahi lo, kenapa Al?"
Suara yang tadinya lembut, tiba-tiba kembali terdengar tegas, dan berhasil membuat Aletta terkejut. Dengan cepat gadis itu menyentuh pipinya yang memang terlihat membiru.
"nggak papa." jawab gadis itu gugup. Dia merasa terpojokkan saat ini.
"Siapa yang udah bikin lo kayak gitu?" desak Arvin lebih tegas dengan tatapan yang menusuk meminta jawaban, dan semakin membuat Aletta kehabisan kata kata.
"nggak ada, i-ini cuma kepleset. Iya gue kemaren kepleset, di toilet sekolah!" Aletta berucap dengan cepat, berusaha menutupi kegugupannya.
Arvin menghembuskan nafasnya sembari mengangguk tanda percaya, perlahan tapi pasti ia menarik kedua tangan Aletta untuk digenggam.
"Al!" lirih laki-laki itu, matanya menatap objek dihadapannya dengan sangat lekat, Membuat Aletta yang ditatap gugup sendiri.
"Gue tau kita cuma dijodohin, dan gue juga tau lo benci sama gue. Tapi lo juga perlu tau…" Arvin melanjutkan dengan suara yang hangat, matanya semakin dalam memandang netra hitam Aletta yang dipenuhi keraguan
"Gue gak pernah main-main sama hubungan ini, bagi gue ini adalah moment sakral yang hanya perlu dilakukan sekali seumur hidup."
Aletta terdiam, ia terhanyut dalam kata-kata Arvin yang terdengar begitu tulus. Semua keraguan dan ketidakpastian tiba-tiba meredup di hadapan perasaan yang makin menguat.
"Gue gak tau, apa yang bakal terjadi ke depannya, Al. Tapi gue mohon, lo jangan sembunyiin apapun dari guel! Lo udah jadi tanggung jawab gue sekarang, meskipun kita nerima ini semua dengan terpaksa."
Aletta kembali merasakan detak jantungnya berpacu semakin cepat, dan pandangan mereka yang saling terkunci seolah membawa keduanya ke dalam dunia yang hanya mereka berdua yang tahu.
Tangan Arvin bergerak, menepuk pundak Aletta berulang kali, berusaha meyakinkan gadis itu. "lo mau kan, bantuin gue ngejalanin ini semua?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Jeje
Dino glow up yagesyaak 🥳🥳
2023-09-11
0