...Happy Reading🤗...
Aletta tengah duduk santai di meja makan, ditemani semangkuk mie instan yang sempat ia masak. Karena ulah Arvin semalam, moodnya jadi buruk pagi ini, dan masalah tidur, mereka memutuskan untuk sama-sama tidur di lantai dengan pembatas kasur di bagian tengah.
Gadis itu melirik jam dinding yang masih menunjukan pukul setengah 7 pagi, sengaja ia bangun lebih awal agar tidak keduluan Arvin.
"Sarapan gue mana?" tanya Arvin yang baru saja datang, dengan menenteng tas di salah satu bahunya.
"Ya mana gue tau," jawab Aletta acuh, gadis itu terus memasukan mie kedalam mulut tanpa menghiraukan keberadaan Arvin.
"Itu lo makan mie, buat gue mana?"
Aletta menggeleng santai, menaruh sendok dan sengaja menatap Arvin dengan senyuman yang dibuat selebar mungkin.
"Mie nya nggak ada tinggal satu, ini aja nemu di koper gue, jadi gue makan dong, lumayan!"
Arvin berdecak malas, tanpa permisi ia menarik mangkuk di hadapan Aletta dan segera memakannya. "Bagi dua!"
"Arvin … mie gue jangan lo abisin!" pekik Aletta tak terima, gadis itu berusaha mengambil alih mie dari tangan Arvin tapi sayang, laki-laki itu lebih dulu mengelak, dan berlari dengan semangkuk mie di tangannya.
"Balikin atau gue teriak maling?" ancam Aletta.
"Tweriak ajwa gwak bwakalan adwa yang dwenger!" tantang Arvin dengan mulut yang masih penuh dengan mie.
Hal itu sama sekali tidak membuat Aletta menyerah, ia terus mengejar Arvin hingga ruang tamu dan berputar putar disana, dan sialnya Arvin yang tidak fokus jalan, menabrak kaki meja yang langsung membuatnya tersungkur ke lantai, melempar mangkuk beserta isinya ke sembarang arah. Aletta yang juga tidak siap dengan itu, harus ikut tersandung dan jatuh tepat menimpa dada bidang milik Arvin.
Keduanya saling berpandangan, waktu seakan berhenti, mereka sama-sama terhanyut, dalam indahnya pikiran masing-masing, objek di hadapan mereka terlihat begitu menarik untuk saat ini. Yang satu pemilik mata indah dan satu lagi pemilik mata teduh. sangat serasi bukan?
Hingga beberapa detik setelahnya pintu terbuka, disambung dengan pekikan yang terdengar melengking, dan ya ... hal itu juga berhasil membuyarkan lamunan dua remaja disana, mengembalikan roh kepada masing-masing jiwa.
"Astagfirullah! Kalian ngapain?"
mereka reflek berdiri, dan dengan gugup segera merapikan kembali seragam yang terlihat berantakan.
"Nggak ngapa-ngapain," jawab Aletta, dengan wajahnya yang berubah pucat pasi menatap sang bunda.
"ini juga apa? Mangkok sama mie berserakan dimana-mana, terus kalian…" Naya mengarahkannya telunjuk pada dua remaja yang sudah berjejer rapi di hadapannya. " Kok belum pada berangkat, udah jam berapa ini?"
"itu di depan ada taxi, siapa yang pesen taxi? Emang mobil kamu kenapa Arvin?"
Arvin yang mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari sang mama hanya bisa pasrah. Laki-laki itu mengacak rambutnya frustasi. "Satu-satu nanyanya ma!"
Mendengar itu membuat Aletta harus menundukkan kepalannya menahan tawa. Ternyata Laki-laki yang terlihat sangar dan sok cool saat di sekolah, bisa terlihat letoy juga di hadapan mamanya.
"Aletta, kamu makan mie instan lagi?"
Gini giliran Aletta yang terdiam seribu bahasa, perlahan gadis itu mendongak menatap Luna yang ternyata juga tengah menatapnya dengan horor. "Enggak, itu tadi Arvin."
"Iya kan Vin?" Aletta menoleh kearah arvin, berharap laki-laki itu mau membantunya.
Arvin yang memang suka membuatnya naik darah, segera berdehem menatap ketiga perempuan itu bergantian sembari membenarkan kerah seragamnya.
"jadi gini tante … eh maaf maksud Arvin Bunda"
"jadi memang benar tadi Aletta lah yang memakan mie nya, mana Arvin minta gak dibolehin lagi, serakah banget kan bunda?" ucap Arvin dengan raut dibuat se-mellow mungkin. Aletta yang mendengar reflek melotot tak terima, bukan itu jawaban yang ia inginkan.
"Aletta, apa benar yang dibilang suami kamu?"
Aletta meringis ngilu sekaligus geli mendengar ucapan sang bunda. Tapi untuk saat ini mengelak pun tidak ada gunanya. Akhirnya Aletta mengangguk pelan, bersiap untuk omelan selanjutnya.
"udah Lun … ini bukan salah Aletta, pasti ini salah Arvin! Iya kan Arvin?" Cicit Naya menatap nyalang anak laki-lakinya
Arvin yang namanya disebut, reflek melotot, menatap mamanya tidak percaya, dan ya Ini adalah kali pertama dalam sejarah keluarga Wijaya, seorang Arvin wijaya cucu sekaligus anak pertama disalahkan, dan itu hanya gara-gara seorang gadis yang baru saja masuk ke keluarganya.
"Ma kok Jadi Arvin, Arvin nggak ngapa-ngapain lo. Ini salah Aletta sendiri!" gumam Arvin mencoba protes.
"Iya Arvin, tenang aja Bunda percaya kok sama kamu … Aletta emang bandel, udah tau mie instan itu gak baik masih aja diterusin!" seru Luna mengeluarkan pembelaannya.
Arvin dan Aletta yang mendengar kalimat dari orang tuanya, seketika mengerutkan kening heran, dalam waktu yang bersamaan mereka saling menoleh dengan tanda tanya besar.
"Nyokap kita gak ketuker kan?"
***
"Turun lo?" perintah Arvin pada gadis di sampingnya.
Aletta yang sejak tadi hanya diam, kembali melayangkan tatapan tajam. "Kenapa nggak lo aja? orang yang pesen taxi gue!"
"Karena gue suami lo! Jadi lo harus nurutin apa yang gue mau!"
Aletta memutar bola matanya malas, tanpa babibu gadis itu segera keluar, enggan meladeni pertikaian pagi-pagi seperti ini. Toh ia hanya perlu jalan sebentar untuk sampai di gerbang utama sekolah mereka.
"Inget, kita cuma dijodohin!". Aletta membanting pintu taxi, dan segera berjalan santai dengan memegang tali tas ransel miliknya.
Sedangkan Arvin, lelaki itu tersenyum penuh kemenangan. Hingga mobil yang ia tumpangi berhenti tepat di gerbang sekolah. Laki-laki itu turun dan sengaja mengacak- acak rambutnya yang memang tidak pernah terlihat rapi.
"Arvin … lo kemana aja sih gak masuk sekolah?" Gumam Medina yang langsung bergelayut manja di lengan Arvin.
Arvin yang kaget dengan kelakuan gadis poni dora itu, hanya bisa menyunggingkan sedikit senyum dan berusaha melepaskan tangan Medina.
"Cuih … gatel banget jadi cewek." sindir Aletta saat tepat berjalan di hadapan mereka semua.
"Eh, Jaga mulut lo!"
Mendengar teriakan dari arah belakang, membuat Aletta terpaksa menghentikan langkah, dan sedikit menoleh ke sumber suara dengan menyeringai kecil "Harusnya lo yang jaga sikap, ini di sekolah, tempat nyari ilmu!"
Tanpa menunggu jawaban dari siapapun, gadis berambut panjang serta pemilik kulit kuning langsat yang menggendong tas berwarna coklat itu kembali melangkahkan kakinya, menyusuri koridor-koridor sekolah yang akan membawanya ke tempat bersemayamnya selama 9 jam kedepan.
Disana ada Sella yang sudah menunggunya, gadis pemilik gigi kelinci itu tersenyum ramah menyambut kedatangan Aletta.
"Good Morning kesayangannya Pak Jamal," Tegur sella dengan tawa yang dibiarkan mengudara.
"Hem, diem dulu jangan berisik, anaknya Pak Jamal lagi ngantuk!" Jawab Aletta yang sudah menyembunyikan wajahnya di antara Lipatan kedua tangan.
"Aletta? Ngantuk? Wah … wah, nggak bener nih jangan bilang lo kemaren abis mpftpp…"
"Hust! Nggak usah berisik!" Dengan cepat Aletta membungkam mulut Sella, sebelum semuanya menjadi semakin runyam.
"Mending kita cari sarapan." Sambung Aletta dengan menunjukan deretan gigi-gigi putihnya.
***
"Nama lo siapa tadi?" laki-laki dengan model rambut belah tengah itu, mengangkat dagu Dino yang tengah menunduk dihadapannya.
"Dinosaurus! Iya kan?" ucap Siren antusias. Gadis itu turut mendekat dan bersedekap dada di samping Zidan.
Kini giliran Ardi yang mendekat, ia langsung mendorong tubuh Dino, membuat laki-laki berkacamata bulat seperti nobita itu harus tersungkur karena tidak siap. "Dinosaurus … Dinosaurus apaan lembek kayak gini!"
"ish, masak nggak tau sih Ardi, itulo yang jajanannya anak sd." Jawab Medina santai. membuat ketiga temannya reflek tertawa.
Mendengar ucapan keempat teman sekolahnya itu membuat batin Dino menggerutu kesal, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa, laki-laki itu hanya terdiam menahan semua amarah yang ada di batinnya. Melawan pun tak akan menjamin dia akan dilepaskan
Namun, tiba-tiba Aletta muncul dengan langkah tegas, bersama dengan Sella yang sudah stand by memegang ponsel untuk merekam semuanya.
"woy, berhenti nggak!" Teriak Aletta, gadis itu memandang nyalang semua orang yang ada disana.
"Ngapain lo disini, pergi sana ini bukan urusan lo!" ketus Medina, gadis itu menatap remeh Aletta yang sudah berdiri di hadapan Dino.
mendengar itu, semakin membuat Aletta naik pitam, giginya bergemeletuk hebat menahan amarah. Ia melangkahkan kaki menyisir jaraknya dengan Medina.
"Jangan pernah berpikir kalau ini, bukan urusan gue," jawab Aletta tegas. "Dino temen gue, dan gue gak bakal ngebiarin siapapun nyakitin ataupun ngerendahin dia. Ngerti lo?"
Arvin yang sedari tadi hanya diam dan memperhatikan, terdorong untuk ikut berucap. Entah mengapa melihat pembelaan yang Aletta lakukan membuat amarahnya ikut bergejolak.
"Gak usah bentak Medina, bisa?" Ucap Laki-laki itu datar, dan tanpa ekspresi.
Aletta yang mendengar sontak menoleh, tatapan Arvin terlihat lebih dingin dan menghunus ke arahnya saat ini.
"Arvin setan! Ngapain lo belain Medusa?" Teriak Sella dengan suara cemprengnya. Mengundang semua tatapan untuk melihat ke arahnya
"Ya bagus dong, kan Arvin pacarnya Medina!" jawab Siren, dengan penekanan pada kata terakhir.
Sella melotot tajam. Namun, saat hendak kembali berucap Aletta segera mengangkat tangan, menginterupsi gadis itu untuk diam. Sella yang paham segera diam, ia terpaksa menelan kembali segala cacian yang telah ia siapkan.
"Kenapa, nggak suka?" ucap Arvin, laki-laki itu kembali bersedekap dada dengan memalingkan wajah dari gadis di hadapannya, dan beralih menatap Dino. "Oh … Atau lo suka sama cowok culun itu?"
Dengan urat-urat yang terlihat menonjol, Aletta mengepal kuat meremas ujung roknya. Dadanya berdegup lebih kencang, dengan nafas tak beraturan.
Tepat di hadapan Arvin, gadis itu mengangkat telunjuknya tanpa rasa ragu sedikitpun." Dan lo Arvin … Gue tau lo berkuasa disini, tapi bukan berarti lo bisa seenaknya sama orang lain!" Teriaknya penuh amarah, kemudian gadis itu mengalihkan padangan disertai kekehan yang terdengar begitu menyayat hati.
Kenapa rasanya sangat sakit? Matanya terasa perih, dadanya sakit, bahkan untuk bernafas pun rasanya sangat sulit. Tapi dengan cepat Aletta menepis semua rasa itu. Ia harus bisa menghadapi ini semua.
Aletta kembali menatap Arvin, dengan pelupuk yang dipenuhi cairan bening. Hal itu berhasil membuat arvin mati kutu. Ia membuang muka, enggan menatap Aletta.
"Percuma Vin, percuma lo pinter, percuma lo juara kelas … tapi kelakuan lo kayak sampah, lo nggak punya hati Arvin askarava wijaya. Gue benci sama lo!"
Aletta mendorong bahu Arvin, yang hanya mematung di hadapannya. Ia segera membalikkan badan menatap beberapa orang lain secara bergantian.
" Untuk kalian semua, Apa kalian gak pernah ngerti bahayanya diskriminasi, rasisme di sekolah?" tanya Aletta dengan suara penuh emosi. " dan kalian nggak pernah punya hak, buat ngeremehin ataupun menyakiti individu lain!"
Aletta berbalik memandang Dino, laki-laki itu sendiri masih sibuk meraba tanah, mencari letak kacamatanya. Tanpa kacamata Dunia tampak buram pagi menderita minus seperti Dino.
"Dino, kita pergi dari sini, lo hebat nggak usah dengerin mereka!" Dengan segera Aletta menarik tangan Dino dan mengambil kacamata yang tergeletak tak jauh dari kaki Arvin.
"Sel, cabut … Disini banyak sampah!"
Arvin yang mendengar itu kembali mendongak, matanya yang tajam terus menatap punggung Aletta yang semakin mengecil karena ditelan jarak.
"seburuk itu gue dimata lo Al?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
comic_0389996001
Thor, chapter baru kapan tiba?
2023-08-27
0
minato
Gak sabar pengen tau kelanjutan ceritanya, jangan berhenti menulis thor!
2023-08-27
1