Young Marriage 04

...Happy Reading🤗...

Dengan langkah gontai, Arvin menarik paksa tangan Aletta yang baru saja turun dari taxi, agar segera mengikutinya, ia terus berjalan tanpa mau memperdulikan keadaan gadis yang sudah kewalahan mengikuti langkah besarnya itu.

"Arvin, lepasin … tangan gue sakit!" bentak Aletta frustasi, suaranya terdengar tegas dan penuh emosi.

Hal itu berhasil menghentikan langkah Arvin. Ia melepaskan genggamannya, lalu berbalik badan, dan mendapati Aletta tengah sibuk mengelus pergelangan tangannya.

"Sorry!" ujarnya pelan, sedikit menyesali perbuatannya.

"Ngapain lo bawa gue kesini? Kan gue udah pernah bilang, jaga rahasia." Gadis itu mengeluarkan nada ketus, tatapannya menusuk tajam pada laki-laki di depannya. Ia tak suka dengan Apa yang Arvin lakukan hari ini.

Arvin meraup kasar wajahnya, dengan berkacak pinggang ia menyeringai, berusaha menyamakan tingkat intensitas ekspresi Aletta. "Harusnya gue yang nanya. Ngapain lo disini? gue juga udah bilang, istirahat di rumah bukan malah kesini … lo baru aja sembuh. Ngeyel banget jadi istri!"

Mendengar itu berhasil membuat tawa kecil meluncur dari bibir ranum milik Aletta, ia mendongak menatap wajah Arvin yang memang lebih tinggi darinya. Kemudian, ia menggeleng malas sembari bersedekap dada. " Ya sekolah lah Dugong, emangnya lo kesini cuma buat bully anak orang."

"lagian nih ya … gue udah sembuh, jadi gak usah sok peduli sama gue!" lanjutnya sarkas.

Lagi dan lagi, Aletta selalu berhasil memancing emosi Arvin hingga puncak ubun-ubun. Dadanya bergemuruh tak terkendali. Tapi Arvin tetap memilih diam, laki-laki itu menarik nafasnya dalam-dalam sebelum kembali dihembuskan bersama seluruh amarah yang ia rasakan.

"Siapa juga yang peduli sama lo? Gue cuma gak mau kena omel orang rumah, gara-gara lo sakit. ngerti lo Aletta." jawab Arvin tak kalah sarkas. seketika tatapannya menjadi dingin dan lebih menusuk, menghilangkan rasa iba yang sempat muncul dalam dirinya.

"mikir dong lain kali!"

Aletta kembali mendongak, tak bisa dipungkiri hatinya sakit mendengar nada tinggi yang Arvin lontarkan padanya. Tapi Aletta tidak akan goyah, gadis itu kembali menatap Arvin dengan malas. Tangannya bergerak menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal.

"Siapa tadi yang bakal kena omel?"

"Gue!" decak Arvin menunjuk dirinya sendiri.

"Terus, ngapain lo nyuruh gue mikir? Pikir sendiri sana, itu masalah lo bukan urusan gue! Dasar cowok manja!"

Aletta berbalik badan, dan berlalu begitu saja. Meninggalkan Arvin yang masih diam dengan tatapan tak percaya. Namun, baru beberapa langkah gadis itu sudah kembali berjalan ke arah Arvin.

Arvin yang menyadari itu hanya bisa mengangkat sebelah alisnya, terlalu malas untuk kembali membuka mulut. Energinya telah habis pagi ini.

"oh iya satu lagi … jangan pernah manggil gue istri disini! Ngerti lo Arvin?"

"ngerti istriku!" jawab Arvin, dengan senyum yang sengaja dibuat selebar mungkin. Dan itu berhasil menyulut kembali amarah Aletta.

Dengan mengumpulkan segala kekuatan, Aletta menginjak kaki arvin, membuat laki-laki itu meringis kesakitan sambil mengangkat sebelah kakinya. Tertawa puas melewati wajah Aletta, sebelum ia berlari menjauh, menghindari potensi balasan dari Arvin.

"Dasar istri durhaka!"

Namun, tanpa keduanya sadari, seorang gadis tengah berdiri dibalik tembok, samar-samar ia mendengar pembicaraan keduanya, dengan raut penuh kebingungan.

"Arvin? Aletta? Istri? ada hubungan apa mereka?"

...***...

"Huft, Akhirnya !" gumam Aletta yang baru saja keluar dari bilik toilet.

Dia merasa lega sekarang. Jika saja tidak merasa perlu buang air kecil, pasti dia sekarang sudah bisa santai rebahan di rumah.

Setelah mencuci tangan di wastafel, gadis itu bermaksud pulang dengan cepat. Namun, keinginannya harus kembali diurungkan. Aletta berdecak malas,menatap kehadiran dua gadis yang tiba-tiba menghadang jalannya.

"Minggir! Gue ga ada urusan sama kalian!" sarkas Aletta yang langsung melewati mereka begitu saja.

Namun, dengan cepat gadis berambut blonde dengan poni dora itu menahan tangan Aletta. Membuat keduanya saling melemparkan tatapan tajam.

"Ada hubungan apa lo sama Arvin?" lirih Medina tepat di telinga Aletta.

"Bukan urusan lo!" gadis itu menarik tangannya dari genggaman Medina. Namun, saat hendak kembali berjalan Siren lebih dulu menarik kembali lengannya, membuat gadis itu terhuyung ke belakang.

"Lo berani sama gue?" itu Medina yang berbicara, gadis berambut blonde itu lebih mendekatkan diri ke arah Aletta.

Plakkk!!!

seakan waktu berhenti sejenak, bersamaan dengan kepala Medina yang ikut terloteleh, karena telapak tangan halus Aletta menyentuh pipinya secara tiba-tiba.

"Sorry ya, tapi gue gak pernah takut sama lo!" ujar Aletta sarkastis, sambil menunjuk wajah Medina.

Dengan senyum sinis yang menghiasi wajahnya, gadis berambut blonde itu menatap Aletta tajam. Lama kelamaan senyumnya menjadi tawa yang menggema, gemuruh tawamya memenuhi ruangan toilet. Sementara itu, Aletta yang merasa heran hanya bisa diam memperhatikan. Saat dirasa Aletta tengah lengah, di situlah Medina beraksi. Gadis itu menarik kuat ujung rambut Aletta, melepaskan ikat dari rambutnya, dan berhasil membuat sang empu merintih kesakitan.

"Medina setan! Lepasin rambut gue!" teriak Aletta penuh emosi, tangannya bergerak cepat ikut menarik rambut Medina.

Siren yang melihat Aksi tersebut turut turun tangan. Ia mencoba menarik paksa tangan Aletta dari rambut Medina. Tapi ternyata, tidak semudah yang ia bayangkan, tenaga Aletta jauh lebih besar darinya.

Disisi lain, Medina merasa kesakitan yang luar biasa, ia terus merintih meminta bantuan Siren. Tangannya terasa lemas dan tak sanggup lagi menahan cengkraman pada rambut lawannya. Perlahan tapi pasti, rambut Aletta bisa terlepas dari gengaman Medina.

"Segitu doang ternyata kekuatan lo!" Aletta terkekeh, tatkala matanya melihat ekspresi kesakitan dari Medina.

Namun, semuanya tidak berakhir di situ. Medina menegakkan tubuhnya dengan kembali menampilkan senyuman jahat. Ia berteriak penuh semangat. "Guys, masuk!"

Tiba-tiba, lebih banyak orang memadati toilet. Aletta merasa semakin terjepit di antara mereka, dan mungkin ini akan lebih kacau dari apa yang terbesit di pikirannya.

"Good girls, kita apain dia?" tanya Siren, matanya bergerak menatap anteknya bergantian

"Kenapa, kok diem? Lo takut?" tawa Medina kembali bergemuruh, sementara Aletta meremas ujung roknya dengan kuat, mencoba menahan gelora emosinya.

"Mukanya biasa aja dong? Kita nggak jahat kok!"

Medina berjalan mendekat, tanganya bergerak mengangkat dagu Aletta, dan langsung ditepis oleh sang empu.

"Gak usah pegang-pengang gue!"

"Ih … kok kasar banget sih, sakit tauk." gumam Medina dengan wajah dipoles sesedih mungkin, mencoba menimbulkam simpati.

Namun, itu tidak berlangsung lama, muka sedih itu kembali menjadi tawa licik. Gadis berambut blonde, berponi dora itu, bergerak mendekatkan wajahnya pada telinga Aletta.

"Eits, tapi lo mau tau nggak, yang lebih kasar tu kayak gimana?" bisiknya disertai kekehan ringan. yang ternyata berhasil membuat bulu kuduk Aletta meremang dengan sendirinya.

Belum sempat menjawab, Aletta sudah lebih dulu merasakn dorongan kuat, yang membuatnya terhuyung ke belakang. Ia merasa tersungkur. Tubuhnya ditangkap oleh gadis berbadan gempal yang langsung mengunci pergerakannya.

"lepasin, Lepasin gue! Gue gak kenal dan gak ada urusan sama kalian semua!" Aletta berteriak, mencooba dengan keras untuk meloloskan diri.

"Diem, Atau gue habisin lo disini!" Cerca gadis bertubuh gempal di belakangnya. Disambung dengan gadis lain yang langsung membekap mulutnya dengan lakban hitam.

Tak ada pilihan lain, Aletta memilih diam, ia tahu tenaganya tak akan mampu melawam mereka semua, bahkan keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya. Medina kembali melanglah maju dengan mantap, tangannya bergerak menampar pipi Aletta tanpa ampun. Tidak berhenti disitu, Medina juga menjambak dan menarik paksa rambu Aletta.

Dengan sadis gadis berambut blonde itu membenturkan kepala Aletta pada tembok. membuatnya kembali meringis menahan sakit. Aletta merasakan kepalnya yang semakin berdenyut nyeri dan darah segar yang ikut mengalir dari luka di dahinya.

Pandanganya menjadi kabur, tubuhnya terasa lemas, kaki tidak lagi bisa menumpu berat badannya, tubuh gadis itu merosot dan terduduk di lantai yang basah.

Medina tertawa puas atas pemderitaan yang ia berikan. Tanpa Ampun ia mencengkeram kuat pipi Aletta, membuat gadis itu merasakan sakit yang menyengat, sebelum akhirya dilepaskan dengan kasar.

"Jangan berani macem-macem sama gue, Aletta. Dan satu lagi, jauhin Arvin, dia milik gue. Ngerti lo!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!