Inilah yang dikhawatirkan oleh Raline, sebuah penolakan. Sedari awal dia sudah paham di mana tempatnya berada. Bisa menjalin kasih dengan Adnan saja sudah membuatnya bersyukur setengah mati, apalagi sampai menikah.
"Ada yang salah dengan itu?! Aku mencintainya sepenuh hati," ucap Adnan dengan tangan mengepal. Dia tidak suka jika ada yang menghina kekasihnya, bahkan jika orang itu adalah orang tuanya sendiri.
"Jangan lupa jika kamu dari golongan terpandang. Kamu anak tunggal, harapan terbesar kami. Kami hanya ingin kamu memiliki pendamping yang tepat dan cocok bersanding denganmu," ucap Ibu Adnan.
"Aku sudah memilihnya! Meskipun Ayah dan Ibu ingin menjodohkanku, tetapi aku tidak menginginkannya. Aku hanya ingin Raline yang menjadi istriku," jelas sang anak.
Mendengar hal itu, Raline menundukkan kepalanya. Matanya memerah dan sudah siap untuk menumpahkan air mata.
Perlu kalian ketahui, Raline adalah yatim piatu. Orang tuanya meninggal saat dia duduk di bangku SMA tahun pertama. Mereka meninggal akibat tabrak lari oleh orang tidak bertanggungjawab. Dia juga tidak memiliki sanak saudara karena orang tuanya tidak pernah memberitahunya.
Raline menarik pelan jas yang dikenakan kekasihnya. "Tak apa. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya," ucap wanita itu.
"Tidak! Aku sudah memilih, sebagai orang tua mereka seharusnya mendukung pilihan anaknya." nada Adnan mulai meninggi.
"Jika kalian tidak merestui kami, itu bukan masalah besar. Aku akan tetap menikahinya dengan atau tanpa restu kalian," finalnya.
"Kamu sudah benar-benar memikirkannya dengan matang? Kamu tau resiko apa yang akan dia dapatkan, bukan?" tanya pria tua yang ada di sana.
"Apa yang Ayah katakan! Ayah tidak berniat merestui mereka, kan?!" tanya Ibu Adnan tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh suaminya.
"Bagaimana dengan nasib anak Pak Yuda? Kita sudah membahas perjodohan ini! Akan sangat memalukan bagi kita jika membatalkannya begitu saja!" jelasnya.
"Masalah itu biar jadi urusan Ayah."
"Adnan! Apa kamu berniat membuat kami kecewa? Pikirkan sekali lagi, Nak," pinta wanita tua itu dan memohon kepada anaknya.
"Bu! Di sini aku yang akan menjalani. Aku sudah siap dengan segala resiko itu," jawab Adnan dengan tegas.
Sang Ayah menganggukkan kepalanya pelan. "Baiklah. Hanya saja, jika ada masalah pada rumah tanggamu, jangan pernah meminta tolong pada Ayah," putusnya lalu melangkah menaiki tangga.
Satu-satunya wanita tua yang ada di sana menatap anaknya dengan kecewa, setelah itu tatapannya beralih ke arah Raline dan menatapnya dengan amarah dan juga kebencian. Wanita itu berbalik dan berniat menyusul suaminya.
Raline menghela napas panjang. Jika memang tidak di restui pun dia tidak masalah, dia tidak memaksa. Tetapi ketika melihat dan mendengar sendiri kesungguhan hati kekasihnya, membuatnya tersentuh.
Apa yang pria itu lihat darinya? Bahkan hingga berani menentang keputusan orang tuanya. Orang tua yang sudah merawat dan memberinya kemewahan sedari kecil, pikir Raline.
"Jangan di masukkan ke dalam hati perkataan mereka. Mereka tidak akan bisa menentang keputusanku," ucap Adnan dan mengelus pelan punggung kekasihnya.
...****************...
Sekarang di sinilah mereka, di tempat salah satu penjual bakso pinggir jalan. Tempat langganan Raline sedari lama. Tempat di mana wanita itu untuk melepas rasa sedihnya.
"Jangan banyak-banyak sambalnya. Udah malam," ucap Adnan memperingati kekasihnya.
"Bawel! Aku lagi sedih, enaknya makan yang pedes-pedes," balas Raline dengan sengit.
Adnan hanya bisa menghela napas pasrah. Dia tidak pernah bisa menentang keinginan kekasihnya itu.
Selesai makan, Adnan mengantar Raline pulang ke rumah sederhana peninggalan orang tuanya. Rumah yang penuh kenangan sebelum kejadian naas itu terjadi.
"Aku pulang ya, kamu langsung bersih-bersih dan istirahat. Jangan lupa pintu sama jendela di kunci," kata Adnan.
"Iya. Hati-hati di jalan."
Setelah kepergiannya, Raline masuk ke dalam dan segera mandi. Guyuran air dingin di malam hari membuat tubuh serta pikirannya sedikit tenang.
Keesokan paginya, Raline melanjutkan rutinitas seperti biasanya. Dia harus tetap bekerja untuk menyambung hidupnya yang pas-pasan.
Biasanya dia bekerja dengan menaiki sepeda. Tetapi karena kemarin dia di jemput oleh Adnan, maka hari ini dia harus jalan kaki menuju minimarket tempatnya bekerja.
Ketika jam makan siang, Raline hanya memakan roti yang disediakan oleh pemilik minimarket. Biasanya bosnya itu akan menggantikannya sebentar agar dia bisa makan siang di luar, tetapi karena sedang ada kesibukan bosnya itu tidak bisa datang.
Saat sedang menyuap roti, Raline mendengar pintu minimarket terbuka. Dari kejauhan, ia bisa melihat kekasihnya berjalan ke arahnya tangan kanan membawa plastik berwarna hitam.
"Ada masalah di kantor ya?" tebak Raline ketika melihat penampilan kekasihnya. Lengan kemeja yang sudah digulung sebatas siku, dasi yang sudah tidak ada di tempatnya, serta rambutnya yang terlihat lepek.
"Iya. Ada sedikit kendala, tetapi sekarang sudah beres. Oh ya, ini aku bawa nasi ayam kesukaan kamu,'' ucapnya sambil menyerahkan kantong plastik itu kepada Raline.
Ayana mengulas senyum lebar dan menerima plastik tersebut. "Terima kasih. Kebetulan aku juga gak bisa keluar buat makan siang," ucapnya mengadu.
"Kalau begitu habiskan makanannya. Aku balik kantor dulu, masih ada yang perlu aku urus," pamit Adnan.
Sedari tadi pria itu terlihat tidak tenang. "Buru-buru banget. Gak mau makan bareng?" tawar Raline dengan wajah cemberut.
Adnan tersenyum tipis dan mengelus rambut Raline pelan. "Aku udah makan sebelum ke sini. Aku pergi dulu."
Raline mengangguk. "Jangan lupa istirahat," ujarnya yang mana langsung mendapatkan jempol dari kekasihnya.
"Pulang kerja ada yang mau aku bicarakan sama kamu. Nanti aku jemput," ucap Adnan lalu melangkah keluar.
Kira-kira apa yang ingin dia bicarakan? batin Raline.
Bersambung
see you on the next chap
ini masih yang ringan-ringan dulu ya...(. ❛ ᴗ ❛.)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Jing Mingzhu5290
Mencengangkan
2023-08-27
1