Luapan Emosi

Hari itu mata hari mulai mencuat, menandakan pagi Minggu sudah mulai mengintip. Puluhan motor berjejer di jalan pinggiran sungai, dan puluhan anak muda terlihat masih memiliki tenaga untuk tertawa-tawa setelah semalaman berkendara.

“Bruummm.. brumm”, sebuah sepeda motor yang terlambat ikut bergabung parkir di pinggiran jalan di sebrang sungai.

“Ehh, kemana aja loe?, gue kira loe nyerah karena ngantuk, hahaha”. Rio tertawa saat melihat Ryan datang menghampirinya.

“Kenapa cuma ada segini?, kemana yang lain?”. Tanya Ryan yang menyadari orang yang berkumpul hanya sekitar sepuluh persen dari anggota atau orang yang ikut pawai tadi malam.

“Ya masa nongkrong di sini semua, mana cukup”, Rio menjawab setelah memuntahkan asap dari mulutnya.

“Hei, gue yakin yang menyadari gue membawa Amira tadi malam hanya loe dan beberapa orang saja kan?”, Ryan berbisik mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat ke Rio.

Mendengar nada bicara Ryan dan gerak-geriknya yang seperti tak tenang, Rio mencondongkan tubuhnya ke arah Ryan.

“Apa?, apa yang kau lakukan bangsat?”, Rio bertanya agak panik.

“Haahh, bukan seperti gue yang melakukannya. Hanya saja ada sekitar delapan atau sembilan orang?”, Ryan berbicara sembari berusaha menyalakan rokok di mulutnya.

“Gue minta bantuan loe, supaya kalau ada apa-apa, dan ada yang bertanya tentang Amira. Loe jawab aja, sore Sabtu dia minta pulang dan memutuskan untuk naik ojek sendirian”. Ryan menyatakan permintaannya.

“Tolong bantu gue bujuk yang lain juga, supaya mengatakan itu”. Ryan kemudian menghisap rokoknya dalam. Berusaha menenangkan dirinya sendiri.

“Jelasin dulu ke gue, ada apa?”, Rio yang tak begitu paham situasinya meminta lebih banyak penjelasan.

“Hahhh gini”, Ryan menghembuskan nafas panjang, mencoba menata cerita, tentang apa yang terjadi tadi malam.

“Gue melipir bentar ke toilet umum di persimpangan jalan, dan saat mencoba mengejar rombongan, gue di cegat sekitar lima motor. Entah mereka geng motor kecil atau preman jalanan, yang jelas mereka cari ribut ke gue tadi malam. Gue ngebujuk mereka buat lepasin gue, kerena mereka jelas mencoba habisin gue saat itu juga. Dan yang bisa gue tawarkan cuma si Amira. Para otak mesum itu jelas langsung setuju, jadi gue tinggal Amira bersama mereka. Kalau enggak gue bakalan habis”. Ryan bercerita kepada Rio dengan suara pelan.

Rio yang mendengar cerita dari temannya itu, hanya terdiam menatap temannya. Kemudian mulai menghisap kembali rokok di tangannya yang beberapa saat terlupakan.

“Haahhh, yah mau bagaimana lagi, dari pada loe yang mati”. Rio menghembuskan asap rokok sembari menepuk-nepuk punggung Ryan beberapa kali.

Tiba-tiba terdengar suara gerungan motor, sekitar lima motor dengan suara keras ikut bergabung dengan tongkrongan itu. Kelima motor itu mencuri perhatian semua orang di sana. Orang-orang yang duduk dengan refleks berdiri, menatap kelima motor yang terlihat mencolok mulai memelan mencari tempat perhentian yang nyaman.

Mata Rio membelalak sembari menepuk Ryan yang tak menyadari apa yang di lihat Rio.

“Apa?”, Ryan berbisik.

“Loe dalam masalah!”, Rio menunjuk seorang lelaki yang merupakan pemimpin sekaligus pioneer geng motor The Hell.

“Cewek yang di bonceng Arthur itu..”, Rio berbisik tanpa melanjutkan kalimatnya. Ryan beberapa kali mencoba memastikan apakah orang yang dia lihat itu benar atau salah.

Saat mata Ryan dan mata wanita yang baru turun dari motor Arthur itu bertemu pandang, Ryan merasakan kembali panik yang baru saja dia coba redam. Tatapan wanita dengan penampilan tak karuan itu menyampaikan rasa muak dan benci kepada Ryan, yang jelas hal itu merupakan sebuah kemarahan besar.

Amira terlihat mengunci rapat mulutnya, membuat sudut bibirnya menurun, memperlihatkan rasa gusarnya. Sedang tangannya yang mengepal, tertutup lengan jaket kebesaran yang di pinjamkan Arthur.

“Yang mana?”, Tanya Arthur kepada Amira.

“Ohh, apakah dia?”, Arthur berjalan mengikuti arah tatapan Amira.

“Kemarilah!”, tangan Arthur bergerak, meminta Ryan datang menghampirinya.

Ryan melihat ke sekelilingnya, berharap orang yang di tunjuk Arthur bukanlah dirinya, namun jelas, orang yang berdiri di sana hanya ada Ryan dan Rio.

“Ada apa?”, “suasananya buruk”, “apa yang terjadi?”. bisikan-bisikan pelan terdengar di sekitar Ryan, beberapa mata jelas menatapnya dengan tajam, menjelaskan beberapa orang sudah menyadari siapa yang di maksud oleh Arthur.

“Sebut namanya, mungkin dia jenis orang yang tak peka akan situasi”, ucap Arthur sembari menengok ke belakang, melihat ke arah Amira.

“R..Ryan”, Amira berbicara dengan gugup, entah mengapa suasana menegangkan di sana membuatnya sedikit mengabaikan rasa marahnya.

Ryan menatap Rio berharap temannya itu akan membantunya walau entah bagaimana caranya. Namun Rio jelas memalingkan pandangannya ke arah lain, berusaha untuk tak terlibat dengan Ryan.

Kaki Ryan bergerak maju, walau hatinya berharap untuk berbalik arah dan lari saja.

“Bugh!!”, sebuah kepalan tangan menabrak kepala bagian kiri Ryan. Membuatnya tersungkur terbujur.

“A..ampuni saya”, entah kenapa Ryan dengan refleks memohon ampun kepada Arthur. Entah karena pukulan keras dari tangan Arthur, atau karena ******* kaget orang-orang yang menonton.

“Kemarilah!”, Arthur menatap Amira.

“Maaf kan aku, sepertinya aku kurang bijak dalam menyelesaikan masalah internal kelompokku”. Arthur berbicara sembari berjongkok, menatap lurus ke wajah Ryan. Sedangkan Amira berjalan perlahan, hingga berdiri tepat di samping Arthur.

“Yah, namun permasalahan ini harus jelas di selesaikan secara terbuka”. Arthur berdiri kembali dan menyingkir selangkah dari hadapan Ryan yang terduduk.

“Pukulah!”. Arthur mempersilahkan Amira untuk mengeluarkan amarahnya. Namun Amira hanya terdiam bingung, sambil menatap Arthur dengan hati-hati.

“Ahh, kau tak terbiasa memukul?, kau bisa menampar atau menjambak, terserah kamu saja”. Arthur mengeluarkan rokok dari sakunya, yang kemudian ia hisap sembari membakar ujungnya.

“PLAAAKK”, walau sekuat tenaga Amira mendaratkan telapak tangannya, hingga tangannya sedikit bergetar setelah menampar Ryan, namun Ryan tak bergeming dan hanya menatap Amira tajam.

Tatapan tajam Ryan membuat Amira tak bisa merasakan rasa bersalah dari Ryan sedikitpun. Hal itu membuatnya menarik rambut Ryan sembari berteriak tak karuan.

“Kenapa kau meninggalkanku?, Akkkkkkhhhh!!”, suara tersengal, pertanyaan mengapa, juga teriakan frustrasi beberapa kali keluar dari mulut Amira yang bergetar. Tentu saja tubuh Ryan hanya bergeming perlahan, karena tenaga Amira habis untuk mengeluarkan airmata dan teriakan.

Pagi itu, matahari mengintip. Ikut menonton bersama orang-orang yang terpaku melihat Amira yang meluapkan amarahnya kepada Ryan.

Suara dengusan tawa dari Arthur mencuri perhatian semua orang dari Amira dan Ryan.

“Apa kau sedang memijatnya atau sesuatu?, betapa besarnya hatimu”, Arthur menepuk pundak Amira.

“Tak bisakah kamu mengeluarkannya dari The Hell?”, Amira menatap Arthur memohon dengan putus asa. Arthur menatap Ryan beberapa saat dan kembali menatap Amira.

“Sayang sekali, tapi sepertinya tak bisa. Dia cukup loyal pada geng, kesalahannya padamu tak bisa ku jadikan alasan untuk membuatnya tak bisa bergabung dengan The Hell”. Ucapan Arthur itu membuat Ryan tersenyum menatap Amira.

“bukankah sudah lebih bagus dia tetap di The Hell, dan kau bisa keluar kemudian mencari surga yang aman dan nyaman”, Arthur tertawa ringan.

“Aku akan mengantarmu dengan aman sampai rumahmu, dan sisanya adalah urusanmu, kamu bisa memutuskan apapun yang kamu inginkan. Tak ada paksaan untuk tetap berada di dalam geng, tapi jelas ada aturan untuk tetap berada dalam kelompok”. Arthur berjalan menuju tempat motornya di parkir, dan kemudian menaiki motornya.

Episodes
1 Pertemuan
2 Kemalangan
3 Luapan Emosi
4 Markas Baru
5 Penyembuhan
6 Dimabuk Cinta
7 Drop Out
8 Tujuan Hidup
9 Kamu Tak Bisa Pergi
10 Mabuk
11 Kekalahan Arthur
12 Masa Kecil Arthur
13 Masa Lalu Arthur
14 Pulang
15 Terus bertemu
16 Pergi Lagi
17 Gangguan yang kian meningkat
18 Rampok
19 Aku tak akan memaksa
20 Sebuah tongkrongan
21 Dia baik-baik saja
22 Penyelidikan
23 Akhir bagi keluarga Allan
24 Lega
25 Sebuah kebenaran
26 Hari baru
27 Sebuah kebetulan
28 Pertanyaan aneh
29 Bola basket
30 Berakhirnya masa-masa magang
31 Parkiran
32 Rencana malam ini
33 Keberangkatan Outing
34 Outing 1
35 Outing 2
36 Kontrak Kerja
37 Tiga badai
38 Kerumitan Cara berpikir
39 Dilema
40 Farhan
41 Acara pertunangan
42 Diskusi
43 Diskusi 2
44 Diskusi 3
45 Sepertinya Pintunya Macet
46 Aku Bohong
47 Percakapan malam
48 Terkunci lagi
49 Urusan mendesak
50 Rumah Utama
51 Rasa peduli
52 Hari pertunangan
53 Hari pertunangan 2
54 Cepat bersiap!
55 Terombang-ambing
56 Hari pemakaman
57 Kembali bekerja
58 Hari kematian bibi
59 Pem***uh bibi
60 Hari di mulainya Teror
61 Tim makan siang
62 Mengakrabkan diri
63 Makan malam Rabu malam
64 Hilang
65 Gosip siang
66 keberadaan Amira
67 Black box
68 Aku tak sanggup
69 Penangkapan
70 Muntahan yang tertinggal
71 Pasung
72 Tamu di rapat pagi
73 Pak Martin
74 Diskusi
75 Penjemputan
76 Kertas kusut
77 Bos Sia**n
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Pertemuan
2
Kemalangan
3
Luapan Emosi
4
Markas Baru
5
Penyembuhan
6
Dimabuk Cinta
7
Drop Out
8
Tujuan Hidup
9
Kamu Tak Bisa Pergi
10
Mabuk
11
Kekalahan Arthur
12
Masa Kecil Arthur
13
Masa Lalu Arthur
14
Pulang
15
Terus bertemu
16
Pergi Lagi
17
Gangguan yang kian meningkat
18
Rampok
19
Aku tak akan memaksa
20
Sebuah tongkrongan
21
Dia baik-baik saja
22
Penyelidikan
23
Akhir bagi keluarga Allan
24
Lega
25
Sebuah kebenaran
26
Hari baru
27
Sebuah kebetulan
28
Pertanyaan aneh
29
Bola basket
30
Berakhirnya masa-masa magang
31
Parkiran
32
Rencana malam ini
33
Keberangkatan Outing
34
Outing 1
35
Outing 2
36
Kontrak Kerja
37
Tiga badai
38
Kerumitan Cara berpikir
39
Dilema
40
Farhan
41
Acara pertunangan
42
Diskusi
43
Diskusi 2
44
Diskusi 3
45
Sepertinya Pintunya Macet
46
Aku Bohong
47
Percakapan malam
48
Terkunci lagi
49
Urusan mendesak
50
Rumah Utama
51
Rasa peduli
52
Hari pertunangan
53
Hari pertunangan 2
54
Cepat bersiap!
55
Terombang-ambing
56
Hari pemakaman
57
Kembali bekerja
58
Hari kematian bibi
59
Pem***uh bibi
60
Hari di mulainya Teror
61
Tim makan siang
62
Mengakrabkan diri
63
Makan malam Rabu malam
64
Hilang
65
Gosip siang
66
keberadaan Amira
67
Black box
68
Aku tak sanggup
69
Penangkapan
70
Muntahan yang tertinggal
71
Pasung
72
Tamu di rapat pagi
73
Pak Martin
74
Diskusi
75
Penjemputan
76
Kertas kusut
77
Bos Sia**n

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!