The Hell
“Apa kalian merasa hebat dengan ugal-ugalan seperti itu?”, suara teriakan seorang laki-laki paruh baya menjadi satu-satunya suara yang menggema di lapangan upacara di sebuah sekolah.
“Kamu merasa keren? Hah?”, tangan lelaki itu menoyor kepala salah seorang siswa yang berdiri di tengah-tengah lapangan.
Sebanyak tujuh siswa berdiri menjadi pusat perhatian di tengah lapangan. Kepala mereka menunduk, dan hanya berani memandang satu sama lain melalui sudut mata mereka. pak Hadi yang merupakan kepala sekolah SMAN 24 XXX terlihat menahan amarahnya.
“Pak Hadi yang penyabar, sampai turun tangan. Gila!”. seorang siswa berbisik sambil menyikut lengan teman di sampingnya.
“Untung saja kamu tidak ikut kemarin”, timpal siswa lain sambil berbisik.
Di barisan belakang, seorang siswi menatap teman-temannya yang berbisik-bisik. Terlihat jelas dia mendengar percakapan beberapa teman sekelasnya itu. Wanita muda dengan rambut sebahu itu kemudian mengalihkan pandangannya, menatap satu persatu dari tujuh siswa yang berdiri di tengah lapangan.
“Kenapa mereka harus bikin ulah terus sih?, kan upacaranya jadi lama!”. Keluh seorang siswi yang berdiri tepat di depan wanita dengan rambut sebahu itu.
Bisikan gosip, keluhan karena lelah berdiri, dan juga omelan pak Hadi menjadi satu seperti sebuah harmoni di lapangan upacara Senin itu.
“Amira!”, seorang siswi lain berteriak menghampiri wanita berambut sebahu itu dengan nafas yang tersengal.
“Ke kantin yuk, aku laper banget”, celoteh Nadia sambil menarik Amira yang sedang mengipaskan topinya ke area leher.
“Eh nanti sore aku sama yang lain niatnya mau nonton film yang lagi viral itu. Kamu mau ikut gak?”, Nadia memakan roti di tangannya sambil beriringan berjalan menuju kelas bersama Amira.
Amira hanya menatap Nadia, menyalurkan tegangan rasa malasnya melalui tatapan.
“Hahhh, Mir!. kamu itu harusnya udah bisa menerima keadaan keluargamu. Ini sudah tahun ke tiga, dan kamu masih mau bertingkah seperti pecundang begitu?”. Nadia mengomeli temannya dengan nada kesal.
“aku cuma males keluar aja”, Amira membalas dengan ketus, karena merasa di hakimi dengan tidak adil melalui perkataan Nadia.
“Eh Amira”, suara seorang laki-laki membuat Amira dan Nadia dengan refleks melihat kearah suara itu.
“Habis dari kantin ya?”, Ryan kakak kelas Amira menyapa Amira dengan semangat.
Amira hanya tersenyum dan mengangguk menjawab sapaan Ryan.
“Dia gencar banget deketin kamu Mir”, Nadia berbisik sambil menarik Amira menjauh dari Ryan dan teman-temannya.
“Gila, kamu harusnya dengan tegas nolak dia”, Nadia melingkarkan tangannya ke bahu Amira saat berhasil masuk kedalam kelas.
“Karena kamu gak tegas, dia jadi berasa di beri harapan, dan ngedeketin kamu seenaknya di depan umum”, Nadia menepuk-nepuk bahu Amira.
“apa?, siapa?”, Rani yang duduk di depan bangku Amira dan Nadia, menengok kearah Amira dan Nadia dengan rasa penasaran.
“Itu kak Ryan kelas 12 IPS 2”, ucap Nadia sambil mengangkat alisnya dan memanyunkan mulutnya.
“Iiiiihhh, loe gak tau ya?”, Rani meledek Nadia dengan nada menyeret.
“Hah?”, Nadia duduk di kursinya menatap Rani dengan bingung.
“Eyy, Amira kan baru jadian dua hari yang lalu dengan kak Ryan”, jelas Rani.
“kamu gila!?”, Nadia berdiri dari duduknya menatap Amira yang baru saja duduk.
“Kamu kan tahu jelas kak Ryan itu terkenal karena pergaulannya yang tidak baik?. Dia bahkan lebih parah di banding tujuh orang yang di hukum pak Hadi tadi!”, Nadia marah-marah sampai wajahnya merah menahan amarah.
“Itu bukan urusan kamu”, Amira menjawab dengan enteng tanpa menatap Nadia.
Melihat respon Amira, Nadia hanya terpaku menatap Amira dengan urat leher yang mengeras. Lidahnya tak bisa bergerak karena tak habis pikir dengan apa yang di katakan Amira kepadanya.
“Bu guru masuk!”, seorang siswa masuk kedalam kelas sambil bergegas menuju mejanya. Membuat semua murid di kelas itu bergegas ke tempat duduk mereka masing-masing. Termasuk Nadia yang kembali duduk sembari menghempaskan udara dari mulutnya, mengeluarkan sebagian kecil rasa muak nya.
Sepulang sekolah, Nadia yang sepertinya masih marah kepada Amira, meninggalkan kelas dengan langkah besar sambil diam seribu bahasa.
Amira seolah tak peduli dan berjalan santai keluar dari kelas. Di gerbang sekolah, Ryan sudah menunggu Amira dengan motornya sambil tersenyum ke arah Amira.
“Hari ini ayo ikut ke tempat nongkrong ku”, Ryan menyodorkan helem ke arah Amira.
“Tapi..”, Amira melihat jam di ponselnya yang menunjukan jam 5 sore.
“Sudaaah, ngapain musingin bapakmu yang pemarah itu”, Ryan menutup layar ponsel Amira dengan tangannya.
Amira terdiam beberapa saat seolah berpikir. Kemudian memutuskan mengambil helem dari tangan Ryan. Amira naik ke atas jok motor Ryan setelah memakai helm nya. hal itu menjadi pemandangan mencolok di lingkungan sekolah. Karena motor Ryan yang merupakan motor sport bising itu, melintas menjauhi area sekolah membawa Amira yang terlihat berpenampilan seperti siswi pendiam.
“Eyy, kemana aja bro”, Ryan menyapa beberapa orang yang sedang berkumpul di sebuah gedung yang sepertinya terbengkalai. Amira mengikuti Ryan berjalan menyusuri area gedung. Mata Amira tak bisa berhenti berkeliling menatap setiap inci bangunan itu. Suasana tak nyaman membuat Amira merasa ingin cepat-cepat pulang. Dinding berdebu, lantai kotor, dan tatapan orang-orang yang menatap Amira menambah perasaan tak nyaman yang di rasakan Amira.
“Siapa nih?”, seorang lelaki bertanya kepada Ryan sambil tersenyum kearah Amira.
“Pacar gue, namanya Amira”, Ryan memperkenalkan Amira sambil merangkul Amira erat.
“Ini Rio”, Ryan memperkenalkan lelaki jangkung itu kepada Amira.
Rio menatap Amira yang terlihat gugup dalam rangkulan Ryan hanya tersenyum kecil sembari menatap Amira.
“Dapat yang polosan gini dari mana?”, Rio menepuk bahu Ryan.
“Haha, bisa aja loe”, Ryan tertawa menanggapi candaan Rio.
“Tinggal di modif dikit, mantep kan jadinya”, Ryan berbisik kepada Rio sambil tertawa renyah.
Hari itu Amira berusaha menyesuaikan atmosfer suasana tempat nongkrong Ryan. Di beberapa sudut terlihat sebuah mural yang lebih seperti coretan cat bertuliskan The Hell. Amira menatap lekat tulisan tersebut, mencoba menghilangkan rasa bosannya sambil menemani Ryan yang asik mengobrol sambil merokok.
“Mau?”, seorang wanita duduk di samping Amira menyodorkan sebungkus cemilan.
“Terimakasih”, Amira tersenyum sembari mengambil sekepal kacang dari bungkusan yang di sodorkan wanita berambut ungu itu.
“Baru hari ini ya?”, “apa?”. Amira menanyakan maksud dari pertanyaan wanita berpenampilan nyentrik itu.
“Kumpul di sini”, “oh iya namaku Laura”. Wanita itu lanjut memperkenalkan diri.
“Oh iya, aku Amira”, jawab Amira.
“Kamu sudah gabung grup?”, Laura mengeluarkan ponsel dari sakunya.
“Grup apa?”, Amira bertanya dengan canggung.
“Masukan nomormu”, Laura menyodorkan ponsel miliknya kepada Amira. Yang kemudian dengan patuh Amira mengetikan nomor ponsel pribadinya kedalam ponsel itu.
Beberapa saat Laura fokus kepada ponselnya, dia memasukan nama Amira The Hell pada nama kontak Amira.
“The Hell?”, Amira bertanya setelah mengintip bagaimana Laura menulis nama kontaknya.
“Ya, nama aliansi kita”, Laura menjawab.
“Nah sudah ku kirim link gabung grup chat nya”, Laura menatap Amira.
Amira kemudian memeriksa ponselnya, dan mengklik link yang di kirim Laura. Amira melihat dirinya sudah bergabung dengan sebuah grup chat dengan nama The Hell D4. Amira terpaku saat melihat ada seribu lebih anggota dalam grup chat itu.
“Wah, banyak sekali anggotanya”, Amira bergumam agak keras.
“Ini yang bergabung di distrik 4 saja, setahuku ada sekitar 9 distrik”. Laura menjelaskan.
“Memangnya ini aliansi apa?”, Amira penasaran.
“Kamu tidak tahu?, ini semacam geng motor”, jelas Laura.
Ditengah perbincangannya dengan Laura, Amira merasakan tangan Ryan yang meraba-raba lututnya. Amira berusaha untuk mengabaikan hal itu. Tapi pada akhirnya Amira berdiri dan beralasan ingin ke toilet.
Sejak hari itu, setiap pulang sekolah Amira seringkali ikut dengan Ryan ke perkumpulan geng motor The Hell. Terkadang pawai di sepanjang jalanan kota, nongkrong di sepanjang jembatan yang menghubungkan jalan raya yang terpotong oleh sungai di bawahnya. Tapi lebih sering mereka berkumpul di gedung terbengkalai, menghabiskan waktu untuk mengobrol tak jelas.
Hari itu, merupakan hari ke sembilan Amira bergabung dengan aliansi geng motor The Hell. Amira yang mulai terbiasa dengan suasana tempat berkumpul juga mulai terbiasa dengan rangkulan Ryan, terlihat berjongkok di pojokan ruangan sambil mencoba menyalakan rokok di mulutnya menggunakan korek. Ryan dan Laura serta beberapa orang lain hanya tertawa-tawa kecil, saat melihat Amira yang tak kunjung berhasil menyalakan rokoknya.
“Sudah kubilang kamu harus menyalakannya sambil menghisapnya. Lakukanlah dengan benar!”, Ryan terkekeh melihat kekasihnya yang terlihat sangat serius berusaha menyalakan rokok.
“Nah-nah!, bisa!”, Amira berseru dengan semangat. Namun dari arah pintu luar suara riuh terdengar samar.
“Pemimpin datang!”, “Apa?, mendadak sekali”. Kedua kalimat itu mewakili isi riuh bisikan yang menjalar hingga tempat Amira berdiam diri. Dalam beberapa saat keriuhan itu berubah menjadi keheningan, suasana asing di tempat itu membuat Amira bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.
“Ukhukk,,, ohok.. ukh”, Amira tersedak asap rokok di mulutnya, membuat tenggorokan Amira perih dan matanya mulai berair.
“shutt”, Ryan menyikut Amira meminta Amira untuk berhenti batuk.
Namun Amira yang tak bisa menahan rasa gatal di tenggorokannya, hanya bisa berusaha menutup mulutnya yang masih terus terbatuk-batuk dengan kedua tangan, dengan rokok yang masih di jepit diantara telunjuk dan jari tengah tangan kanan Amira.
Tiba-tiba Amira merasakan rokok di tangannya di ambil oleh seseorang, Amira berusaha melihat siapa orang di depannya. Amira berusaha melihat dengan benar sembari mengelap matanya yang berair.
Saat membuka mata, Amira melihat seorang lelaki dengan tubuh tegap dan tinggi menyodorkan sebotol air mineral sembari menghisap rokok yang baru saja lelaki itu ambil dari tangan Amira.
Dengan gugup amira mengambil air itu, karena memang tenggorokannya memaksanya untuk menerima air mineral itu. Yang kemudian Amira minum dengan terburu-buru.
Saat tenggorokan Amira mulai membaik, amira menyadari suasana dingin yang terasa seolah mencekam mengelilinginya. Orang-orang menatapnya tajam. Dan yang paling membuatnya gugup adalah orang di depannya.
“Te.. terimakasih”, Amira berucap sambil berusaha berpikir harus menunjukkan pandangannya kearah mana. Matanya kelabakan mencari tempat yang harus di lihat, karena merasa gugup setelah melihat jelas seorang lelaki dengan wajah yang tampan berdiri di hadapannya. Tubuhnya tegap, tinggi dan auranya berhasil membuat tempat yang biasanya bising itu menjadi sepi.
“Minggu depan kita akan mengadakan pawai gabungan, seluruh anggota The Hell. Mari kita tunjukan bahwa tak ada celah untuk geng lain tumbuh di pulau ini”, Lelaki itu berkata sembari berjalan membelakangi Amira.
Semua mata tertuju fokus pada lelaki itu, dadanya membusung seolah sang raja sedang mengumumkan bahwa area itu adalah wilayah kekuasaannya.
Kunjungan singkat lelaki itu menyisakan bising di area markas The Hell distrik 4. Orang-orang mengeluarkan binaran semangat di bola mata mereka.
“Oh jadi dia Arthur yang itu?”, “Ini adalah pawai pertamaku!”, “Aku tak sabar ingin cepat-cepat ke hari H”.
Semua orang riuh bersemangat. Namun Amira hanya melamun menatap tangan kanannya yang terasa kosong karena kehilangan rokok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Alfan
aku mulai lupa waktu kalau udah baca cerita. sukses selalu buat author
2023-09-01
2