Sudah Move On?

POV Anya.

KALIAN pernah dengar dunia ini hanya selebar daun kelor, dan aku baru membuktikan nya. Tau mas Raka kan? Dia itu sekarang tetangga ku setelah gagal jadi adik ipar ku, lucunya hidup ini.

Satu minggu, telah berlalu dengan penuh drama. Papa yang menyuruh ku pulang, mama yang mau pindah ke apartemen ku, Andira yang selalu meminta maaf melalu chat dan satu manusia yang benar-benar membuat ku muak, Akbar.

Si Akbar ini, menelvon ku hampir setiap satu jam sekali. Belum lagi ajakannya yang meminta bertemu dengan alasan ada yang mau di jelaskan, persetan dengan alasan nya bagi ku dia hanya kuman yang harus di basmi. Mati saja kau mantan durjana!

"Pagi, cantik!"

"Stop! Jangan teriak, gue enggak budeg."

Kebiasaan buruk Zizah adalah dia suka berteriak, untung telinga ku sekuat baja.

"Hehehe, maaf bestie."

Aku dan Zizah berjalan menuju kubikel kami, kami adalah karyawan bagian keuanga di Tirtonium.group. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan villa.

Cukup lama aku dan Zizah bekerja disini, sekitar tiga tahun mau menuju empat tahun.

"Selamat pagi cantiknya Jeno." Satu lagi, dia sahabat ku saat kuliah, Jeno pramubudiman. Tapi sayang tidak ada sikap dirinya yang mencerminkan manusia berbudiman. Ahh ribet!

"Pagi ganteng nya Anya." Ucap ku.

"Ya alloh, terimakasih enggkau telah mengabulkan doa ku." Ucap Jeno yang membuat aku dan Zizah saling pandang.

"Waee,, apa? Lu doa apaan soal Anya?" Cecar Zizah.

Aku dan Zizah mendekat kearah Jeno saat lelaki berkulit putih seputih pangsit itu, memberi kode melambai untuk mendekat.

"Aku berdoa supaya Anya dan Akbar putus." Bisik nya.

Sial! Umpat ku.

"Jadi lo dalang di balik putusnya Anya sama Akbar?"

"Parah lo mah, doa lo manjur. Coba doain gue biar ketemu calon ayah dari anak-anak ku." Ucap gue dengan tertawa kencang.

"Maaf Nya, gue bercanda."

Aku melihat Jeno merasa bersalah dengan perkataannya, padahal aku enggak kenapa-napa sungguh.

"Ellah, kayak sama siapa aja. Santai, gue udah mope on." Ucap ku dengan melangkah pergi menuju kubikel ku dan bersiap kerja, sebelum aku duduk di kursi ku aku mendengar helaan nafas lega dari Zizah dan Jeno.

"Gue udah gesrek, ketemu temen yang parah gesreknya."

.

.

.

.

.

Hari ini aku tidak ada lembur dan pulang tepat waktu jam lima sore, karena dari kemarin ku ingin minum es boba jadilah aku mampir kekedai boba langganan ku.

"Eoyy, akang boba. Boba satu ya yang taro ekstra cheess."

"Oke, neng Anya cantik."

Penjual boba pun sangat mengenal ku, karena ini langganan ku dari SMA sampai sekarang.

"Akang, gue beli cilok dulu yak."

Aku berjalan ke sebrang jalan dimana disana ada tulang cilok bumbu kacang, kalian tau rasanya enak sekali apalagi bumbu kacang yang sangat kental.

"Bang cilok ya, lima belas ribu bumbu kacang banyakan. Oke..."

"Oke neng cantik, neng kemana aja enggak pernah beli cilok abang lagi? Bosen ya neng."

Dia mang ujang, langganan cilok aku dari jaman SMA juga.

"Ahh ellah bang, kayak enggak tau aja. Anya lagi banyak kerjaan bang, tapi tenang besok Anya pesen seratus ribu. Jadi dua puluh bungkus antar kekantor jam makan siang ya, bang."

"Allhamdullillah, ya alloh rezeki si bontot. Makasih ya neng cantil."

"Sama-sama, ini bang uang beli cilok hari ini dan besok."

Aku mengeluarkan uang seratus ribuan lima lembar, "sisanya buat jajan si kakak sama si dedek ya bang."

"Ya alloh, neng makasih banyak. Saya butuh uang  neng si bontot lagi sakit."

Aku melihat matanya berkaca-kaca.

"Rezeki si kakak sama si adek bang, Anya pamit ya bang."

"Hati-hati neng."

Lega rasanya bisa membantu sesama, kini saatnya aku menjemput siboba ku.

"Mang boba, udah belum?"

"Siap neng udah."

Mang boba, memberi ku satu kantong plastik yang isinya pesanan ku.

"Biar saya yang bayar mang."

Aku sangat kenal suara ini...

'Akbar, dan andira disampingnya.'

"Enggak usah mang, saya masih mampi bayar. Ini uang nya sisanya buat jajan si denta." Anak si bang boba.

"Makasih neng."

Aku beranjak pergi, dia kira aku miskin sampai aku enggak bisa bayar boba pesanan ku.

"Tunggu, ay..."

Ay?? Wahh! Stres nih orang. Enggak liat dia wanita di samping nya sudah ingin mengibarkan bendera perang.

"Berhenti!"

Aku menoleh,"lo manggil gue? Maaf nama gue Anya bukam Ay."

Dasar bedebah.

"Anya, mas mau bicar?"

Aku melirik kearah Andira, disana tangan nya mencengkram kuat kemeja mas Akbar. Takut ya kalau calon suaminya kegoda aku. Makan tuh bekasan! Ingin ku berteriak begitu tapi malas nanti jadi viral, terus di undang di rumpeee.

"Silahkan."

"Maafin kesalahan mas, Nya."

"Oke."

"Mas, salah."

"Oke."

"Jangan benci mas, mas sayang kamu. Nya."

"Udah?"

Aku melihat raut wajah tak bersahabat dari Andira, dan raut wajah penuh penyesalan dari Akbat.

"Anya."

"Gue udah maafin kalian, tapi satu yang harus kalian tau. Gue enggak bisa bersikap baik sama kalian, gue enggak bisa bersikap manis sama kalian. Lo tau kenapa?"

Mereka bungkam.

"Karena gue enggak selevel sama penghianat dan pendusta seperti kalian! Bayy!"

Aku meninggalkan mereka berdua dengan gaya sok cool, berasa ada saund trak jedag jedug yang mengiringi langkah ku menuju parkiran mobil ku.

"Dih, gue baikan sama mantan. Ogah, ora sudi."

.

.

.

.

.

Setelah sampai di apartemen, aku sedikit kaget karena ada seorang lelaki berdiri di sana. Dia membelakangi ku, aku jadi was-was.

Aku mengangkat tas ku, dan siap ku gunakan untuk memukul kepalanya saat dia berbalik atau menyerang ku.

"Mbak Anya?"

"Huh."

Dia tau nama ku? Dia siapa? Aku tidak pernah ingat punya teman seperti dia

"Siapa, ya?"

"Saya, Indra mba. Tadi katanya ada yang salah di kamar mba."

"Salah? Maksutnya?"

"Saya, tukang service AC di apartemen ini, katanya ada yang bocor dikaman mba Anya."

Aku nampak sedikit bingung, siapa yang melapor? Aku tinggal sendirian.

"Gimana mba? Mau di perbaiki tidak?"

"Ohh, iya. Boleh."

Klik

Aku membuka pintu apartemrn ku, tapi tidak aku tutup kembali takut nanti kena fitnah. Aku hanya berdiri di depan pintu, itu yang bocor AC kamar ku? Tadi malam enggak ada apa-apa kok.

"Anya..."

"Ehh, mas Raka. Baru pulang?"

"Iya."

Mas Raka sedikit melongok kedalam, mungkin dia bingung kenapa aku hanya berdiri di samping pintu dan tidak menutup nya.

"Ini, AC nya bocor. Ada tukang service yang katanya pelayanan langsung dari apartemen."

Aku melihat mas Raka menaikan alisnya, seperti bertanya "memang ada?"

"Kenapa mas?"

"Enggak papa."

Selalu saja, dia ini cuek sekali. Pantas saja jomblo berkepanjangan sampai usia tua.

Tak berapa lama, Indra keluar dengan berbagai peralatan untuk membenarkan AC.

"Sudah, ya mba." Ucapnya dengan senyum dibibir.

Aku sedikit risih dengan cara dia memandang ku, dia seperti hidung belang yang kelaparan.

"Iya, trimakasih mas Indra. Ini tipsnya." Aku memberikn uang dua lembar seratus ribuan.

"Tidak usah mba, ini sudah di tanggung pihak apartemen."

"Benarkah?" Tiba-tiba mas Raka bertanya, tapi suaranya membuat raut wajah Indra masam.

"Iya."

Kenapa dia? Tiba-tiba dingin.

"Saya, pamit dulu mba."

"Iya mas, terimakasih."

Indra pergi dari apartemen ku, dan menyisakan aku dan mas Raka.

"Mas, aku masuk dulu. Ya."

Aku melihat wajahnya ragu, dia seperti ingin menahan ku.

"Ahh, iya."

Baiklah aku pun masuk ke apartemen ku, bersiap untuk mandi dan istirahat.

Jangan lupa tinggal kan jejak😍😍😍

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!