POV Anya.
HARI ini aku ada janji dengan Akbar, Akbar Januar dia adalah kekasih ku. Kami berpacaran sudah cukup lama sekitar delapan tahun, kami menjalin hubungan sedari di bangku sekolah hingga sekatang, mau nya sih sampai akhir hayat.
Aku sangat menyayangi mas Akbar, dia lebih tua dari ku dua tahun. Dia pria yang manis, dia sangat perhatian dan pengertian tentang semua keluh kesah ku, bahkan dia tergolong lelaki yang penyabar.
Selama pacaran aku tidak pernah menemukan prilaku dia yang buruk, dia setia dan selalu ada untuk ku.
"Mbak Anya, dibawah ada mas Akbar."
"Temani dulu ya An, aku mau ganti baju dulu."
Aku sudah biasa menitipkan mas Akbar kepada Andira, bahkan aku pernah meminta Andira menemani mas Akbar nonton film. Itu karena pekerjaan kantor ku yang sangat menumpuk dan aku bersyukur mas Akbar tidak protes atau marah.
"Cantikkan gue."
Aku mengenakan celana jins dan juga kaos putih lengan pendek, aku memang tidak suka dandanan yang ribet beda banget sama Andira yang memang feminim sekali.
"Maa, dimana mas Akbar dan Andira?" Tanya ku saat aku turun ke ruang tamu, tapi yang ku temui adalah mama.
"Ada di taman belakang nak." Mama menyesap kembali teh hangat nya.
Mama ku adalah manusia penggemar teh, mau bagaiman bentuk dan rasanya mama pasti menyukainya.
"Anya ke mas Akbar ya maa."
Aku berjalan menuju taman dekat kolam, taman itu berisi bunga dan tanaman kaktus. Aku pelakunya, saat sedang lenggang aku pasti menanam bunga atau kaktus sampai tak ku sadari taman ku penuh dengan bunga dan kaktus.
Aku memicingkan mata ku saat aku melihat, mas Akbar memeluk Andira yang sedang menangis. Aku berjalam perlahan hingga berdiri tak jauh dari mereka.
"Aku harus gimana mas? Anak ini aku gugurkan saja!"
Aku yakin itu suara Andira, dia hamil? Dengan siapa? Setahu ku dia jomblo.
"Jangan An, biar mas yang tanggung jawab."
Jantung ku berdegub kencang, tubuh ku menegang. Kenapa mas Akbar mau bertanggung jawab?
"Jangan mas, aku enggak mau merebut kebahagiaan mbak Anya. Biar ku tanggung dosa ini sendirian." Andira menangis sesenggukang dipelukan mas Akbar.
"Ini anak ku An, aku enggak bisa membiarkan dia lahir tanpa ayah."
Dada ku sesak seolah aku kehabisan oksigen yang membuat kepala ku pusing, telinga ku berdengung hebat sungguh aku tak percaya. Andira mengandung anak mas Akbar, permainan macam apa ini?
"Kamu menghamili Andira mas?"
Aku tak tahan, jadi aku bertanya. Mereka menegang dan berdiri menghadap ku, ku lihat wajah panik mas Akbar dan wajah merah Andira yang sudah bergelimang air mata.
Harus aku apakan mereka? Apa aku tampar si Akbar ini? Atau aku suruh saja Andira menggugurkan kandungan nya! Ohh,, aku bukan aunty yang jahat untuk keponakan ku!
"Anya, mas bisa jelaskan."
Mas Akbar berjalan mendekat, tapi aku mencegahnya mendekat. Aku seketika jijik melihat mas Akbar, apa lagi membayangkan dia tidur dengan Andira.
"Enggak usah, gue udah jelas tahu. Lo hiyanatin gue dan hamilin adik gue bangsat!"
Mas Akbar tercengang medengar perkataan ku yang cukup kasar, ini pertama kalinya aku berbicara kasar dengan mas Akbar.
"Ay..."
Panggilan istimewa yang dia sematkan kepada ku, dulu mungkin aku akan bahagia mendengar nya tapi sekarang aku mual mendengar panggilan itu.
"Jangan panggil gue dengan panggilan sampah lo!" Kutatap tajam mas Akbar dan Andira.
"Gue kecewa sama lo An! Gue salah apa sama lo, gue dosa apa sama lo? Kurang apa gue selama ini? Gue selalu ngalah buat lo, semua yang gue punya selalu gue kasih ke lo saat lo merengek sama mama!"
Kutunjuk wajahnya, dada ku naik turun berusaha terua memompa jantung agar aku bisa menetralkan rasa sesaknya.
"Mbak, maafin Andira." Andira maju selangkah lalu dia berlutut didepan ku, aku memalingkan wajah ku. Merasa gagal menjadi seorang kakak, aku juga gagal menjaga kekasih ku.
"Andira apa yang kamu lakukan, ini salah ku An. Aku yang menggoda mu." Ucap Akbar, ucapanya sukses membuat dada ku sakit teremas.
"Apa salah ku kepada mu mas?!"
Akbar menatap ku sendu, ada kilatan penyesalan. "Kamu selalu enggak ada waktu buat aku Nya, kamu sibuk sama urusan kamu dan berakhir Andira yang menemani ku."
Aku tersenyum getir, bukan kah selama ini dia tidak pernah protes. Bukan kah selama ini dia bilang akan baik-baik saja dan sabar menunggu ku, lalu kini aku yang di salahlan.
"Kalau lo enggak bisa setia sama gue, karena gue sibuk lo cukup akhiri hubungan ini! Bukan nya malah selingku sama adik gue bangsat!" Aku berhenti sejenak mengtur nafasku yang tersengal. Ahhh, sial!
"Lo bisa bilang kalau lo udah gak cinta sama gue, gue bakal ngerti bukannya buat gue sepertu orang bodoh. Lo gak harus nidurin adik gue, lo gak harus berzinah!"
"Maafin mas Ay..."
Aku menatap wajah mas Akbar dengan mata yang penuh air mata,"udah berapa lama hubungan lo sama dia?" Kulirik Andira."Cinta lo sama Andira?!" Bentak ku, aku menatap tajam kearah Andira yang masih berlutut dengan menundukkan wajah nya.
"Ma-mas..."
"Jawan anjing!"
"Sudah satu tahun, dan mas cinta sama Andira."
"Mas!!" Teriak Andira.
Lutut ku lemas, rasanya kepala ku mau pecah. Aku sangat peracaya dengan mas Akbar tapi nyatanya dia yang mengecewakan ku.
Dia orang pertama yang membuat ku jatuh benar-benar jatuh cinta dan dia juga yang pertama mematahkan hati ku.
"Mbak Anya, mas Akbar cintanya sama mbak Anya bukan sama aku. Aku bakal jauhin mas Akbar mbak."
Kutatap wajah menyesal milik Andira,"terus lo mau gugurin anak lo dan buat gue jadi wanita jahat! Lo mikir zinah aja sudah dosa apa lagi gugurin kandungan lo An!"
Andira memangis histeris, wanita itu kacau tapi aku tidak ada belas kasih dengan nya. Hati ku pun hancur, perasaan ku berantakan. Aku dan mas Akbar sudah bertunangan dan kami berencana akan menikah lima bulan lagi.
"Gue kecewa sama lo An, jangan anggep gue kakak lo lagi! Dan lo akbar terimakasih untuk rasa sakit yang udah lo kasih ke gue."
Bughh
Bughh
Bughh
Aku menghajar tepat di perut, rahang dan juga matanya. Jangan lupakan aku yang anak karateka.
"Akhh,, maafin mas..." Dia memegang perutnya yang nampak ngilu, aku tak perduli.
"Bangsat lo!" Ku beri dia jari tengah dan lalu kutinggalkan dia.
Aku melewati ruang tamu dengan dada yang naik turun menahan gejolak emosi, bahkan aku mengabaikan panggilan mama.
*****
"Brengsek si Akbar!"
"Sabar Nya, jangan tangisi lelaki brengsek macam Akbar."
Zizah sangat marah saat aku bercerita tentang penghiyanatan Akbar dan Andira.
"Gue tau gue salah, gue enggak ada waktu sama Akbar. Tapi dia bisakan mutusin gue, bukan malah selingkuh dan ngehamilin adik gue."
Zizah memeluk ku, dia mengusap punggung ku. Rasanya aku masih bisa bersyukur memiliki sahabat sebaik Zizah.
"Udah jangan lo tangisin, dia bukan lelaki baik buat lo."
Aku hanya mengangguk diam, hati ku sakit sampai sakitnya menusuk tulang rusuk ku. Entah dosa apa yang ku perbuat sampai aku di khiyanati oleh kedua orang yang aku sayangi.
"Zah, gue mau nyari apartemen aja. Gue enggak bisa satu atap sama Andira."
"Gue bakal cariin kok, tenang ya..."
'Gue sebenernya udah tau kegilaan Akbar, nya. Tapi gue enggak sanggup bilang ke elo, maafin gue ya Nya. Gue jahat sama lo.'
"Gue telvon agen properti dulu ya."
Aku mengangguk, kemudian Zizah berdiri dari duduk nya dan mulai menelvon seseorang. Tak lama dia kembali.
"Ada Nya, dan pas banget deket sama kantor kita."
"Ya udah, gue mau."
"Mau kesana sekarang, katanya bisa kalau mau tanda tangan kontra jadinya."
"Iya, sekarang aja."
Aku memutuskan pindah ke apartemen, aku enggak tau papa sama mama setuju atu enggak. Yang jelas aku enggak bisa satu atap dengan Andira, aku tidak benci tapi aku hanya akan kehabisan oksigen jika bertemu dengan Andira terlebih dia pasti akan menikah dengan Akbar.
Setelah melihat apartemen yang mau aku sewa, aku memutuskan pulang dan mengemasi barang ku. Di rumah sudah ada orangtua mas Akbar, tante paramita berhambur memeluk ku dan minta maaf.
"Sayang, maafin tante yang gagal mendidik anak." Dia menangis sesenggukan, aku dan keluarga mas Akbar memang sudah dekat. Bahkan aku sering ikut liburan tahunan dengan keluarga besar mas Akbar.
"Tente enggak salah, ini sudah takdirnya. Anya dan mas Akbar tidak berjodoh."
Hati ku kembali teremas saat aku mengucap kata tidak jodoh, banyak rintangan yang aku hadapi hanya untuk memperjuangkan hubungan ku dengan mas Akbar. Aku rela mengorbankan beasiswa kuliah ke korea hanya karena mas Akbar tidak mau pacaran jarak jauh, tapi nyatanya aku hanya mendapat penghiyanatan.
"Anya..." papa memanggil ku, ku pandang wajahnya yang kecewa dan sedih. Aku tau bagaiman papa mengharapkan pernikahan ku dengan Akbar, papa sangat percaya dengan Akbar. Tapi kini aku melihat guratan kecewa yang sangat besar di wajah papa.
"Papa, jangan nangis nanti ganteng nya hilang." Ejek ku.
"Kamu masih bisa ngelawak, menangislah sayang." Dan aku hanya bisa menggeleng, aku juga tidak tau air mata ku tidak bisa keluar lagi.
"Jangan lebay pa, buat apa Anya menangisi lelaki jelek kayak dia." Lirik ku tajam ke arah Akbar.
Suasana sunyi, kini semua sudah tak menangis. Aku pamit menuju kamar ku dan mulai mengemasi barang ku. Aku sudah membulatlan tekat kalau aku haru meninggalkan rumah ini.
Tukk
Tukk
Tukk
Suara roda koper ku yang beradu dengan lantai mampu membuat semua orang menatap ku, wajah mereka menegang.
"Ck, jangan tegang gini dong." Ucap ku.
"Maa, paa, Anya mau pindah ke apartemen. Rasanya rumah ini sudah asing, Anya tidak bisa tinggal di sini lagi."
"Jangan tinggali mama, sayang. Mama ikut kamu ya." Mama memeluk ku, rasanya sakit sekali saat melihat air mata mama yang keluar
.
"Jangan maa, nanti papa sama siapa? Mama mau papa cari daun muda." Goda ku.
Plak
"Kok di pukul si maa, sakit tau." Aku mengelus lengan ku yang dipukul mama.
"Kamu jangan bercanda terus, jangan kayak gini. Mama tau kamu sakit dan kecewa tapi tolong menangis nak, marah sama kami."
"Enggak deh maa, ngabisin tenaga. Anya iklas ko bekas Anya di ambil, biar mereka menikah tapi Anya tidak bisa di rumah ini."
"Jangan pergi mbak, biar aku saja." Ucap Andira. Aku tersenyum kecut sungguh aku tak suka dengan Andira sekarang.
"Enggak, kasihan bayi lo. Lo pengangguran enggak bisa apa-apa kalau enggak ada mama jangan sok kuat." Sindiran telak untuk Andira si anak mama.
"Paa, Anya pamit. Nanti Anya sering main kesini, jangan salahkan mereka ini sudah takdirnya." Papa hanya diam menatap ku sendu.
"Ini aku kembalikan fasilitas papa, aku mau mencoba mandiri pa. Aku cuma akan membawa apa yang memang milik ku."
"Jangan hukum kami nak, kamu bilang tidak marah tapi nyatanya kamu menghukum kami dengan menganggap bahwa kami bukan keluarga mu lagi." Ucap papa.
"Enggak pa, papa dan mama adalah orangtua ku. Anya hanya mau mendewasakan diri, Anya hanya mau mandiri agar nanti jika Anya di tinggal orang yang Anya sayangi. Anya lebih tegar lagi." Ucapan ku sunggu halus dan menusuk disana aku bisa melihat bahu Andira semakin bergetar, aku tidak membencinya tapi aku membuat dia merasakan rasa bersalah nya.
"Anya pamit..."
Aku berjalan menuju pintu keluar dengan koper di tangan ku, aku tak menghiraukan raungan tangis mama.
'Maafin kebodohan aku Ay, semoga kamu mendapatkan lelaki yang lebih baik dari ku.' Air mata Akbar menetes seiring langkah kaki Anya yang semakin menjauh, menyesal tak ada gunanya kini Akbar harus menerima kisahnya dengan Anya berakhir dan dirinya sendirilah penyebabnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
budak jambi
dasar adik dak ada otak..kk sendr di sakiti semoga dapt karma yg tak terampuni
2024-07-25
0