Ilana menjalani hidupnya hingga pada usianya yang ke 13 ia mendapat penghargaan sebagai siswa terbaik. Ilana mengantongi banyak mendali dan piala internasional.
Hari-harinya di isi dengan belajar ! belajar ! belajar !
Akmal mengamuk karena tidak dapat menemukan Ruby dan ketiga anak-anaknya. Semua orang membantu menyembunyikan Ruby,Aksa,Axel dan Rebecca.
"Ilana ayo makan"teriak sang nenek dari bawah.
Ilana melepas handset dan menuruni anak tangga.
"Nenek buatkan telur balado sama sambal goreng hati kentang kesukaan Ilana."
Ilana makan dengan hening. Sejak kejadian sebulan yang lalu anggota keluarga melihat perubahan Ilana ia menjadi pendiam dan sibuk belajar.
"Ilana apa ada yang kamu inginkan ?" Ilana menoleh ke nenek dan mengeleng sebagai jawaban.
"Mama belikan TV biar di letakkan di kamar mu kamu mau ?"
"Enggak"
"Loh kenapa ?"
"Aku harus belajar."jawab nya singkat.
"Makan nya pelan-pelan Ilana, "
"Nenek aku sudah habis aku mau ke kamar dulu. Aku mau tidur."
"Padahal besok Sabtu dia ga sekolah."celetuk Ruby.
Marcella mengetuk pintu kamar anaknya. Perlahan langkah masuk ke kamar warna pink.
"Kamu udah mau tidur ?"
"Ada apa ? Mama mau bicara ?" Marcella mengangguk.
"Mama ada rencana mau pindah dari sini kamu ikut ya. Mama ga enak perang dingin sama nenek kamu. Kita hidup bertiga di tempat lain ya. Kamu setuju kan ?"
Ilana mengeleng kepala. "Kalau mama mau pergi silakan. Aku ga ikut, aku suka disini. Ada nenek,paman dan bibi Ruby juga kakak sepupuku. "
"Sayang kita ini keluarga. Kita harus bersama. Kamu,mama dan adikmu "
"Tapi aku juga keluarga disini. Aku ga mau pindah sekolah atau terbiasa lagi dengan situasi aku suka situasi ku sekarang. Aku sulit beradaptasi asal mama tau itu."
"Ilana mama ga bisa ninggalin kamu. Kita ga bisa berjauhan sayang."
"Mama bisa ninggalin aku. Mama harus terbiasa, aku bukan bayi yang harus nempel sama induknya terus. Mama bisa cari kehidupan mama di tempat lain. Aku akan baik-baik saja disini."
"Kamu jadi milih nenek daripada mama ?" tanya Marcella dengan nada sedih.
"Ya "jawab tegas Ilana.
"Yasudah mama akan sering kemari menjenguk kamu."
"Ilana mama rasa, mama harus bahas ini."
"Mengenai papa mu----"
"Aku ga peduli. Tolong jangan membahas nya."
"Ilana kamu harus tau jika papa mu adalah------"
"Ma, sejak dulu aku tidak pernah membahas tentang pria itu. Aku terbiasa tanpa nya, mama pun harus terbiasa juga. Tolong, aku ga mau masa depan ku rusak."
"Baiklah, tidurlah sayang kamu pasti lelah sekolah."
Sebelum meraih handle pintu Marcella berhenti.
"Kuharap ini jadi terakhir kalinya mama percaya pada laki-laki."
"Ilana--"
"Hiduplah tanpa laki-laki. Mama harus berdiri di kaki mama sendiri. Mama harus bisa lakukan itu, itu yang selalu mama ajarkan. "
"Ilana kamu tidak mengerti saat kamu membutuhkan orang di sisimu, orang yang bisa mendukung mu dan kamu memilikinya itu adalah penyemangat hidupmu. "
"Tapi mama nyatanya masih salah memilih kan ? dia meninggalkan mama. Aku mengerti, bahkan aku kehilangan mama sejak aku kecil. Aku terbiasa tanpa mama,jadi saat mama punya rencana lain aku pun juga punya rencana lain. "
"Mama belum bisa jadi ibu yang baik yaa ?" tanya Marcella.
"Ya, kuharap ketika mama hidup di tempat lain aku berdoa semoga mama bisa jadi ibu yang baik untuk bayi mama, setidaknya dia harus beruntung daripada aku."
Ilana lekas memejamkan mata. Marcella menahan air mata yang hendak keluar ia tidak boleh lemah di hadapan anaknya.
Marcella menarik salah satu laci ia melihat kembali album foto Ilana.
Marcella sangat menyayangi Ilana tapi kebencian pada laki-laki itu hampir membuatnya membuang Ilana kepada Andrew.
Semakin hari wajah pria itu terbit dengan jelas di wajah Ilana putrinya.
...****************...
Marcella memeluk ibunya. "Maaf ma, maafin aku. Aku gagal lagi dan lagi."
"Sudahlah nak, mama ga punya nasehat untuk kamu. Hiduplah yang baik dan jangan lakukan hal bodoh." Marcella mengangguk
"Jaga Ilana ku ya. Aku titip dia pada kalian. Tolong sayangi dia."Ruby mengangguk.
"Hati-hati di jalan."
Marcella mengabsen wajah keluarga satu-satu terkecuali Ilana dan Alex mereka sedang di stasiun TV sekarang. Ilana di undang sebagai bintang tamu anak berprestasi.
Ilana lebih memilih uang daripada mama nya.
Selepas mobil pergi mengantar Marcella. Ruby dan Ayu menghela nafas serempak.
"Kasihan Ilana, dia pasti kecewa."celetuk Ruby.
"Anak itu lebih dewasa dari yang kita kira. Dia begitu biasa saja ketika di tinggal ibunya."kata Ayu.
"Alasan membuatku hampir percaya, mama ga akan ngurusin aku. Aku juga ga mau beradaptasi di desa."
"Mama mau membawa nya pergi ke kedai es cream nanti dia suka vanila."ucap Ayu.
"Ide yang bagus."kata Andrew.
...****************...
Kring..kring..kring..kring..
"Siapa bi ?"
"Nyonya Marcella Bu Ayu."
Ayu meletakkan majalah nya. "Dia pasti ingin bicara sama Ilana. "
"ILANA...ILANA "panggil sang nenek.
"Iya nek bentar." jawab nya dari dapur.
"Kamu itu makan apa sampai penuh gitu di mulut kamu."
"Sandwicchhhh"
"Telan dulu baru ngomong sama nenek."
Ilana justru lari kembali ke dapur rupanya anak itu ingin minum.
"Ahh lega. Sandwich nek. Mana telfon nya bi."
"Hallo ma "
"................."
"Ilana baik, semuanya disini baik-baik saja."
".........."
"Hah Tante Ruby ? Ya dia masih tinggal disini. Paman Akmal masih mencari mereka. "
".............."
"Ma, aku tutup telfon dulu ya. Aku masih ada tugas sekolah numpuk nih."
"............"
"Ya bye"
Ilana hendak beranjak tapi tatapan Nenek membuatnya mengurungkan niat.
"Apa nek ?" tanya Ilana.
"Nenek perhatikan kamu menjaga jarak dari ibumu."
"Itu pendapat nenek."
"Ilana, dia tetaplah ibumu. Dia menunggu kamu agar bisa mendengar suara putrinya. Apapun kesalahannya tidak pantas kalau kamu bersikap dingin."
Ilana menghela nafas panjang. "Nenek terlalu sensitif belakangan ini. Aku dan mama biasa saja. Jangan berasumsi yang tidak-tidak."
Ilana pergi menuju dapur lagi dan memakan sarapan nya bersama para pelayan disana. Terdengar gelak tawa dari dapur entah apa yang mereka bahas.
Ayu kembali membaca majalah. "Huft, Apa memang aku sensitif ya ? Kayaknya aku harus kurangin nonton sinetron."
Ilana tertawa terbahak-bahak namun berbeda dengan isi pikirannya.
Tawa yang paling keras tak pernah ada yang mengira jika ia ingin menangis sederas-derasnya menutup segala beban di hatinya.
Memang benar Ilana sedang menjaga jarak dengan mama nya. Hubungan yang jauh membuat Ilana makin dingin pada ibunya.
Ilana mencoba mencairkan suasana namun tetap tidak bisa. Entah ibunya yang berwatak acuh atau memang waktu tidak tepat.
Marcella cemberut sekali. Sejak pindah delapan bulan yang lalu Ilana begitu sulit di hubungi entah ia sedang sekolah, tidur atau sedang ada kegiatan.
"Kenapa yaa rasanya aku berdosa sekali ?"
"Aku ibu yang menyedihkan. Aku hanya bisa melihat wajah anakku di TV."
"Ilana ku sayang"
Marcella mengusap wajah Ilana yang sedang menjadi pembicara di salah satu program berita.
"Maafkan mama Ilana."
...****************...
Ilana sedang membaca buku di atas ranjang.
Tok..tok..tok..
"Ada apa paman Muhammad ?"
"Mama mu nelfon Ilana." Ilana mengangguk.
"Hallo ma, ada apa ?"
"Ilana belum tidur besok Senin "
"Mama kan nelfon. Mama mau bicara apa ?"
"Mama dengar dari sekolah kamu tidak menyerahkan piala mu ya ?"
"Ya mereka akan memberiku piala replika. Aku jelas tidak mau "
"Kenapa ?"
"Aku 100% pergi dengan biaya ku sendiri. Jadi aku tidak mau. Aku akan memberikan nya jika pihak sekolah memberiku uang yang banyak."
"Ilana ?"
"Aku sedang berbisnis ma. Mereka dapat citra baik aku dapat uang. Tidak akan ku berikan piala itu sebelum aku dapat 20 juta. "
"Kamu buat saja perjanjian Ilana beri materai agar uang nya tidak di komplain nantinya."
"Terima kasih sudah mendukung ku ma."
Ilana tiba-tiba saja menjadi murid paling kaya ia melancarkan bisnis sebagai murid berpengaruh. Banyak kompetisi yang ia ikuti di tahap internasional hingga membawa namanya semakin terkenal.
Selama dua tahun ia berhasil mendapatkan uang sebesar 150 juta di tabungannya.
Itu kali pertama Ilana memiliki uang sebanyak itu yang awalnya hanya 21 juta sekarang menjadi 150 juta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments