" Jangan disini pak " Ami menghentikan gerakan tangan Bastian membuka kancing kemeja. tentu saja tangannya menyentuh dada Bastian yang hampir terbuka itu.
" saya gerah Mi, semalam basah kena air kompresan "
" Tunggu, saya berbalik dulu baru bapak buka baju " Ami menolehkan kepala ke samping. Bastian meneruskan membuka kemeja dan dalaman yang sudah basah sejak semalam. ia tidak bisa meninggalkan ranjang karena tangan Ami mengenggam erat tangannya. saat gadis itu terlelap tangannya bisa terlepas.
" nggak capek kaya gitu terus Mi ?" tanya Bastian sambil mengulum senyum. Ia belum mengenakan baju karena ingin meregang kembali otot ototnya yang terasa kaku karena tidur miring semalaman.
" capeklah pak, bapak sudah selesai ? "
" kamu bisa lihat sendiri " ucap Bastian sambil kembali duduk di tepi ranjang.
" Aish...pak kenapa masih polos gitu " Ami menutup matanya dengan telapak tangan.
" kenapa harus ditutup matanya, sudah halal juga kan ? "
Ami kontan membuka matanya, bayangan bu Winda yang akan mengadakan pertunangan Bastian dan momen pernikahannya dengan Bastian sekelebat muncul bergantian.
" Ya ampun pak ! apa yang sudah kita lakukan ? " jerit Ami, ia bangkit dari tempat tidur. jalan bolak balik seperti setrikaan anak kos yang terlambat pergi kuliah.
" kita belum ngapa ngapain " pungkas Bastian sambil ikut berdiri. ia meregang kan ototnya yang terasa tegang. Mata Ami tergoda melihat roti sobek yang terpampang di depan mata tapi segera ia tepis gelenyar aneh yang masuk ke hatinya, ia mengeleng dan menepuk kepalanya yang hampir masuk mode on. Stop Ami, ini bukan pernikahan sungguhan.
" Kita harus bicara pak ! serius kita harus bicara ! "
" Na..kita sekarang kita ngapain mi. main catur "
Ami sewot. Saat seperti ini dia masih bisa bercanda. Ami memindai Bastian.
" Atau kita ngapa ngapain sekarang saja " bisik Bastian ditelinga Ami yang membuat bulu kuduk Ami berdiri. reflek ia menjauh.
" Married is just not about *** pak ! " bentak Ami. ia memijit kepalanya. Terbayang bagaimana kemarahan bu Winda jika tahu anak semata wayangnya telah menikah. menikah dengan gadis kampung, miskin pula.
" I know.., but we have to get *** " ujar Bastian santai.
Ami mengejar Bastian, rasa kesal yang selama ini pendam pada atasannya yang sering menggombalinya itu sudah naik ke ubun ubun. Bastian terjerembab ke ranjang, Ami yang kesetanan meraih leher Bastian, ingin mencekiknya tapi tidak jadi. ia mendengus kesal.
" Di saat saya punya masalah besar, bapak masih bisa bercanda, dulu saya biarkan rayuan mesum itu singgah ditelinga saya tapi sekarang saya sudah muak pak ! saya bukan mainan atasan saya "
Ami memukul dada Bastian berkali kali, tubuhnya yang masih lemah membuat pukulan itu hanya seperti sentuhan lembut bagi Bastian. Ami berhenti memukul, ia sekarang bingung dengan situasi yang ia hadapi. Bagaimanapun, Bastian sudah membuat ayahnya tersenyum di hari terakhir hidup ayahnya, Ami menangis.
ia menangis di dada suaminya, isakannya menggetarkan dada Bastian.
Bastian mengusap kepala Ami, seperti yang ia lakukan saat menemani Ami di pemakaman.
" Mi...! " panggil Bastian
" ya pak..."
" Perut saya sakit, kamu berat "
" Bapak ngatain saya gendut "
" Bukan, kamu berat untuk saya tinggalkan "
Ami memukul dada Bastian, kali ini lebih keras.
" Au ! " jerit Bastian
" Jangan main main sama hati saya pak, saya benaran takut termakan rayuan bapak " ujar Ami sambil beranjak dari dada Bastian. ia memeriksa keningnya, panasnya sudah turun. semalam ia ingat kalau Bastian terus mengompres kepalanya.
" orang capek capek begadang semalaman, paginya dimarahi. kasih sun kek " Bastian manyun sambil melap dadanya yang basah.
Ami tersenyum dan melangkah keluar kamar. Ia mengambil handuk dan menunjukan dimana kamar mandi pada Bastian. Ami melihat kebingungan laki laki kaya itu memasuki kamar mandi sederhana milik Ami.
laki laki yang biasa mengguyur tubuhnya dengan shower mungkim tak terbiasa pakai gayung.
kampung Ami yang terletak di perbukitan membuat suhu air sangat dingin di pagi hari. Ami mengulum senyum saat bosnya itu menggigil keluar kamar mandi. maklumlah terbiasa dengan pemanas air di kamar mandi.
" Kak ! " panggil Jojo
" Sarapan dulu " pinta Jojo, matanya masih sembab karena menangis. setelah ayahnya tiada kini mereka tinggal berdua. kak Ami tempatnya dulu selalu berbagi kini karna sudah menikah pasti tinggal bersama suaminya. ia merasa akan hidup sendiri.
Bastian sarapan bersama dua bersaudara itu. Ia merasa terharu saat keduanya saling bicara. ia yang selama ini hidup sebagai anak tunggal tak mengerti bagaimana saling berbagi cerita.
" Kak, aku akan ambil cuti, aku akan kerja sama teman biar aku bisa ngumpulin biaya kuliahku "
" Jangan Jo, kamu tinggal empat semester lagi. Biar kakak saja yang bantu biaya kuliah kamu "
" Habis tujuh hari ayah meninggal kakak akan balik kerja "
Ami melihat kearah Bastian. ada rasa bersalah muncul di hatinya karna melibatkan atasannya itu dalam masalah keluarganya.
" Ini pak Bastian, atasan kakak di kantor, kakak sudah putus dengan laki laki yang melamar kakak yang kakak ceritakan itu "
Jojo terperangah. ia memandang Bastian dengan rasa bersalah.
" Jadi, abang ini bukan calon suami kakak yang kakak bilang itu ? " Ami menggeleng.
Ami mengusap mukanya, ia menarik nafas dalam.
" Bukan Jo, dia hanya mengantar kakak kesini karna ada pekerjaan kantor harus dikerjakan segera "
Bastian begitu lahap menikmati nasi goreng. dari kemarin ia belum makan apa apa setelah ijab kabul dan acara pemakaman, semalampun ia harus menjaga Ami yang demam.
" Saya minta maaf sekali pak atas situasi ini, setelah kita kembali ke kota, saya jamin semua akan berjalan seperti biasa, saya tetap jadi karyawan bapak dan saya tetap menganggap bapak sebagai atasan saya "
Bastian tercenung. Ia sendiri tidak mengerti kenapa ia tak mau meninggalkan Ami saat Ami memintanya pergi agar acara akad itu tidak terlaksana.
" Nanti kita bicara hal ini Mi " ujar Bastian tenang. Ami mengangkat piring kotor yang ada di atas meja, Bastian memandangi sekeliling rumah Ami, sederhana begitu sederhana. Jika dibandingkan dirinya bagai langit dan bumi. ketika ia menoleh ke dinding ruang tamu, ia melihat sebuah foto keluarga terpajang di sana. Ia teringat nama terukir di batu nisan kuburan ibu Ami.
" Ini ibu kalian ? " tanya Bastian penuh selidik. Ami dan Jojo mengangguk.
" Namanya Rahayu Astuti..dia pernah bekerja sebagai pengasuh anak di kota ?"
" Bapak kenal ibu ? " tanya Ami menatap lekat laki laki yang sudah jadi suaminya itu.
Bastian tertunduk, ada beribu haru menyelinap di hatinya, akhirnya Tuhan memberinya kesempatan menebus kesalahannya waktu ia masih berusia sepuluh tahun. rasa bersalah pada pengasuhnya yang baik yang ia pendam selama ini.
" Dia pengasuh saya sewaktu saya masih kecil "
Ami terpana begitupun Jojo, akhirnya mereka bertemu dengan anak majikan yang selalu diceritakan ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments