Kontrak Cinta Pria Kaya

Kontrak Cinta Pria Kaya

Keinginan Kakek

Daxel Sanjaya merupakan pria berumur 32 tahun yang menduduki kursi CEO Daxel Group, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang tambang batu bara. Tak hanya itu, Daxel juga memegang kontrol bisnis perhotelan mendiang ayahnya yang sekarang telah berkembang pesat sebagai hasil dari jerih payahnya.

Pintar, berkarisma, tampan dengan latar belakang keluarga yang sempurna, siapa yang tidak jatuh cinta? Tidak hanya satu atau dua orang yang mengejar pria impian ini, namun tak ada satupun yang berhasil menyentuh bahkan ujung hatinya. Hingga saat ini, Daxel masih saja melajang terlepas dari umurnya yang seharusnya sudah siap berkeluarga.

Alhasil, kakek Irham lah yang menghantuinya dan menurut Daxel, kakeknya lebih agresif dan menakutkan dari wanita manapun!

Daxel kembali menelan makan malamnya dengan susah payah di bawah tatapan tajam sang kakek.

"K-Kek..."

"Kapan punya pacar?"

Daxel, "...."

Belum juga dia selesai ngomong, tapi sudah ditampar dengan pertanyaan itu lagi. Kesal? Bukan main. Frustasi? Sekarang rasanya sudah sampai depresi. Gimana tidak? Setiap hari hanya pertanyaan itu yang didengarnya sampai dia jadi meragukan dirinya sendiri kenapa belum dapat pasangan sampai sekarang.

Daxel menghela napas, lalu berkata, "Sabar dong, kakek. Daxel belum menemukan perempuan yang tepat, kebanyakan hanya mau uang Daxel saja.”

"Ya, kalau begitu lebih usaha dong, Daxel. Jangan 95% kerjaan dan hanya 5% cari calon istri. Kalau kayak gitu ya kapan dapatnya?” Suara kakek Irham terdengar frustasi seperti akan mendepak cucunya yang memang selalu sibuk. Sementara itu, Daxel yang mendengar perkataan kakeknya sampai terdiam karena sang kakek sampai memakai skema presentase untuk menggambarkan hidupnya. Ini layaknya sebuah meeting.

“Kakek ini kan sebentar lagi mau ulang tahun, kembali bertambah tua. Kakek ingin sekali 

 melihatmu menikah selagi kakek masih bersamamu,” jelas Irham kepada cucunya.

"Jangan ngomong seperti itu, Kakek! Kakek masih panjang hidupnya!” Daxel berseru dengan nada tidak senang. Seumur hidupnya, ia telah diasuh oleh sang kakek setelah meninggalnya orang tua Daxel saat ia kecil. Oleh karena itu, Kakek Irham adalah satu-satunya sosok keluarga yang sangat ia cintai dan Daxel tidak dapat membayangkan hidupnya tanpa sang kakek.

Kakek Irham yang mendengar perkataan cucunya hanya menghela napas berat. Ia tahu betapa bergantungnya Daxel dengan dirinya secara emosional, meski pria berumur 32 tahun ini terlihat memiliki segalanya. Akhirnya, sisa makan malam dihabiskan dengan kesunyian.

Namun, perkataan kakeknya terus menggerogoti pikirannya sampai-sampai kantuk menghindari Daxel. Pada akhirnya, Daxel memutuskan untuk keluar saja mencari angin dan ujung-ujungnya berhenti di sebuah bar untuk minum.

Begitu duduk di bar, seorang bartender wanita yang berpenampilan menarik menghampirinya. Crissa secara refleks memasang senyum profesionalnya dan melancarkan keahlian berkomunikasinya sebagai bartender.

“Malam, Tuan. Saya Crissa, salam kenal. Gimana kabarnya hari ini? Kebetulan kami menawarkan Bartender’s Special hari ini. Boleh coba dilihat-lihat,” sapa Crissa kepada Daxel sambil menyodorkan menu mereka.

Daxel melirik menu itu sekilas, namun tidak memilih satupun. Ia membutuhkan sesuatu yang lebih keras dengan rasa yang lebih orisinil.

“Vodka on the rocks,” jawab Daxel dengan mengangkat jari telunjuknya. Crissa terdiam sejenak sebelum kembali tersenyum.

“Mohon ditunggu.”

Selanjutnya, Crissa pun mulai menyiapkan minuman Daxel. Karena bukan cocktail, tidak perlu mixer dan pertunjukan mengocok. Hanya murni vodka dan es batu. Kamu tahu pelanggan seperti apa yang memesan minuman keras seperti ini? Orang yang datang untuk berpikir dan merenung, bukan untuk menikmati dunia malam.

“Satu vodka on the rocks.”

Crissa dengan sigap menaruh minuman itu di depan Daxel. Tanpa ragu, Daxel langsung menyambarnya dan meneguk seluruh isinya. Crissa terdiam menyaksikan itu. Pada akhirnya, ia harus mengaktifkan mode teman curhat.

“Hari yang buruk?”

“Definisikan hari yang buruk,” Daxel berkata dengan menopang dagunya di atas tangan yang memegang gelas vodka kosong. Tatapannya masih tajam dan menghunus lurus ke arah Crissa. Seketika jantung wanita itu berdetak. Jujur, ia belum pernah melayani yang setampan ini. Penampilan yang liar dan gelagat yang santai, namun terlihat begitu elegan dan berwibawa di saat yang sama.

Crissa tidak bisa berpaling dari pria di depannya ini. Dengan pengalamannya sebagai bartender, Crissa mengamati setiap gerakan dan penampilan Daxel untuk menebak kegundahan pria tampan ini.

Jam tangan yang mahal, pembawaan yang elegan, dan caranya meminum alkohol seperti sudah terbiasa. Satu kata, pebisnis. Hipotesis kedua, orang kaya. Orang yang sudah memiliki segalanya, jadi apa yang kurang? Crissa mengangkat salah satu alisnya sambil melemparkan pandangannya ke arah jari manis kanan Daxel.

“Perjodohan?” tebak Crissa. Daxel membeku sejenak.

“Bukan!” Entah mengapa Daxel tidak ingin mengaku mendadak. Tapi, dia juga tidak bohong. Emang bukan perjodohan, kan? Hanya dihantui suruh menikah.

“Disuruh cepat nikah?”

Daxel, “....”

“Pfftt…” Crissa memalingkan wajahnya sambil berusaha menahan tawa. Ekspresi terkejut pria ini sangat lucu. Menggemaskan!

“Jadi? Apakah saya benar? Tidak usah malu-malu, memang ini salah satu pekerjaan samping bartender selain menyuguhkan minuman. Menjadi teman curhat, dokter, psikolog, dan lain-lain. Saya cukup lama bekerja sebagai bartender sehingga sudah banyak bertemu orang, jadi tidak aneh kalau saya dengan mudah menebak.”

“Dan…” Crissa menambahkan, “Masalah anda bukan yang paling aneh.”

Daxel mengangkat alisnya. Ia terlihat tertarik dengan cerita Crissa. Apa saja yang ia sudah dengar sebagai bartender? Crissa pun tidak mengecewakan Daxel. Ia mulai bercerita tentang pengalamannya demi membuat Daxel lebih nyaman untuk bergaul dengannya. Daxel yang mendengarkan sesekali memberikan respon dan juga tertawa hebat. Seiring pembicaraan mereka, Crissa juga memenuhi pesanan minuman Daxel lainnya.

“Serius! Sahabatnya suka sama bapaknya. Lucunya lagi mereka backstreet. Tua-tua backstreet dengan anak muda. Apa tidak konyol? Kalau memang sudah berani mengencani yang jauh lebih muda, kenapa tidak berani mengakui dan bertanggung jawab?” lanjut Crissa.

Daxel mengangguk-angguk pertanda setuju. “Ada benarnya, tapi bisa jadi bukan tidak berani, namun lebih ke malu dengan anaknya. Tidak tahu bagaimana caranya memberitahu anaknya tanpa menyakiti.”

“Kalau tahu begitu, ya jangan berbuat dari awal.” Crissa tetap pada pendiriannya.

Daxel tertawa. “Kamu sendiri? Sudah berpacaran, Criss?”

Setelah berbincang-bincang lebih dekat, jarak di antara mereka mulai terkikis dan keduanya mulai memanggil nama masing-masing.

“Belum. Gak ada waktu,” jawab Crissa cengengesan. Sementara itu, Daxel yang selama di bar belum melepaskan pandangannya dari wanita di depannya ini merasa geli melihat tawa kecil Crissa. Ekspresi wanita ini menghiburnya dan ia merasa nyaman juga, hingga terlontar lah tawaran itu.

“Kalau sama saya, ada waktu gak?”

Seketika Crissa tersedak. Ia juga refleks menaruh gelasnya di atas konter saking kagetnya. “Maaf, kamu mabuk, Daxel?”

Daxel tertawa. Mana mungkin cuman lima gelas dia sudah mabuk. Acara bisnis dan pertemuan sudah biasa ia lakukan dan alkohol tidak jauh dari acara-acara itu. Sebagai pebisnis, dia juga sudah melatih dirinya agar tidak ada orang yang bisa menjebaknya.

“Nggak, aku sangat-sangat sadar dan aku serius.”

Crissa menghela nafas, mengira Daxel mengajaknya karena sudah putus asa mencari wanita. “Aku tahu kamu sedang diuber-uber untuk menikah oleh keluargamu, tapi bukan berarti sembarangan mengajak juga. Lagian aku nggak mau pacaran tanpa cinta, ngapain juga? Gak ada guna dan cuman habisin waktu.”

Crissa tidak punya waktu untuk pacaran, bahkan sehari-hari Crissa disibukkan dengan bekerja dan rumah.

Sehabis pulang bekerja Crissa nyaman di rumah saja. Keluar rumah jarang karena pulang bekerja sudah capek badan pegal-pegal, bahkan Crissa disebut sebagai anak penyendiri karena mempunyai luka dimasa lalu karena ibunya, meninggalkan Crissa dengan menikah dengan pria lain yang lebih kaya.

Cicilan rumah, barang elektronik dan lain-lain masih banyak dan belum lunas. Crissa hanya berfokus untuk melunasi hutangnya, menabung untuk masa depan dan impian Crissa di tahun ini, ingin mempunyai mobil impian.

Daxel mengangkat alisnya ketika mendengar alasan Crissa. “Kalau begitu, gimana kalau aku bayar kamu?”

"Maaf, saya bukan pelacur!" Mendadak, nada suara Crissa berubah menjadi dingin dan pandangannya tidak bersahabat. Semiskin dia, dia tidak akan sampai menjual dirinya.

"Bukan, aku membayar kamu untuk pacaran sekedar bohongan saja, bukan untuk mengajak ****. Untuk membuat kakek percaya, bahwa aku sudah mempunyai pacar sekarang. Maka dari itu, aku ingin membayar kamu," ucap Daxel mengajak Crissa untuk mau menerima tawaran dirinya dimana keduanya saling diuntungkan.

"Menjadi kekasih kontrak?" tanya Crissa.

Seketika Daxel terdiam. Benar juga, kenapa hal ini tidak terpikirkan olehnya? Kekasih kontrak adalah jawaban dari kesulitannya selama ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!