Menghapus jejak

"Apa yang terjadi sama gue? Gue kepanasan, Zen…" Gumam Anna membuat Zeno semakin panik.

Zeno tidak tahu apa yang akan terjadi pada Anna jika mereka harus kembali ke rumah sakit jadi ia memutuskan untuk membawa Anna pulang ke rumahnya karena rumah Anna masih cukup jauh apalagi ibunya Anna sedang ikut ayahnya dinas di luar kota.

Rumah besar yang sepi, itulah julukan yang Anna sematkan saat ia pertama kali menginjakan kaki di kediaman Zeno ketika ayahnya Zeno mengundang ia dan ibunya makan malam setelah ibunya resmi bekerja sebagai sekretaris ayahnya Zeno. "Rumah ini masih sepi, gimana loe bisa tahan tinggal di rumah besar gini sendirian?" tanya Anna yang semakin melantur, ia bahkan sudah tidak bisa berjalan dengan benar sehingga Zeno harus memapahnya.

"Para pelayan udah pulang, pak Galih kan masih urusin pria jahat itu…"

"Shttt… jangan omongin pria jahat itu, gue takut… Tadi dia sentuh rambut gue."

"Yang mana?" tanya Zeno yang tiba-tiba menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar tamu tempat tujuannya membawa Anna agar dia bisa beristirahat dan efek obat itu hilang karena rasanya tubuhnya juga akan kehilangan kendali seperti Anna sebentar lagi.

"Yang ini, dia pegang ujungnya begini…" Jawab Anna sambil memperlihatkan ujung rambutnya.

Zeno semakin kesal, ia akhirnya membawa Anna masuk ke dalam kamar lalu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia kemudian mengambil gunting dari dalam laci penyimpanan lalu kembali menghampiri Anna yang masih duduk sempoyongan di atas tempat tidur.

"Mau apa?" Tanya Anna tapi Zeno tidak menjawab, ia tidak mengatakan apapun selain menggunting ujung rambut Anna.

"Hey, loe gak boleh potong rambut gue seenaknya!"

"Rambut loe kotor!"

Anna tertawa mendengarnya, disisa kesadarannya ia kemudian mengambil alih gunting di tangan Zeno lalu menggunting baju dengan noda darah yang Zeno kenakan.

"Baju loe juga kotor!"

"Selain rambut apalagi yang orang itu pegang?" tanya Zeno setelah melepaskan bajunya, kini ia sudah bertelanjang dada di hadapan Anna.

"Dia pegang kaki gue terus dia suntik pake jarum, sakit banget…" jawab Anna sambil mengangkat satu kakinya dan menunjukan bekas suntikan yang memerah di kakinya.

"Jangan di potong ya, nanti gue gak bisa jalan…" lanjut Anna memperingatkan walaupun suaranya terdengar tidak stabil tapi bibirnya tiba-tiba saja bungkam saat Zeno mencium kakinya dengan lembut.

"Apalagi yang dia sentuh?" tanya Zeno sekali lagi, suaranya terdengar lebih berat sekarang dan sorot matanya mulai menggelap.

"Begini…" Anna menarik tubuh Zeno hingga terjatuh diatas tubuhnya. "Gak, bukan begini… Jangan nempel-nempel, berat!"

"Begini?" tanya Zeno setelah menyanggah tubuhnya dengan kedua tangannya.

"Iya, terus tangannya sebelahnya pegang ujung rambut yang udah loe potong tadi."

"Terus?"

"Terus loe dateng nyelamatin gue dari malapetaka, tamat! Yeay happy ending..."

Zeno tersenyum lega karena pria itu tidak sampai melakukan hal yang buruk pada Anna. "Gue gak akan tinggalin loe mulai sekarang."

"Kan gue bilang apa, gue itu cantik jadi banyak yang mau culik."

"Gak ada lagi, gak akan ada yang bisa sakiti elo…"

"Termasuk loe?"

Zeno kembali tersenyum, matanya yang terlihat sayu membuatnya semakin terlihat tampan membuat Anna tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menyentuh wajah itu.

"Cuma gue yang boleh sakiti elo." bisik Zeno di ujung telinga Anna yang membuatnya sedikit menggeliat.

"Dasar jahat…" protes Anna tapi senyumannya jelas mengatakan jika protes itu hanya sebuah rengekan manja yang membuat Zeno ikut tersenyum.

"Hal yang sama berlaku buat gue…" ucap Zeno tanpa ragu, ia mencoba mengendalikan pikirannya agar tetap menatap mata Anna tapi matanya selalu bergerak nakal menuju bibir ranum itu.

"Jadi cuma gue bisa sakiti elo?"

"Iya…"

Anna tersenyum puas mendengar jawaban Zeno, hal yang seharusnya tidak Anna lakukan karena sihir senyumannya membuat Zeno jatuh, jatuh kedalam buaian iblis yang berbisik untuk membuat Anna menjadi miliknya seutuhnya.

"Ng… Zeno!!!" Anna menggeliat saat bibir Zeno mendarat tepat di bibirnya yang seketika melumpuhkannya.

***

Sinar matahari berhasil membangunkan Anna. Tubuhnya terasa nyeri, ia nyaris tidak mampu untuk beranjak duduk karena merasa sangat lemas terlebih pusat tubuhnya terasa sakit. Apa yang sebenarnya terjadi? Rasanya kemarin tidak ada jam pelajaran olahraga yang bisa membuatnya cidera.

Lalu kenapa?

Anna memejamkan kedua matanya sekali lagi lalu sedetik kemudian ia membuka kedua matanya dan terbelalak. Ia teringat akan pria tua yang mencoba menculiknya kemarin, dan barulah ia sadar tentang keadaannya yang berada di sebuah kamar asing dan juga di bawah selimut dengan tubuh yang tidak menggunakan apapun.

"Hancur… Masa depan gue udah berakhir!" tangis Anna pecah, ia merasa dunianya baru saja runtuh tapi seseorang bergerak dari balik selimut dan dengan sigap Anna menendang tubuh orang itu hingga terjatuh.

"Akh!" Zeno meringis menahan rasa nyeri pada bokongnya sambil mengumpulkan kesadarannya. Ia masih sangat mengantuk terlebih pinggulnya terasa sangat pegal sekarang.

"******, sakit banget!" gerutu Zeno sambil menyeka kedua matanya dengan tangannya baru lah ia bisa melihat dengan jelas seorang wanita duduk diatas tempat tidur sambil menangis dengan selimut menyelimuti tubuhnya.

"Aaaa!!!" Zeno berteriak kencang sambil menunjuk kearah Anna dan teriakan Zeno berhasil membuat Anna tersadar jika suara itu sama sekali tidak asing. Ia kemudian mengangkat wajahnya dan melihat Zeno berada di bawah tempat tidur tanpa menggunakan sehelai pakaian dan tanpa terlihat berniat menutupi 'aset'nya yang terlihat aneh baginya itu.

"Aaaaaaaaaa!!!" sekarang giliran Anna berteriak sekencang mungkin. "tutupin tubuh loe, bego!" Teriak Anna sambil melemparkan sebuah bantal kearah Zeno.

"Ini mimpi buruk kan?" tanya Anna pada dirinya sendiri setelah ia selesai memakai pakaiannya, ia masih syok dan kini ia duduk di tepi tempat tidur sambil sesekali melihat darah perawannya yang tertinggal di sprei yang sudah berantakan itu.

"Ini pasti mimpi, bener… gak mungkin gue sama Zeno…" sekali lagi Anna bicara pada dirinya sendiri. Merasa terheran-heran apa yang sebenarnya terjadi antara ia dan Zeno.

"Apa gue tidur lagi aja kali ya? Ini terlalu konyol buat jadi nyata kan?" ucap Anna lagi sambil membaringkan tubuhnya dan memejamkan kedua matanya.

"Sialan! Kenapa gue gak inget apapun selain kejadian Zeno hajar pria brengsek itu." gerutu Anna setelah kembali membuka kedua matanya karena ini sama sekali tidak terasa seperti mimpi. Rasa nyeri di sekujur tubuhnya membuat semua ini semakin nyata tapi ia tidak mengingat apapun yang terjadi antara ia dan Zeno.

Anna terus memutar otaknya untuk mencari ingatannya yang hilang semalam. Meskipun ada perasaan lega karena ia tidak berakhir di dalam cengkraman pria brengsek itu tapi tetap saja bercinta dengan Zeno di usia mereka yang baru 17 tahun ini rasanya sangat aneh terlebih Zeno adalah sahabatnya, ia bahkan tidak pernah membayangkan akan jatuh cinta pada Zeno tapi mereka berakhir dibawah selimut yang sama.

Bercinta dengan sahabat sendiri, Oh Tuhan… Rasanya seperti langit baru saja runtuh!

"Apa gue tanya Zeno aja? Mungkin itu darah nyamuk kan? Tapi malu… Tapi masa iya Zeno tega ambil keuntungan dari gue?"

Kejadian ini sungguh membuat kepala Anna terasa akan meledak, ia gelisah, takut sekaligus malu, ingin rasanya menangis tapi setiap kali mengingat jika ia tidur dengan Zeno, air mata itu mendadak berhenti menetes. "Kenapa gue gak bisa marah?"

Benar, harusnya gue marah sama Zeno kan?

...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!