Sesuatu Tentang Kita

Sesuatu Tentang Kita

STK 1

"Namanya Rasya, gilaaaa dia ganteng banget!" Itu Winda, temanku sejak SMA. Hari ini dia ada tugas perbaikan IPK ke rektor kampus. Diminta datang ke rumah beliau untuk mengurus segala sesuatunya.

Winda bukanlah mahasiswi bodoh, dia mahasiswi teladan sejak semester pertama. Tapi, karena dia pergi ke Bali selama satu semester tanpa alasan yang jelas, jadilah IPK nya anjlok. Beruntungnya, di kampus kami sistem perbaikan masih berlaku.

"Gue nggak nyangka, si bapak punya anak ganteng parah!" Winda membuka tasnya dengan geleng-geleng kepala. "Ini parah si! Parah banget!" Iya, itulah dia. Selalu histeris jika membicarakan tentang kaum Adam. Aku tidak tahu seberapa gantengnya mahluk bernama Rasya itu? Tapi melihat wajah Winda berubah seperti kepiting rebus ketika membicarakannya, aku ikut-ikutan penasaran.

"Eh bukannya lo kenal ya sama dia? Bisa dong nyombelangin gue ...?" Tatapnya dengan tampang memelas. Sebenarnya Winda bukan tipe perempuan yang akan mendekati pria duluan, bahkan dia salah satu mahluk dengan kepribadian paling tertata di antara kami. Meski dia akan menjadi sangat tidak waras jika sudah berhadapan dengan temannya. Tapi kali ini dia menjadi agak berbeda.

Rasya atau Irasya, dua nama itu sebenarnya milik satu orang. Cowok nakal bergigi hitam yang aku kenal saat kelas 3 SD.  Sudah bertahun-tahun lewat, entah kita masih bisa dibilang sahabat atau tidak? Bahkan aku tidak pernah benar-benar ingat wajahnya seperti apa?

"Kan kenalnya dulu, pas SD," jawabku sekenanya. Penasaran juga, tapi masa iya harus ngecek ke rumahnya?

"Gue nggak heran si lo nyariin dia sampe bertahun-tahun, kalo ketemu juga lo nggak akan nyesel." Winda tahu usahaku mencari  cowok itu. Bahkan dia hafal jam-jam ku membuka sosial media, demi mencari manusia bernama Irasya wahyu permana. Yang mana sampai sekarang aku belum menemukan orangnya. Sudah 9 tahun mungkin? Sejak facebook diperkenalkan oleh ketua geng kita.

"Giginya udah nggak item?" Entah kenapa aku ingin menanyakan hal itu? Meski mungkin agak konyol mengingat usia kami yang sudah 20 an.

"Ya enggak lah njir! Lo bayangin aja cowok ganteng kayak dia terus giginya item? Mana mungkin? Bahkan senyumnya manis ... banget. " Oke, sepertinya mulai sekarang Winda telah benar-benar berubah. Sampai di sini aku faham, jika cowok itu sudah membuatnya menjadi orang yang berbeda. Lalu bagaimana denganku nanti? Apakah akan berubah setelah bertemu dengannya? Apakah aku tidak akan menjadi Ametha yang biasanya?

"Kok ngelamun?" Winda menepuk kepalaku dengan buku UUPS. "Jangan bilang lo niat nyaingin gue?" Apaan si? Aneh!

"Tu muka bisa santai nggak? Gue nggak minat kali!" Seruku dengan ketus. "Gue cuman dikenal ama bokapnya, kalau dia ...?" Aku berpikir, emang si brandal masih inget sama aku? "Kayaknya nggak deh!" Iya, tidak mungkin dia masih ingat.

Membayangkan kami tidak bertemu selama 16 tahun, rasanya hanya manusia dengan memori super yang mampu mengingat bagaimana wajah teman masa kecilnya. Apalagi sekarang kami bermetamorfosis dengan perubahan yang ... ya sudahlah tidak usah dibahas!

"Ya sih! Dia mana inget ya sama lo? Apalagi lo kan?" Winda menatapku dengan tatapan mirisnya. Nyerang fisik ni ujung-ujungnya. "Gendut kayak gini!" Nah kan? "Lagian gue heran, lo makan apa sih sampe melebar kayak gini?" Perutku ditekan-tekan dengan pulpen. "Padahal dulu badan lo bagus banget, muka yang paling cantik di geng kita. Kenapa sekarang begini sih? Lo putus asa?" Aku paling malas mendengar ocehannya yang bernada pernyataan nyambung pertanyaan begitu. Karena dia selalu bisa menyimpulkan apa yang terjadi padaku.

"Gara-gara si Ayit?" Bisa nggak itu nama nggak usah disebut? Bad mood jadinya. "Ya ampunnn ... udah 6 tahun dan lo masih aja mikirin dia?" Espresinya dibuat semiris mungkin. Menyebalkan! Tapi jika ku pikir lagi, itu adalah espresi yang paling cocok untuk kisahku. Kisah yang tak pernah benar-benar dimulai tapi benar-benar telah berakhir.

"Ngeliatnya nggak usah gitu banget deh!" Aku berdecak kesal. Kembali merapikan buku untuk mengalihkan pikiran. Sebenarnya tidak teralih, tapi berbalik ke titik temu pada suatu sore di gerbang rumah sakit. Iya, bahkan aku masih ingat espresi leganya ketika menemukanku yang tak ditemukannya di tempat janjian kita. Espresi yang tidak pernah membuatku beranjak dari kisah menyedihkan itu.

"Emang sulit sih yang namanya ngelupain cinta pertama, apalagi pisahnya enggak pakai putus!"  Winda itu kadang baik, tapi disatu waktu kadang mulutnya seperti seblak sepabrik-pabrik. Pedes banget.

Aku diam. Mau jawab apa? Memang kenyataannya seperti itu! Entah hatiku yang sudah membeku dan mengabadikan namanya di kotak kenangan? Atau aku yang memang sudah tidak punya malu yang tetap berharap, meski entah mengharapkan apa?

"Tadi itu gue sebenernya pengen banget kenalan, tapi ngeliat dia gendong adeknya gue malah lupa." Winda memasang tampang melongo. Entah apa yang dia pikirin?

"Hubungan lo lupa sama dia gendong adeknya apa dah?" Aku mengernyit. Jalan omongan manusia satu ini memang kadang tidak ku mengerti sama sekali. Apalagi sekarang, membicarakan masalah cowok itu yang semakin membuatku bingung apakah harus membicarakannya?

Lenganku dipukul cukup keras. "Ya lupa, saking gue meltingnya ngeliat dia gendong si dedek bayi. Lo faham nggak sih?"

Aku menggeleng. Aku tidak faham. Entah tidak faham dengan cerita Winda atau tidak faham dengan keinginanku yang selama ini ingin menemukannya? Bisa dibilang tinggal selangkah lagi, karena aku sudah menemukan titik temu. Tapi entah kenapa aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku. Seperti ketika kamu ingin bertamu, tapi ketika sampai di depan pintu kamu malah enggan untuk mengetuk.

"Si begok!" Otakku ditoyor seenaknya. "Itu berarti dia punya sifat kebapak-an. Cocok buat jadi ayah anak-anak gue."

Bagaimana bisa coba Winda membicarakan masalah sejauh itu?

"Lo nggak lagi OD kan?" Yang namanya Winda selalu bicara realistis, bahkan terlalu realistis untuk ukuran perempuan seusianya. Untuk itu aku menanyainya hal, yang entah kenapa ingin kutanyakan melihat sikap anehnya untuk pertama kali.

"Si kampret!" Dan buku UUPS mendarat sempurna di punggungku. Dasar preman!

BERSAMBUNG...

Kenalan sama Rasa dan Metha kuy,😁😍

Terpopuler

Comments

Verena callen

Verena callen

terimakasih /Smile/

2023-10-12

0

Wawan

Wawan

Hadir .....Semangat ✍️

2023-10-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!