Ujian kesatria yang sebenarnya

Pagi hari yang cerah, aku mulai mengganti bajuku dengan baju seragam berwarna biru, dan mempersiapkan alat-alat yang akan dibawa ke akademi serta tidak lupa membawa senjata yaitu, pedang pemberian ayahku. Pendaftaran dimulai pada jam 08.00 pagi, aku kemudian berangkat menuju akademi. Saat berangkat, aku tidak melihat Gheovani keluar dari asrama, aku berpikir bahwa Gheovani berangkat ke akademi lebih awal. Para pendaftar berangkat ke akademi menggunakan kereta uap batu bara, untuk pergi akademi aku menggunakan kereta uap. Waktu yang ditempuh dalam perjalanan ini sekitar 10 menit dari stasiun dekat asrama.

Begitu sampai di akademi, aku terkesima dengan keindahan bangunan akademi yang tampak dari luar. Bangunan bergaya campuran benua barat dan timur sangat terlihat. Wajar saja akademi ini disebut akademi peradaban benua Timur Raya, karena akademi ini memiliki siswa yang berasal dari luar kerajaan bahkan ada siswa yang berasal dari benua barat. Tanpa berpikir panjang, aku memasuki akademi tersebut dan pergi menuju ke tempat pendaftaran. Saat berada di tempat pendaftaran, banyak sekali para calon siswa yang berdatangan, mereka memilki keunikan masing-masing dengan membawa senjata khasnya. Saat ke tempat registrasi para calon siswa harus menunjukkan senjatanya serta kartu nama untuk memverifikasi serta mengklasifikasi jenis senjata yang dibawa. Setelah pendaftaran selesai para calon siswa diarahkan menuju lapangan terbuka di akademi.

Ada sekitar 1500 para calon pendaftar yang berkumpul. Mereka terlihat kebingungan karena saat dikumpulkan, para petugas dan pegawai akademi tidak berkata sedikitpun. Pada saat suasana kebingungan di lapangan, aku terpesona kepada para calon siswa yang aku lihat. Para calon siawa bukan hanya laki-laki saja, akan tetapi banyak juga perempuan yang ikut mendaftar. Aku kagum dan terpesona melihat para perempuan yang ikut, mereka memiliki paras cantik, wajah mulus, mata indah, dan bibir yang tipis. Maklum saja, aku yang dibesarkan oleh keluarga yang tidak memiliki saudara perempuan, aku selalu bekerja, belajar, dan berlatih. Aku sudah bosan melihat perempuan yang berasal dari wilayah yang sama, oleh karena itu aku sangat suka melihat perempuan apalagi perempuan yang berasal dari wilayah berbeda. Saat mataku tertuju pada peserta perempuan, tiba-tiba ada yang menepuk bahuku.

"Hei, apa yang sedang kau lihat, tak kusangka, ada juga seorang mata keranjang ya !".

Entah kenapa aku merasa sedikit tersinggung dan berbalik kebelakang, "Apa maksudmu berkata seperti itu ??, aku bukan mata keranjang, aku hanya kagum dengan dengan kecantikan para perempuan".

"Apa bedanya dengan mata keranjang, emangnya tidak perempuan di daerahmu ??, ngomong-ngomong, aku adalah Kendra Awindra aku berasal dari pulau ini".

Dia langsung memperkenalkan diri dengan wajahnya sedikit angkuh, laki-laki ini memiliki rambut coklat muda dengan mata biru seperti biru laut, kemudian aku membalas perkataannya karena dia sedikit menyebalkan. "Aku Riza Fernisia, aku berasal dari pulau Suma, sekarang lepaskan tanganmu dari bahuku !".

Aku langsung menyingkirkan tangannya dari bahuku. Wajahku kesal. Entah kenapa wajahnya tiba-tiba langsung berubah jadi sedikit ramah. "Santai saja, aku tidak ingin mencari masalah denganmu, hanya saja aku sedang mencari seorang teman untuk ujian nanti".

Di sela waktu keributan para peserta, aku dan Kendra berbicara terkait ujian untuk menjadi siswa di akademi. Aku kemudian bertanya kepadanya tentang ujian tersebut, "apa maksudmu ujian ?, seolah-olah kau cukup mengetahui tentang ujian ini !".

Kendra sambil memegang sarung pedangnya berkata, "Menurut informasi kakak sepupuku yang masuk tahun lalu, ujian ini cukup sulit bahkan menimbulkan korban, ujian sebenarnya kita akan dibawa ke wilayah 'Hutan Lamun Jiwa'".

Saat mendengar kata "Hutan Lamun Jiwa", aku teringat pesan ayahku pada saat latihan, "Ingat Riza, apapun yang terjadi jangan goyah hatimu pada saat ujian nanti, pada suatu saat ada sebuah hutan, yang mana hutan tersebut merupakan tempat ujian tekad hati seseorang".

Apakah hutan ini yang dimaksud oleh Kendra, kemudian aku bertanya kepada Kendra, "Bagaimana kita menghadapinya ?, apakah ada monster besar mengerikan didalam hutan tersebut ??".

Kemudian Kendra berkata, "Entahlah, oleh karena itu kita harus mengumpulkan rekan dan saling berkomunikasi, setidaknya sampai ujian ini selesai". Dari perkataan Kendra, aku menyadari bahwa untuk mengahadapi ujian yang diberikan kita harus bekerja sama dan mencari rekan yang baik.

Saat keributan mulai terdengar dan bertambah banyak akibat kebingungan para calon siswa, tiba-tiba ada bunyi tepukan yang sangat kuat, mereka langsung terdiam dan pandangan mereka langsung tertuju ke sumber suara tersebut. Dihadapan mereka ada seorang laki-laki paruh baya, berambut coklat dan putih, bentuk mata yang kecil, serta kumis dan janggut yang tipis terlihat. Dia mengigit batang rumput dan berdiri gaya tegak pinggang satu tangan, pada saat mulai hening, beliau berkata, "Selamat datang di Akademi Kesatria Moghapasia, namaku Jayta Komasha seorang instruktur dan penguji pada ujian ini, tak kusangka para pendaftar yang ingin masuk ke akademi banyak sekali. Lebih banyak daripada tahun lalu".

Laki-laki paruh baya itu menarik batang rumput tersebut dan berkata kembali,  "Tapi tidak apa-apa, pada dasarnya nanti hanya akan beberapa sisa yang masuk dan kalian para amatir ini pasti langsung menyerah, oleh karena itu kita langsung mulai saja dengan membuat barisan dan kemudian berlari menuju ke hutan yang ada di belakang wilayah akademi".

Sebelum mulai berlari, aku mendapatkan firasat yang kurang enak, bahwa ada kejadian yang tidak terduga dapat membahayakan diriku. Saat membuat barisan, aku dan Kendra sudah sepakat untuk bekerja sama dalam ujian ini. Pada saat kami berbicara tentang mencari rekan, tiba-tiba ada seorang perempuan yang menghampiri kami. Rambutnya hijau kehitaman, berponi dan berkuncir panjang kebelakang. Dia memiliki mata coklat gelap, dan beparas cantik namun sedikit cuek. "Apa yang sedang kalian bicarakan, bolehkah aku ikut ?", itulah yang dikatakan perempuan dengan senyumnya yang sedikit tipis.

"Seharusnya, kau memperkenalkan dirimu terlebih dulu, apalagi kamu seorang perempuan", Kendra membalas perkataannya dengan sedikit kesal karena dia langsung bertanya tanpa memperkenalkan diri.

"Baiklah, maafkan aku, perkenalkan aku Zenovi Rumira berasal dari wilayah dataran benua".

Pada saat dia memperkenalkan diri, aku pun menatapnya sambil termenung karena akan pesonya, tiba-tiba dia menyadari bahwa aku sedang menatapnya.

"Permisi, apa kau barusan menatapku ?".

Aku terkejut karena dia berkata kepadaku, aku kemudian dengan posisi siap berdiri memperkenalkan diriku. Setelah perkenalan diriku, kemudian Kendra juga memperkenalkan dirinya.

"Jadi ?, apa yang kalian bicarakan ?", Zenovi bertanya kembali dengan senyum yang sedikit mengintimidasi.

"Kami membicarakan kerjasama untuk menghadapi ujian nanti, apakah kau mau ikut bergabung ?", Kendra menjelaskan sambil merangkul bahuku.

"Ya benar Zenovi, kami berencana mengumpulkan paling sedikit lima orang termasuk kami, untuk di ajak bergabung, bagaimana ?, apakah kamu mau bergabung ?", Aku menjelaskan sambil tersenyum lebar.

"Hmmm, menarik, sebenarnya aku juga mencari rekan, karena aku belum mendapatkan rekan sama sekali".

"Jadi kamu ikut ??", Aku bertanya penasaran.

"Baik aku ikut, jadi kita mencari dua orang lagi kan ??".

"Benar kita mencari dua orang lagi, ngomong-ngomong kau punya kenalan Riza ??", Kendra berkata dan bertanya kepadaku dengan tiba-tiba.

"Aku belum punya kenalan, karena aku pergi sendiri dan baru pertama kali ke pulau ini, apakah di antara kalian punya teman dari pulau ini ?".

Setelah mendengar penjelasan dari Kendra, dia ditinggal oleh teman-temannya, mereka merupakan keturunan konglomerat dan bangsawan sehingga mengajak Kendra yang merupakan anak dari keluarga biasa adalah hal memalukan bagi mereka. Aku sedikit kesal setelah mendengar penjelasan dari Kendra, di saat yang sama aku juga mengerti akan hal tersebut. Pesan dan perkataan orang tuaku memang terlihat jelas saat berada di lingkungan akademi, mereka yang merupakan keturunan bangsawan dan konglomerat selalu menjaga jarak dan memandang rendah orang biasa.

Sedangkan penjelasan dari Zenovi berbanding terbalik dengan keadaan Kendra. Saat itu, kami terkejut bahwa Zenovi merupakan anak bangsawan atau lebih tepatnya, ayahnya seorang kesatria berpangkat cukup tinggi. Karena status keluarganya para calon banyak yang menjauhi Zenovi karena sifat Zenovi yang sedikit kasar dan sombong. Aku kebingungan melihat latar belakang mereka karena entah kenapa kami cukup baik dalam menjaga komunikasi pada saat membicarakan pencarian rekan. Pada saat Zenovi dan Kendra berbicara tentang dua orang rekan yang akan dicari, aku melihat daerah sekitar, para pendaftar sudah membuat barisannya dan di saat yang sama, aku melihat seorang laki-laki yang berdiri terpisah di belakang sendirian.

Laki-laki tersebut memiliki rambut biru gelap dan sedikit berantakan. Kemudian, aku perhatikan laki-laki tersebut dan langsung menghampirinya. "Kau, laki-laki yang dari toko di pulau Suma minggu lalu kan ?".

Laki-laki tersebut langsung membalas perkataan dengan cepat dengan wajah tenang, "Iya, aku tidak menyangka kita bertemu lagi, ternyata kau juga mendaftar ke akademi ini".

Tanpa basa-basi aku langsung memperkenalkan diriku kepadanya, kemudian laki-laki ini dengan sedikit angkuh menjawab perkataanku. "Kau yakin kita bertemu lagi ?, padahal saat ini ujian belum dimulai ?, kau sudah tau kan ?, rumor tentang hutan yang dibicarakan khalayak banyak".

"Ya aku sudah tau, oleh karena itu aku ingin berkenalan denganmu, dan mengajakmu untuk bekerja sama menghadapi ujian ini !".

"Bekerja sama ??, apa rencana kalian ??, apa kalian ingin mengumpulkan banyak orang untuk kerja sama ??".

"Kami cuma ingin mengumpulkan lima orang !!, terlalu banyak akan merepotkan juga tahu !!", aku berkata sambil menunjukk laki-laki berambut biru gelap tersebut.

"Baiklah, aku ikut, tapi aku melakukannya dengan caraku sendiri".

"Tidak masalah, kalau begitu ayo bergabung dengan yang lain, tapi sebelum itu perkenalkan dirimu kepada mereka".

Kemudian, aku menghampiri Kendra dan Zenovi yang masih berbicara bahkan sampai mereka berdebat tentang rekan yang akan di kumpulkan. "Hai semuanya, aku dapat rekan ternyata dia dari pulau Suma, sama sepertiku".

Kendra menjawab perkataan dengan sedikit marah, "Itu !!, kau ada teman sama satu pulau !!, tadi kau bilang tidak ada, haisslah !!". Aku pun menjelaskan kembali ke Kendra dan Zenovi bahwa aku memang baru mengetahui laki-laki ini. Saat menjelaskan kepada mereka, kemudian aku menyuruh laki-laki tersebut memperkenalkan diri.

"Namaku Yodi Katran Aksana, senang bisa berkenalan". Kami bertiga sedikit terkejut dengan perkenalan singkat dan datar, kemudian Kendra dan Zenovi juga memperkenalkan dirinya. Pada saat perkenalan Yodi, Kendra memasang wajah terkejut.

Saat melihat Yodi, Kendra berteriak tidak jelas, "Haaa, tunggu dulu !!, nama belakangmu Aksana kan ??, jangan bilang, ayahmu Jihandra Aksana !!, seorang pemimpin wilayah kota Mandara di pulau Suma !!".

Saat teriakan Kendra tentang latar belakang Yodi, aku sedikit terkejut karena keluarganya merupakan orang yang cukup terpandang atau bangsawan. Tetapi aku teringat dengan kejadian di toko pada minggu lalu, dan berpikir, "Kalau begitu, kok bisa ?, dia dituduh sebagai seorang pencuri senjata oleh penjaga toko ??". Itulah yang terlintas dalam benakku, akan tetapi aku menyimpan rasa penasaran tersebut menjelang ujian ini berhasil dan kami lulus bersama. Lebih baik aku diam dan terus memperhatikan para peserta sekitar. Karena dengan pengamatan akan mendapat pelajaran berharga.

Tinggal tersisa satu orang untuk dijadikan rekan dalam kerja sama untuk ujian ini. Sebenarnya, pada saat penjelasan dari instruktur Jayta, pada dasarnya ujian ini bebas mengumpulkan rekan atau menghadapinya sendiri, akan tetapi yang dinilai pada akhir nanti bukanlah hasil kekuatan fisik dan kerja sama yang kita lalui pada saat ujian nanti melainkan tekad dan mental yang bisa terpancar dari mata seseorang. Instruktur Jayta bisa melihat tekad dan pancaran dari mata para peserta ujian. Itulah yang akan jadi pertimbangan untuk masuk ke akademi tersebut. Meski begitu, aku tidak mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya tentang ujian dan hutan, satu hal yang pasti, sesuatu yang buruk pasti akan menghampiriku. Pada saat membuat barisan dan bersiap-siap untuk berlari, aku menggenggam pegangan pedangku yang terikat di pinggang seraya berkata, "Entah bahaya apa yang menanti, entah apa yang akan terjadi, satu hal yang pasti, tekadku tidak boleh mati, aku pasti menjadi kesatria bijaksana suatu hari nanti !!".

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!