Sebelum persiapan untuk pendaftaran akademi, ayahku Rameza Fernisia akan mengajariku beberapa teknik pedang Fernisia yang di pelajarinya. Di waktu pagi, di belakang kebun apel, ayahku mengajakku sambil membawa dua pedang kayu yang cukup tua. Ayahku dulu merupakan seorang prajurit dengan penggunaan senjata, yaitu pedang. Jadi keluarga ayahku atau "Fernisia", terkenal dengan kemampuan berpedangnnya. Saat aku pergi ke belakang kebun apel, aku pun terpesona dengan pemandangan di belakang kebun apel di dekat rumahku. Ada hamparan padang rumput atau sabana yang luas serta pegunungan hijau yang mana tumbuh pohon cemara cheddar. Keindahan tersebut membuat gelora dan semangatku menjadi berpijar, mengingatkan akan keinginanku yaitu menjadi kesatria bijaksana dan melindungi pemandangan ini dari ancaman monster dan teroris. Saat terpana dengan pemandangan dibelakang kebun, tiba-tiba sontak ayahku memanggilku, "Riza !, kita akan berlatih teknik pedang disini !".
Kemudian, aku memperhatikan keadaan di sekitarku, aku melihat dua batang pohon yang cukup besar, cukup tinggi yaitu sekitar 8 meter dan begitu kokoh. Satu pohon tersebut terdapat bekas sayatan yang cukup besar dan dalam seperti sayatan dari pedang besar. Dari yang aku ketahui pohon tersebut bernama pohon Beringin Timur. Pohon yang memiliki umur yang tua dan juga memiliki batang kayu yang begitu kuat. Keras kayu tersebut sama seperti batu alam yang ada di pinggir sungai.
Aku memperhatikan sayatan besar dan begitu dalam dari pohon tersebut, dan berpikir, "apakah sayatan ini di lakukan oleh papa ?, mustahil sekali !, tebasannya dua kali lebih besar dari paha orang dewasa. Bagaimana mungkin hal ini dilakukan dalam waktu singkat !!".
Kemudian, ayahku memperhatikanku ketika aku memandangi bekas sayatan di pohon tersebut. Tiba-tiba ayahku berkata, "Itu aku lakukan dalam waktu seminggu. Aku harus berolahraga atau mengingat kembali teknik ini, kebetulan anakku mau mendaftar ke akademi. Setidaknya inilah yang bisa ku ajarkan kepadamu".
Aku menjadi takjub dan kagum dengan ayahku, ternyata kemampuan ayahku bukan kaleng-kaleng walaupun dulunya sebagai prajurit biasa. Ayahku melempar pedang kayu ke arah ku, kemudian dengan sigap aku menangkap pedang tersebut dengan tangan kananku. Ayahku tersenyum kecil dan berkata, " Reflekmu bagus sekali, selain itu kau bisa memegang pedang dengan benar ".
Aku yang sedang menggenggam pedang kayu tersebut merasakan berat dari pedang kayu ini. Kemudian, aku bertanya kepada ayahku, "Papa ?, pedang kayu ini cukup berat, ini terbuat dari apa ?".
Aku sempat berpikir bahwa pedang kayu ini terbuat dari batang pohon cemara dari pegunungan yang terlihat dari hamparan padang rumput yang luas. Benar saja, yang aku pikirkan tentang pedang kayu ini langsung di jawab oleh ayahku dan ternyata benar, pedang kayu terbuat dari batang pohon cemara di pegunungan tersebut.
Tanpa mempersoalkan pedang kayu tersebut, ayahku langsung mundur beberapa meter dari pohon beringin itu dan mengambil sikap seperti siap bertarung, kaki bagian kiri di majukan sedikit dan kaki bagian kanan dimundurkan sedikit sambil merenggangkan lutut dan sedikit membungkuk. Pedang kayu yang di genggam oleh tangan kanan ayahku, perlahan turun hampir menyentuh tanah. Pergelangan tangannya diputar sembilan puluh derajat sambil memejamkan mata dan menarik nafas panjang dan kemudian kedua pergelangan kakinya dan arah lututnya berputar sedikit kearah sisi kanan, tiba-tiba ada sedikit bunyi lesatan angin dan ketika aku melihat ke tempat posisi ayahku berdiri, entah kenapa keberadaan ayahku tidak ada. Ketika penglihatanku mengarah ke batang pohon beringin tersebut, benar saja, ayahku langsung berada di dekat pohon beringin dan mengayunkan pedang kayu secara horizontal ke arah sayatan besar di batang pohon beringin tersebut, tiba-tiba keluar bunyi dentuman atau gesekan yang kuat serta membuat hembusan hingga beberapa meter, mengenai wajahku dan mengangkat rambutku. Pohon beringin tersebut bergetar hebat dan kemudian terjadi bunyi patahan kayu hingga membuat pohon beringin tersebut roboh.
Ketika ayahku menebas pohon beringin tersebut, aku pun tercengang dan tidak bisa berkata-kata, walaupun aku tahu bahwa semua prajurit atau kesatria pasti memiliki kemampuan yang hebat karena itulah syaratnya, akan tetapi yang aku lihat dari ayahku lakukan, aku pun berpikir, "inikah kekuatan prajurit biasa, apalagi kalau kesatria yang memiliki pangkat tinggi, komandan, dan jendral, pasti luar biasa, terlebih lagi ayahku melakukan tanpa menggunakan bantuan energi sihir, aku ingin seperti ayah dan segera mempelajari teknik ini". Saat aku takjub dengan kemampuan ayahku, tiba-tiba ayahku berkata, "Baiklah, yang tadi itu adalah teknik Fernisia tahap awal yaitu, tebasan hantam mendatar, teknik memerlukan energi fisik, mental, serta pernapasan yang teratur".
Aku dengan semangat mendengarkan perkataan ayahku dan kemudian berkata, "Ya aku mengerti pa, baiklah, langsung saja kita coba teknik tahap awal itu".
Aku yang memegang pedang kayu, langsung mundur beberapa langkah dan mengambil sikap seperti yang ayahku lakukan, tiba-tiba ayahku langsung memukul kepalaku dengan pedang kayunya. "Pertama kau harus belajar dulu, untuk menggumpulkan energi dan beradaptasi dengan pedang, yaitu kau harus mengayunkan pedang tersebut secara vertikal dan horizontal secara bersamaan. Hal tersebut dapat memperkuat lenganmu serta dapat mengumpulkan energi. Lagi pula, secara fisik kau sudah terlatih karena kau sering berolahraga dan membantuku dalam berkebun apel, jadi hal ini tidak akan berlalu lama, apa kau paham Riza ?".
Pada saat itu, aku sedikit kecewa, karena aku tidak langsung diajari teknik yang diperlihatkan ayahku. Aku sedikit mengerti mengapa ayahku menyuruh untuk melakukan hal ini. Pada dasarnya pelatihan penggunaan pedang ini akan dilakukan di akademi. Saat masuk ke akademi kita hanya perlu menunjukkan kekuatan fisik dengan uji tes fisik, akan tetapi ayahku mengakui bahwa, secara fisik aku mampu melewati ujian tersebut. Hanya saja ayahku ingin mengenal lebih dalam terkait teknik Fernisia, yaitu teknik dalam penggunaan pedang. Aku juga harus berlatih dalam meningkatkan stamina dan tenaga agar mampu mengimbangi tekniknya.
Aku berlatih mengayunkan pedang secara horizontal dan vertikal secara bersamaan selama dua minggu. Besoknya, ketika aku ingin berlatih kembali, tiba-tiba ayahku memegang pundakku dan berkata, "Sudah cukup untuk latihan mengayunnya, aku ingin menguji kekuatan fisikmu dengan bertarung tanpa senjata".
Setelah ayahku menguji kemampuan bertarungku, entah kenapa ayahku tersenyum tipis dan wajahnya sedikit berseri, saat itu aku mengganggap bahwa kemampuanku masih pemula dan gerakan dalam bertarung masih terlalu lamban. Tapi, ayahku berkata bahwa kemampuan sudah memenuhi syarat untuk uji tes fisik di akademi. Setelah dua bulan berlatih teknik pedang fernisia dan berlatih fisik bersama ayahku, tiba-tiba ayahku takjub dengan perubahan gaya bertarungku serta teknik pedang yang aku perlihatkan untuk menebas pohon beringin yang ada di belakang kebun apel. Pohon beringin yang ku tebas dengan teknik Fernisia tahap awal, yaitu tebasan hantam mendatar, Seketika terbentuk goresan yang sangat besar dan begitu dalam hampir separuh dari diameter batang pohon beringin. "Kerja bagus, tidak kusangka kau bisa mengeluarkan kemampuanmu dengan sangat baik, bahkan lebih baik dari pada aku", pada saat itu aku pun cukup terkejut dengan perkembanganku sebab aku menebas pohon beringin tersebut hanya menggunakan pedang kayu yang sering kugunakan untuk latihan.
Dengan memperlihatkan hasil latihanku selama dua bulan. Aku kemudian bersiap-siap untuk mendaftar ke akademi yang cukup besar di Kerajaan Moghapasia. Kerajaan Moghapasia terdiri dari beberapa dataran benua dan kepulauan yaitu, pulau Suma, pulau Kura, pulau Utami, dan sebagian wilayah utara pulau Batara. Akademi terdapat di ibukota kerajaan yaitu kota Vinda di Pulau Kura. Saat ini aku tinggal bersama keluargaku di pulau Suma, yaitu di desa Manapa yang berdekatan di kota besar di pulau Suma, Mandara. Aku pergi ke kota Mandara untuk membeli perlengkapan seperti baju, celana, dan aksesoris lain untuk kebutuhan ke akademi. Aku pergi ke toko yang di sarankan oleh ayahku, toko tersebut memiliki pemilik yang cukup akrab dengan ayahku. Saat aku berjalan menuju toko tersebut aku bertemu seorang pemuda laki-laki yang sedang bertengkar dengan pemilik toko pembuatan dan penjualan senjata.
Laki-laki dengan perawakan tinggi. Berambut biru gelap dan sedikit teracak-acak. Berhidung mancung, bermata coklat terang dan sedikit sayu. Menggunakan baju kemeja abu-abu lengan panjang dan celana panjang hitam. Aku menghampiri laki-laki tersebut, "Hei kau tidak apa-apa ?, apa yang sedang terjadi ?".
Tiba-tiba laki-laki tersebut menoleh ke arahku dan berkata, "Aku hanya mencoba menggunakan pedang ini dan membawanya keluar, entah kenapa pemilik toko senjata tiba-tiba meneriaki ku maling dan mengusirku keluar ?".
Aku kemudian bertanya kepada pemilik toko senjata, "Apa benar yang dikatakan pemuda ini ?".
Pemilik toko tersebut langsung menjawab bahwa senjata tersebut hanya boleh digunakan saat ada pembayaran, dari penjelasan pemilik toko bahwa pemuda tersebut tidak memiliki uang. Aku bertanya ke pemuda tersebut, apakah benar apa yang dikatakan oleh pemilik toko. Laki-laki tersebut hanya diam, dan tidak menjawab. Tiba-tiba pergi begitu saja. Dibalik punggungnya aku menatap dengan wajah heran.
Pada waktu sore, aku pulang kerumah karena sudah membeli perlengkapan yang dibutuhkan. Akan tetapi aku teringat kejadian di tempat toko senjata tadi, saat mengingat kejadian tersebut, aku tiba-tiba terkejut dan ingat hal yang paling penting, ternyata benar, yaitu senjata yang akan dibawa nanti untuk ke akademi. Saat aku memikirkan hal itu, aku menyadari kalau aku belum memiliki pedang sungguhan. Setelah beberapa jam aku berpikir di dalam kamar, tiba-tiba ayahku pulang dan langsung memanggil namaku, "Riza !", aku pun bersiap menuju ke ruang tamu, pada saat itu aku terkejut dengan apa yang dibawa oleh ayahku di belakang punggungnya.
"Apakah itu pedang ayah ?".
Ayahku tersenyum dan berkata, "Ya benar, ini pedangmu yang bahan utamanya dari pedang lama kakekmu, batu mineral, dan campuran inti biji besi yang kubeli. Aku harap kau bisa menggunakannya dengan baik dan bijaksana, karena pada dasarnya senjata bukan untuk melukai orang saja akan tetapi melindungi orang dari mara bahaya dan menjadi pembasmi kejahatan".
Kemudian, ayahku memberi pedang tersebut, aku pun membuka pedang dari sarungnya secara perlahan. Ada cahaya putih yang keluar akibat adanya pantulan cahaya, pedang tersebut sedikit melengkung di ujung mata pedangnya. Bentuknya lurus dan sedikit panjang, yaitu hampir sepanjang lenganku. Saat cahayanya mulai hilang, pedang tersebut berwarna perak mengkilat dan ada batu permata jingga di bagian bawah pedang dekat dengan pegangan pedang. Kata ayahku batu permata berwarna jingga tersebut dimasukkan di bagian pedang, karena mataku yang berwarna jingga dan sedikit gelap, entah kenapa ayahku berkata bahwa bentuk dan warna mataku berasal dari ibuku. Saat aku memegang pedang dengan senyum yang lebar, aku pun langsung memberi nama yaitu, "Pedang Perak Batu Jingga".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
♥Kat-Kit♥
Ngakak abis!
2023-08-31
0