Kemesraan Sang Suami

“Aw, aw kena pipi nih,” ucap Raya manja pada Bara yang mengusapkan tepung pada wajahnya.

Syara yang mendengar keseruan Bara dan Raya yang tengah memasak bersama pun hanya mampu mengelus dada. Begitu banyak hal yang Syara syukuri dari semua ini. Untung saja pernikahan ini karena paksaan, andai saja tidak, pasti hatinya akan lebih sakit dari ini. Syara berusaha memaklumi semua ini dan terus berharap Bara akan berubah.

Syara yang akan mengambil minum di dapur, tak sengaja melihat Bara memeluk Raya dari belakang. Bara yang melihat kedatangan Syara pun seolah tak peduli dengannya. Bara tetap saja berada pada posisinya dan justru semakin dekat. Setelah mengambil minum, Syara kembali menuju meja makan untuk menyantap makan siang yang sudah dimasaknya sendiri sebelum Bara dan Raya menggunakan dapur.

“Nih, cobain, aku baik kan, makanya jangan tuduh aku yang bukan-bukan. Aku tuh juga peduli sama kamu,” ucap Raya sembari membawakan sepiring lauk yang dimasaknya bersama Bara.

“Makan di ruang tengah aja sambil nonton film,” ajak Bara pada Raya.

Mereka pun berjalan menuju ruang tengah dengan baki di tangan Bara.

“Tapi ngomong-ngomong ya Bar, kamu paham nggak maksud dia tadi kalau nggak akan mau ada perceraian setelah pernikahan. Berarti dia nggak akan mau minta cerai kamu dong,” ucap Raya lirih.

“Jangan hiraukan dia. Lama-lama juga pasti nggak betah. Makanya kita harus tunjukkan kemesraan kita lebih hebat lagi,” pinta Bara.

“Tapi kamu memang beneran suka sama aku ‘kan, Bar? Kamu nggak sekedar memanfaatkan aku aja kan?” tanya Raya meyakinkan Bara akan perasaannya pada Raya yang pernah diungkapkan beberapa waktu lalu.

“Ray, kamu tetap nggak percaya itu? Kalau aku nggak suka kamu kenapa aku ajak kamu menginap?” Bara meyakinkan Raya bahwa ia tak sedang memanfaatkannnya.

“Ya syukurlah karena kalau kamu cuma memanfaatkan aku aja, berarti rencana aku untuk membuat pernikahan kamu berakhir jadi kurang tepat. Aku malu sama Syara kalau ternyata kamu nggak beneran suka sama aku,” curhat Raya bersandar di pundak Bara.

Bara membalas merangkul Raya saat ia tahu Syara sedang melirik adegan mesra mereka dari dapur.

“Selesaikan makannya abis itu kita tidur siang, nanti malam siap-siap kita makan malam di luar ya, aku udah reservasi salah satu restoran mahal,” ajak Bara sengaja mengeraskan suaranya.

Tak lama mereka pun selesai makan dan Bara meminta Syara untuk membereskan piring bekas mereka dan membersihkan dapur yang kotor. Syara tak membantah permintaan Bara karena ia sedang malas berdebat. Dia angkut semua piring dan gelas setelah Bara dan Raya masuk ke kamar.

“Dari semalam mereka cuma tidur berdua aja atau sudah melakukan itu ya? Tapi masak sih udah berani begitu? Ya Tuhan kalau semuanya benar bagaimana?” pikir Syara dalam hati yang mulai tak tenang.

Syara yang telah selesai membereskan dapur, dikejutkan dengan dering ponselnya.

Nomor tak dikenal.

“Halo, ya dengan siapa?” sahut menjawab panggilan telepon tersebut.

“Ra, ini aku Haris. Simpan nomorku ya. Ra, kalau ada apa-apa hubungi aku. Kalau Bara mulai macam-macam sama kamu, atau kalau dia memukul kamu, langsung telepon aku ya,” pinta Haris penuh perhatian pada Syara.

Syara yang terharu dengan sikap tulus Haris, merasa memiliki teman untuk bercerita, namun Syara belum begitu bisa bercerita banyak tentang rumah tangganya karena belum sedekat itu dengan Haris.

Namun, Syara berani menanyakan sesuatu yang sedang dipikirkannya. “Terima kasih, Har. Oh iya, Har, aku mau tanya sesuatu sama kamu. Kira-kira menurut kamu, mereka tidur aja atau sampai melakukan hubungan itu ya?”

“Menurut aku mereka cuma tidur aja kok, Ra, karena aku kenal Raya bukan wanita seperti itu. Jadi kamu tenang aja ya,” jawab Haris menenangkan Syara.

“Aku juga berpikir begitu sih Har,” ucap Syara yakin.

“Kamu tau nggak mereka abis ngapain aja dan mau ngapain?” tanya Haris ingin tahu.

“Mereka abis masak-masak bareng dan nanti malam mau makan malam di luar,” ucap Syara kuat.

“Yang sabar ya, Ra. Aku pasti membantu kamu,” jawab Haris menguatkan Syara.

“Har, maaf aku mau tanya lagi, tapi kalau kamu keberatan boleh untuk tidak dijawab kok. Kamu suka sama Raya ya?” tanya Syara penasaran.

“Hahaha nggak lah, Ra. Aku tuh nggak bisa pacaran sama teman sendiri. Kami berempat sudah temenan lama jadi nggak mungkin aku berniat punya hubungan lebih. Aku begini karena peduli sama pertemananku,” jelas Haris dengan mantap.

###

Raya yang sudah bersiap akan pergi makan malam bersama Bara, terlihat sangat elegan dan cantik.

Syara yang juga melihat penampilan Raya, ikut mengaguminya dalam hati. “Oh, jadi Bara sukanya sama perempuan seperti ini, kalau begitu besok aku akan sedikit memoles muka aku biar lebih cantik."

“Liat kan, Ra, bedanya kamu sama Raya. Bajunya seksi dan elegan, riasannya nggak berlebihan tapi sangat cantik. Badannya putih, bagus, langsing. Dia juga wanita karir. Coba bandingkan sama kamu, jauh banget. Tahu kan kenapa aku lebih suka sama Raya dari pada sama kamu,” ungkap Bara menyakiti hati Syara.

“Iya kamu benar, kamu memang seharusnya menikahi wanita seperti Raya. Lalu kenapa kamu mau menikahi aku? Kalau hanya karena Mama, harusnya kamu bisa lebih berprinsip. Apalagi pernikahan ini masa depan kamu, harusnya kamu yang memutuskan sendiri. Kalau kamu iya iya aja berarti kamu bodoh, kamu bisa jadi CEO karena anak tunggal. Coba aja ada kakak atau adik, pasti mereka yang akan memimpin perusahaan Papa kamu,” ucap Syara tengil.

Bara yang kesal mendengar ucapan Syara menarik lengan Syara dan menamparnya untuk kedua kali. “Beraninya berkata seperti itu di depanku. Wanita buruk rupa, nggak bisa kerja aja belagu! Kalau bukan karena Mama, mana ada laki-laki yang mau sama kamu. Sialan, merusak moodku aja!”

Raya pun menengahi Bara dan Syara, lalu meminta Bara untuk tak kasar pada Syara.

“Lihat kan, laki-laki yang kamu suka ini ringan tangan. Nggak takut kamu, Ray? Nggak menutup kemungkinan kalau suatu saat kamu bisa ditampar, juga," ucap Syara sembari tertawa menahan sakit fisik dan sakit hatinya, kemudian berlalu meninggalkan Bara dan Raya.

Syara masuk ke dalam kamarnya dan menangis lirih agar tak didengar oleh mereka.

“Bar, udah ya. Tenangkan diri kamu. Kita nggak akan berangkat kalau kamu masih emosi. Atau aku yang nyetir.” Raya menenangkan Bara yang bermuka merah padam.

###

Syara yang berhasil meredam sakit hatinya semalam, semakin hari bukan hanya mentalnya yang semakin kuat, namun juga perasaan cintanya pada Bara. Syara yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya, terdiam sejenak ingin menguatkan hatinya untuk menghadapi hari ini. Raya yang baru saja keluar kamar dengan hanya mengenakan kaos oblong dan celana yang sangat pendek, menghampiri dan berbisik padanya. “Aku berniat membantu kamu, jadi kamu juga harus tanggap. Mintalah cerai sama Bara dan kamu akan bahagia. Bilang baik-baik sama Tante Desi.”

“Terima kasih sudah peduli sama aku. Tapi cerai tidak semudah itu. Tante Desi sudah sangat baik sama aku dan aku nggak mau membuat dia sedih dengan perceraian kita,” balas Syara lalu pergi meninggalkan Raya.

Raya geram dibuatnya.

Selang beberapa menit kemudian, Syara yang telah selesai bersantai di halaman depan rumah, kembali masuk ke dalam rumah. Lagi lagi drama Bara dan Raya sudah dilihatnya. Syara melihat Bara dan Raya tengah asyik berkaraoke di ruang tengah. Tangan kanan Bara merangkul pundak Raya dan sesekali terlihat dari belakang Raya mencium pipi Bara.

Syara memandangi mereka dan menghela napas panjang. “Udah kayak suami istri aja. Suara jelek aja pede banget nyanyi keras-keras.”

...****************...

Terpopuler

Comments

El

El

bravo lanjutkan 😘

2023-08-25

1

El

El

iya lah
kamunya aja yg ogeb jadi cewe 😏

2023-08-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!