Seusai menyelesaikan ospek hari pertama, aku langsung keluar dari aula kampus, berbeda dengan teman-teman yang lebih memilih bercengkrama dahulu dengan para teman baru.
Sedangkan aku langsung pergi begitu saja, tak ada yang bisa aku ajak berdiskusi. Aku tak nyaman dengan sorot mata orang-orang.
Aku berjalan melewati koridor dengan beberapa pasang mata yang menatap ke arahku, apakah sekarang aku sudah menjadi selebriti kampus??
Sepertinya begitu, namun bukan atas dasar kecantikan ataupun prestasi.
Aku terus berjalan ke arah gerbang, dari jauh aku melihat seorang pria berdiri di depan mobil berwarna merah. Lelaki itu melambaikan tangan saat melihatku.
Sejenak ku lirik orang-orang sekitar, mereka makin berbisik mengenai aku. Apa yang dipikirkan mereka? Apa karena lelaki yang menjemput ku ini?
Aku mendesah pelan, mau tak mau aku pun menghampiri lelaki dewasa di sana. Dia menyambutku dengan ramah.
"Selamat sore, saya diperintah oleh atasan saya untuk menjemput anda disini" Katanya.
Aku mengangguk sambil tersenyum tipis meski rasanya bibirku ini sudah tak mampu lagi membentuk senyuman.
"Ya... " Jawabku singkat.
"Silahkan masuk" Dia membukakan pintu mobil untukku, aku pun masuk ke dalam kendaraan beroda empat tersebut.
Didalam mobil aku memandang ke arah kaca luar, nampak para kerumunan itu tertawa ke arah ku. Menceritakan aku sesuai yang mereka lihat.
"Sudah siap, Nona?" Tanya pria itu setelah duduk di kursi kemudi.
"Sudah"
Mesin mobil pun dinyalakan, kemudian melaju meninggalkan pekarangan, membuat rasa sesak di dalam diriku sedikit melebur.
***
Fabio memutuskan meninggalkan pemakaman sore hari, matahari sebentar lagi tenggelam dan penjaga pemakaman memintanya untuk segera pulang.
Bukan mengusir, melainkan tak tega melihat Fabio yang sedari pagi hanya diam disalah satu makam.
"Tuan sudah sangat lama disini, sebaiknya pulang dan istirahat lah. Tuan bisa kembali lagi besok"
Namun, lelaki berusia dua puluh tahun itu tak langsung melajukan mobilnya untuk pulang. Ia memutar stir mobil ke suatu tempat di ujung kota.
Jalanan yang padat tak membuat ia mengeluh untuk pergi kesana, bahkan Fabio tak bisa menundanya sampai besok.
Mobil sport itu membelah jalanan kota yang ramai akan pengendara.
Keramaian tak membuat suasana hatinya ikut merasa terhibur, kekosongan terus menyelimuti perasaan anak muda satu ini.
Hingga tanpa sadar kendaraan beroda empat itu sampai di sebuah danau besar.
Fabio keluar dari mobilnya, memandang pemandangan yang sudah bertahun-tahun tak ia singgahi.
Angin sore menyambut Fabio ketika tiba, rambutnya yang rapi mendadak berterbangan mengikuti arah mata angin.
Langkah jenjang Fabio mulai mendekat menaiki jejeran kayu yang masih kuat meski sudah berpuluh tahun lamanya.
Suasana itu masih sama, sunyi dan penuh ketenangan.
Sesaat Fabio lupa siapa dirinya, kesenangan yang ia rasakan lenyap dan mengembalikan dirinya ke keadaan semula.
Membuat Fabio sadar jika inilah dirinya.
Fabio terus berjalan hingga di ujung jembatan, menatap langit jingga yang begitu memanjakan pasang mata.
Air laut mulai menenang, sang surya pun kian tenggelam setelah seharian menampakkan diri dalam balutan awan putih yang kini berubah menghitam.
Memori lama kian berputar dalam otaknya, menayangkan kenangan-kenangan manis dalam setiap jengkal tanpa ada yang terlewati.
Bayangan tentang dua anak kecil yang sedang berlayar menaiki sebuah perahu, hanya si wanita yang rela mendayung untuk mencapai ke tepian. Sedangkan si lelaki hanya memasang wajah murung tatkala dirinya dipaksa untuk menaiki perahu tersebut.
Seperti tak ada rasa lelah bagi si wanita untuk menghibur anak lelaki itu, membuatnya tersenyum dan gembira.
Menemani dirinya yang selalu ingin menyendiri, tak peduli seberapa banyak keringat yang mengucur asalkan pangeran itu menampilkan senyum menawan.
Tetapi ketika lelaki tersebut mulai menatap ke arah gadis itu, ia justru kehilangannya.
Dalam sekejap Fabio dipenuhi rasa sesal yang teramat sangat, baru saja ia tersenyum seketika berubah menjadi air mata. Tak ada kehidupan dalam dirinya selain rasa bersalah dan gundah.
***
Pukul tujuh malam Fabio masih tak berniat untuk pulang, ia juga mendapat ajakan untuk berkumpul dengan teman-teman disalah satu cafe di ibukota.
Fabio memarkirkan kendaraan di depan cafe yang dipenuhi dengan pengunjung.
Kedatangan Fabio langsung disambut oleh teman-temannya yang duduk di ujung ruangan tersebut.
Saling melambaikan tangan menyuruh Fabio untuk berjalan ke arah mereka.
Fabio tersenyum hangat, ia ikut bergabung diantara mereka. Nampak raut senang terpancarkan di wajah para wanita.
"Nah gitu dong, kalau kita lagi kumpul gini lu harus ikut!" Ucap bisma menepuk bahu sang sahabat.
"Iya bener tuh, kan jadi seru kalau lo dateng" Tambah Dinsa.
Fabio lagi-lagi hanya mampu melengkungkan bibir, "Maaf baru sempet kumpul"
"Santai aja, btw kita gak ngeganggu lo kan?"
"Enggak kok, kebetulan gue lagi diluar tadi"
"Kebetulan banget dong, kalau gitu lu bisa kan habisin waktu lo malem ini bareng kita?"
Fabio mengangguk sebagai tanggapan, Fabio mengambil sebuah gelas yang dia pikir untuknya, lalu menyeruput minuman itu sampai dua tegukan.
"Emm... B-bio, i-itu minuman punya gue" Ucap Nada membuat Fabio meletakkan gelasnya kembali.
"Maaf, gue pikir.... "
"Gapapa kok, buat lo aja gue bakal pesen lagi" Sambung Nada grogi.
"Kalau gitu biar gue yang pesenin" Fabio pun lantas bangkit untuk memesan minuman pengganti di meja kasir.
Sedangkan si pemilik minuman tersenyum malu-malu melihat kelakuan Fabio, bukannya marah atau kesal Nada malah merelakan minumannya di teguk oleh lelaki tampan itu.
"Ekhem...! Kayaknya ada yang lagi mesem-mesem nih" Sindir Dinsa pada perempuan disebelahnya.
Nada terkekeh menyadari sindiran yang ditunjukkan untuknya.
"Apaan sih... " Ujarnya tersipu.
Tak lama Fabio kembali ke meja dan menyerahkan minuman yang ia pesan kepada Nada.
"Ini minumannya"
"Ah iya, makasih Fabio. Maaf jadi ngerepotin lo"
"Sama sekali enggak, maaf juga untuk yang tadi" Imbuh Fabio.
"Oh ya bro, ngomong-ngomong kapan lo mau masuk kuliah lagi? Dosen-dosen udah banyak yang nanyain kehadiran lo, lagian apa lo gak takut nilai lu jelek nanti gara-gara keseringan bolos?" Ujar Kean yang sedari tadi diam memerhatikan.
"Nah bener yang dibilang Kean, emangnya lo kemana sih? Gue tanya-tanya lo gak pernah jawab" Timpal Bisma penasaran.
Fabio tersenyum kaku, rupanya rasa penasaran mereka belum juga hilang. Fabio memang tak ingin memberi alasan sebenarnya, biarlah hanya dirinya yang tahu.
"Sorry bro, akhir-akhir ini gue lagi sibuk aja. Makanya gue gak pernah masuk kuliah" Ucap Fabio berdusta.
"Terus kapan lo mau masuk kuliah?"
"Besok gue usahain hadir"
"Okelah, awas ya kalau lo bohong!" Ancam Bisma memberi tatapan tajam, membuat Fabio terkekeh lucu.
"Hahaha.... Kok gue jadi pingin ketawa ya" Timbal Dinsa tergelak.
"Udah ah gimana kalau kita bersulang?" Ujar Nada bersuara.
"Boleh tuh" Semua orang pun mengangkat gelas minuman dan mulai bersulang.
"CHEERS......!"
Tring!
Tring!
Suara dentingan kaca terdengar menggema di sudut cafe itu menemani malam para remaja yang sedang menikmati masa muda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Ety Nadhif
blm nyambung nih otak
2024-06-07
0
Astuti tutik2022
Kayakny bukan lagi remaja klo sdah 20thn
2023-11-08
1
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ
wanitanya fabio meninggal krn apa ya🤔
2023-09-25
3