3 | Palpitant

...•∆∆∆∆•...

.......

.......

.......

...

...

Nala masuk kedalam rumah dengan memasang wajah cemberut, kakinya yang di hentakkan lalu di kedua tangannya penuh dengan kresek berisi belanjaannya tadi. Menghembuskan nafasnya kasar hingga menarik perhatian Sana.

"Napa muka lo kaya gitu?" Tanya Sana yang sedang duduk di sofa sambil memakan sebuah snack yang berbahan dasar kentang.

"Keeeseeelllll huaaaaaa." Nala merengek setelah mendudukkan dirinya dilantai tanpa melepaskan kresek ditangannya. Bahkan kakinya dia hentakan-hentakan.

"Berisik nanti tetangga denger dikira gue macem-macem lagi sama lo." Sana membekap mulut Nala. Lupa jika tangannya masih terdapat remahan makanan. Nala terdiam sejenak dengan menatap mata Sana.

"Mmmmhh." Nala meronta berusaha menyingkirkan tangan Sana dari mulutnya. Demi apapun kakaknya itu sangat jorok.

"Gue lepasin asal lo diem." Nala mengangguk sebagai jawaban. Asal Sana cepat menyingkirkan tangannya.

"Tangan lo kotor!" Nala membersihkan wajahnya yang tertempel setelah Sana melepaskan tangannya.

"Enak aja." Diam-diam mengelapkan tangannya ke celananya.

Nala memutar bola matanya malas, "Liat aja sendiri."

Damn, Nala takut jerawat tumbuh lagi di wajahnya.

"Peduli amat, kesel kenapa lo?" Tanya Sana penasaran. Sebenarnya ini bukan pertama kali Nala pulang seperti ini. Jika ada yang membuatnya kesal, Nala pasti akan mencak-mencak jika rasa kesalnya tidak tersalurkan.

"Hah?" Sana mendelik akibat respon Nala yang memang kadang-kadang lemot seperti ini.

"Oh apa yah apa yah." Nala berkata dengan polosnya. Ingin sekali Sana menampol wajah itu, tapi dia terlalu sayang untuk melakukannya. Jadi dia hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Gue pites lo ya." Sana mencubit tangan Nala lalu setelahnya mengambil kresek yang berserakan dilantai akibat ulahnya. Untung saja pesanannya tidak berhamburan isinya.

"MAK!" Nala berteriak tiba-tiba setelah beberapa saat terdiam membuat Sana terkejut bukan main dan refleks memukul kepalanya. Membuat Nala mengaduh.

"Auh sakit Mak." Nala meringis seraya mengusap-usap kepalanya.

"Ya lagian juga lo ngagetin gue kaya begitu." Sana masih kesal dengan Nala. Kakak dan adik itu sama-sama tidak mau mengalah.

"Tadi kan gue lagi beli ayam pesanan lo kan ya terus tiba-tiba aja ada orang yang nyerobot antrian gue, otomatis kan gue kaga terima udah lama juga nunggu eh malah dia yang mau duluan kan asu itu orang." Nala berkata dengan menggebu-gebu.

"Terus?" Sana seraya mengeluarkan makanannya.

"Nah itu orang tuh kaga terima gue tegur terus dia ngajak gue adu jotos, ya gue terima lah Mak lumayan udah lama juga gue nggak latihan. Terus nih liat tangan gue aja sampe merah kaya begini." Jelas Nala sambil menunjukkan tangan kanannya yang memerah. Meskipun rasa sakitnya tidak terasa, Nala hanya melebih-lebihkan.

"Tapi dibales kan?" Sana berjalan menuju dapur untuk mengambil es batu.

"Cuma gue tonjok sekali keburu dipisahin sama orang-orang." Sana kini mengerti kenapa Nala bisa kesal. "Itu yang bikin gue kesel kakak masa nonjoknya cuman sekali kan ngga asik."

Sana pun tidak menjawab lagi karena sibuk mengompres memar ditangan Nala. Setelah selesai diobati Nala beranjak menuju kamarnya. Sedangkan Sana tengah sibuk dengan makanannya.

"Kak gue mau mandi." Nala berhenti di depan kamarnya lalu membalikkan badannya melihat Sana yang tengah menggigit ayamnya.

"Ya kalau mau mandi, ya mandi aja kenapa juga harus bilang." Sana heran dengan Nala yang apa-apa harus bicara dulu padanya.

"Iya juga ya, ah bodo ah."

"Dih lu mah." Sana fokus lagi pada ayamnya.

.

.

Malam pun tiba Nala sudah berada disebuah tempat yang sudah berisi banyak manusia yang akan melihat sebuah pertandingan. Mereka bahkan tidak segan untuk berteriak menanti jagoannya.

"Oke Nala malem ini lo harus menang." Semangat Nala pada dirinya sendiri.

Telinga Nala mendengar suara MC yang mengumumkan jika pertandingan yang akan dia ikuti sebentar lagi akan segera dimulai. Mata Nala mengedar hingga dia menangkap seorang laki-laki yang juga tengah celingukan.

"Bang Iyan!"

"Gue cari-cari juga." Laki-laki bernama lengkap Adrian Magani itu berdiri di depannya.

Nala melirik sekitarnya, "Iya."

"Ayo kita siap-siap." Nala mengikuti kemana Adrian pergi dengan mata yang tetap mengawasi sekitarnya. Entah mengapa perasaanya tiba-tiba resah. Tapi dia tidak terlalu memikirkannya karena fokusnya saat ini adalah pertandingan yang akan berlangsung sebentar lagi.

Adrian memegang kedua bahu Nala membuatnya harus mendongak karena perbedaan tinggi keduanya, "Lo kali ini tanding sama Agnes jadi harus hati-hati."

"Oke bang." Ujar Nala dengan tenang.

"Nala inget, apapun hasilnya lo harus selamat." Adrian menunduk hingga wajah keduanya sejajar. Membuat Nala memundurkan kepalanya karena jaraknya terlalu dekat.

Nala mengangguk, "Gue pasti menang bang." Nala berkata dengan percaya diri.

"Jangan lupa untuk berdoa."

"Pasti itu mah."

Mereka berdua berjalan menuju tempat pertandingan berlangsung, dan terlihat disebuah ring lawan Nala sudah menunggunya. Adrenalin Nala langsung terpacu melihatnya.

Sorakan orang-orang tidak bisa terbendung ketika MC mempersilahkannya untuk naik ke atas ring. Sebelum naik, Nala menunduk seraya memejamkan matanya. Semoga hasilnya seperti apa yang dia harapkan.

"Long time no see Nala." Perkataan itu Nala dengar ketika dia menghindari pukulan pada wajahnya.

Nala hanya diam tanpa menjawab perkataan lawannya itu karena tujuannya bukan untuk basa-basi. Apalagi jika itu hanya untuk memancing emosinya saja. Nala tidak akan terpengaruh.

"Sombong amat lo." Perkataan itu kembali terdengar ketika Nala mendapatkan pukulan di wajah membuatnya mengumpat. Nala meludahkan darah yang keluar dari mulutnya.

Melihat senyum remeh di wajah lawannya membuat tangan Nala mengepal. Dia mulai mengatur posisinya untuk menyerang. Dengan gerakan cepat, Nala mengangkat kaki kirinya dan mengayunkannya tepat ke bawah rahang lawannya.

Tepat. Perkiraannya tidak salah.

Lawannya langsung tumbang seketika. Setelah menghitung mundur dan lawannya tidak bangun membuat Nala langsung berteriak. Dia menang.

"Bagus Nal." Adrian langsung memberikannya handuk ketika Nala turun.

"Jelas dong." Keduanya berjalan menuju ruangan di mana barang-barang Nala berada. Nala melambatkan jalannya hingga Adrian dulu yang masuk ke dalam. Menengok ke sekitar, tidak ada apa-apa. Mungkin itu hanya perasaannya saja.

Adrian mencekal tangan Nala yang akan memakai jaketnya, "Mau diobatin sekarang?"

"Nanti ajalah di rumah."Nala menyampirkan tas di bahunya.

Adrian menghela nafas, "Gue antar pulang."

Nala melepaskan tangan Adrian yang mencekal tangannya, "Gak usah gue bawa motor kok." Tolak Nala karena untuk apa di antar, toh dia juga membawa kendaraannya sendiri.

"Hati-hati kalau begitu." Adrian tau, memaksa Nala untuk pulang bersamanya akan percuma.

"Oke."

.

.

.

"Gila tuh cewe keren bat Al." Bastian berdecak kagum mengingat pertandingan tadi, dia masih terbayang-bayang.

"Yoi gue aja sampe speechless liatnya." Kenzo menimpali perkataan Bastian dengan sama hebohnya.

Bastian berdecak, "Gue jadi penasaran kan sama tuh cewe jadinya."

"Yang mana?" Tanya Al setelah sekian lama akhirnya mengeluarkan suara dari mulutnya.

"Yang menang lah."

"Oh."

"Anj lo Al." Bastian melayangkan pukulan di udara seolah ingin menonjok temannya yang irit bicara itu.

"Lah kenapa Lo?" Kenzo heran dengan tingkah teman yang satunya ini.

"Tau ah." Bastian pergi dengan motornya.

"Lah tu anak kenapa dah aneh banget." Kenzo berdecak seraya menggelengkan kepalanya.

"Kita pulang." Al memakai helmnya kemudian menghidupkan motornya dan pergi dari tempat itu.

......•∆∆∆∆•......

.......

.......

.......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!