2 | Voir

...•∆∆∆∆•...

.......

.......

.......

"NALA!!"

"WOY NAL!"

"TUNGGUIN GUE."

"AIISSH ANJING LO."

"AWAS YA."

Teriakan yang diiringi dengan umpatan oleh seorang perempuan itu terdengar di sebuah gang yang dimana terlihat ada dua orang perempuan yang terlibat aksi kejar kejaran. Tidak peduli dengan orang-orang yang mengumpat atas aksi keduanya.

"AMPUN MAK GUE GAK SENGAJA."

"UDAH DONG JANGAN KEJAR GUE MULU CAPEK NIH."

Tidak lama kemudian mereka pun berhenti berlari kemudian berjongkok saling berhadapan dengan nafas keduanya yang tidak beraturan.

"Damai dulu mak damai." Perempuan yang lebih muda itu menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya.

Mencoba mengatur pernafasannya dengan perlahan, "Enak aja, kaga ada damai di antara kita." Menegakkan badannya seraya menggulung baju lengannya.

"Elah mak jangan huh-hah huh-hah napa, kaya orang yang mau brojol aja."

"Bacot lu orang gue capek juga."

"Suruh siapa lari-larian kaya begitu." Sahut perempuan itu dengan wajah tidak ada rasa bersalah sedikitpun.

"HEH gue lari juga karena lo ya!" Bentak seseorang yang disebut dengan Mak itu dengan memukul kepalanya.

"Ya kan gue udah bilang kalau itu kaga sengaja, lagian suruh siapa nyimpen akuarium di samping pohon untung aja gue kaga kenapa-napa." Jelasnya dengan bersungut-sungut.

"Iyalah lo kaga kenapa-napa,  orang akuariumnya ketiban sama badan Lo dan ini bukan untuk pertama kalinya Lo pecahin kandang ikan-ikan gue, juga stop panggil gue mak udah berapa kali juga dibilangin, panggil gue Kak Sana. Camkan itu Naladhipa." Sana mencubit pipi perempuan yang memakai kaus oversize itu dengan kencang.

"Sakit ih." Perempuan yang di panggil Naladhipa itu mengusap-usap pipinya yang memerah.

"Gitu aja sakit."

"Cobain sendiri." Sewot Nala seraya menyugar rambutnya yang sudah berantakan ke belakang.

"Lo itu ya, gemes gue tuh sama Lo." Nala mendelik mendengarnya. Tidak terima dengan ucapan sang kakak seolah dirinya yang sepenuhnya bersalah. I'm not wrong. Itu yang selalu dia rasa jika menyangkut keduanya.

"Awas aja kalau lo lari lagi." Sana berbicara seperti itu karena Nala memang bersiap untuk lari. Sial, selalu saja pergerakannya terbaca oleh kakaknya itu.

"Ck, iya-iya." Nala berkata dengan ogah-ogahan. Tapi tetap berjalan secara perlahan untuk kembali ke rumah.

"Iye iye awas aja kalau diulangi." Cibiran itu terdengar tepat di telinga Nala.

"Ya ngomongnya biasa aja dong jangan di telinga gue juga." Nala menggosok telinga kirinya. Dan menjauhkan badannya.

"Cepetan jalannya, belum nyuci hari ini giliran lo." Sana merangkul bahu Nala membuat sang adik protes karena ketek Sana yang basah mengenai lehernya.

"Lo aja ya gue lagi alergi nih liat tangan gue pada merah-merah begini. " Perkataan Nala memang benar adanya terlihat dari kedua telapak tangannya yang terdapat ruam merah, entah kenapa juga dirinya selalu seperti ini.

"Heh, gue heran sama lo kenapa sih tu kulit sensitif dikit-dikit merah kaya begitu, sakit kaga?." Pertanyaan bernada khawatir itu terdengar dari mulut Sana.

"Cie-cie khawatir ya." Nala menggoda Sana dengan mencolek tangannya.

"Si-siapa juga yang khawatir, gue kaga mau ya nanti malem harus jagain lo." Nala yang mendengar itu hanya terdiam.

Sadar akan perkataannya yang menyinggung perasaan Nala, Sana pun merasa bersalah. "Maksud gue bukan kaya beg- "

"Iya gue paham kok." Potong Nala yang tahu apa yang akan Sana katakan selanjutnya. Karena ini bukan pertama kalinya juga dia mengalami hal seperti ini. When he experiences it, always feels guilty.

"Lo nya jangan diem dong gue kan jadi ngerasa bersalah tau." Sana masih merasa bersalah, menatap Nala yang berjalan menunduk.

"Gue diem juga lagi mikir tau." Sewot Nala seraya menegakkan kepalanya.

"Mikir paan Lo?" Tanya Sana penasaran.

"Emmm, ada deh." Jawab Nala seraya berjalan meninggalkan Sana.

"Lo mah kebiasaan main rahasiaan mulu sama gue." Sana berlari menyusul Nala yang sudah berjalan didepannya.

"Nanti juga gue bilang kok sama lo."

"Awas aja kalau kaga bilang."

Setibanya di sebuah rumah yang terlihat sederhana karena hanya mereka berdua penghuninya, langsung saja Nala segera menuju sebuah pohon mangga yang berada di samping rumah. Dan terlihatlah sebuah akuarium yang sudah pecah  dengan ikan yang berserakan akibat ulah Nala yang tidak sengaja memecahkannya.

"Ikan-ikan yang malang lagian kenapa juga kalian ada disini udah tau gue lagi makan mangga di atas jadinya kan ketimpa sama badan gue." Ujar Nala sambil memungut ikan-ikan yang sudah mati itu dan masih untung belum di makan kucing.

"Mending di goreng apa di kubur aja ya?" Tanya Nala pada ikan yang ada di kedua tangannya.

"KAKAK, ini ikannya mending kita goreng apa gimana kak?" Teriak Nala setelah berada di dalam rumah. Tak lupa juga ikan yang masih ada di tangannya.

"Berisik lo, gue lagi nyuci ini." Balas Sana dengan berteriak juga dari arah belakang rumah. Membuat Nala segera berjalan ke tempat Sana berada.

"Kak, gimana ini?" Tanya Nala lagi sambil menyodorkan kedua ikan yang berada ditangannya.

"Heh kenapa kaga pake wadah sih lo bawanya." Sana yang kaget karena Nala memperlihatkan ikan itu tepat di depan matanya. Mendengar itu Nala hanya nyengir.

"Lo simpan aja di wastafel sana nanti gue goreng ikannya sayang kalau dibuang." Sana kembali sibuk dengan cuciannya.

"Kak nanti malem gue keluar ya." Izin Nala setelah mencuci kedua tangannya yang bau amis dari ikan. Lalu mengeringkannya dengan kain lap.

"Asal jangan lebih dari jam sepuluh aja." Sahut Sana tanpa melihat Nala.

"Yah kak mulainya juga jam sepuluh." Protes Nala seraya mendekatkan dirinya pada Sana.

"Oke tapi lo harus jaga diri." Menghembuskan nafas pasrah, percuma karena melarang pun pasti Nala akan tetap pergi. Sana hanya bisa berdoa untuk keselamatannya. His sister was very stubborn.

"Ya pasti itu mah, Mak Lo mau nitip kaga gue mau ke minimarket nih." Nala mengambil kunci motornya yang tergantung di samping meja makan.

"Sekalian aja lo belanja peralatan dikamar mandi udah pada abis." Sana berdiri karena cuciannya sudah selesai tinggal dia jemur.

"Siap." Balas Nala.

"NAL GUE MAU AYAM GEPREK NITIP DUA UANGNYA DARI LO DULU." Teriakan Sana terdengar ketika Nala sedang menyalakan motornya.

"IYA." Balas Nala. "Untung aja gue belom berangkat." Gumam Nala setelah keluar dari pekarangan rumahnya.

Setelah selesai belanja di minimarket Nala pun bergegas untuk membeli pesanan kak Sana.

Makanan yang dimaksud pun bukan dari sebuah restoran tetapi hanya sebuah warung yang berada di pinggir jalan yang sudah menjadi langganan karena menurut mereka berdua rasanya tidak kalah enaknya malahan bisa menghemat sedikit uangnya.

.

.

.

"Vin nanti malem ikut ga?" Tanya Kenzo seraya melirik Yvaine yang asik sendiri.

"Kayanya untuk malam ini gue gak ikut dulu soalnya ayah nyuruh buat temenin ke pesta koleganya." Jawab Yvaine dengan mata yang fokus pada layar ponselnya.

Saat ini Kenzo dan Yvaine berada di sebuah rumah minimalis yang sengaja mereka berempat beli dari awal masuk sekolah menengah untuk berkumpul seperti ini. Rumah yang terletak di pinggiran kota ini sangat nyaman karena jauh dari keramaian. Sangat cocok jika mereka tengah pusing dengan tugas perkuliahan.

"Yah kaga seru dong kalau lo engga ikut padahal malam ini katanya ada yang spesial." Ujar Kenzo seraya duduk di sebelah Yvaine setelah mengambil sebuah minuman dari kulkas yang ada di sebelah kursi yang mereka tempati.

"Ya mau gimana lagi."

"Ya udah kalau begitu padahal ini acara kapan lagi coba diadainnya lagi." Kenzo menaikkan sebelah kakinya pada meja.

"Minta." Yvaine tidak mengalihkan pandangannya dari ponsel dengan tangan yang menengadah membuat Kenzo memukulnya.

"Apaan?" Tanya Kenzo bingung.

"Yang lo pegang."

"Oh ini, ya lo ngomong yang jelas dong gue kan kaga ngerti." Jelas Kenzo seraya menunjukkan kaleng minuman ditangannya.

"Nih." Kenzo mengambil minuman yang sama.

"Thanks."

"Padahal kulkas adanya persis di sebelah lo." Kenzo menggelengkan kepalanya, heran dengan tingkah teman yang satunya ini.

"Mager." Kenzo hanya diam tanpa membalas perkataannya karena dipastikan dia pasti kalah kalau berdebat dengan temannya yang satu ini.

"Ken gue pulang duluan, ayah nelpon cepat pulang." Ujar Yvaine beranjak mengambil kunci motornya.

"Iya sana anak ayah." Usir Kenzo.

Yvaine pun berjalan tanpa menghiraukan godaan dari Kenzo. Memang selama ini Yvaine selalu mementingkan apapun jika menyangkut ayahnya meski itu hal kecil sekalipun. He doesn't want to repeat a mistake.

Ditengah jalan ponsel Yvaine kembali berdering, dan demi keselamatannya dia pun menepi terlebih dahulu. Ketika selesai mengangkat telponnya Yvaine hanya bisa mendengus ketika lagi-lagi ayahnya yang mengingatkannya untuk segera pulang.

Ketika sedang memakai kembali helmnya pandangan Yvaine mengedar memperhatikan sekitarnya. Matanya pun tertuju pada seorang gadis yang terlihat sedang berdebat dengan seorang laki-laki.

Tanpa sadar Yvaine terus memperhatikan kejadian tersebut dan ketika melihat gadis itu menonjok laki-laki yang sedari tadi berdebat dengannya sontak bibir Yvaine melengkung keatas tanpa disadarinya.

"Lucu." Gumamnya.

.......

.......

.......

...•∆∆∆∆•...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!