Ada banyak keberanian yang pantas diakui dalam hidup setiap manusia, mereka yang berani keluar dari zona nyamannya karena alasan yang sama sekali tidak berkaitan dengan dirinya sendiri, melainkan karena orang lain yang dia cintai. Sama halnya dengan Alika Restaya yang harus memutuskan untuk keluar dari sekolah lamanya yang sekolah internasional. Bukan hanya itu, Alika adalah siswa berprestasi di sana. Semua mengenalnya dengan sangat baik, siapa yang tidak mengenal gadis cantik bertubuh ramping, berambut sedikit pirang dengan hidung mancung itu. Alika cukup populer karena selalu mendapatkan penghargaan setiap minggu, namanya selalu muncul dalam berbagai olimpiade di mading sekolah, bahkan fotonya menjadi sampul majalah sekolah tersebut.
Tapi semuanya berubah seperti membalikkan telapak tangan, yang putih menjadi sedikit gelap. Kata berprestasi untuk Alika tidak lagi bisa disematkan pada namanya, kata berprestasi yang hanya berlangsung selama 1,5 tahun dari awal masuk SMA hingga pertengahan semester kelas 11. Rasa bersalah yang menghantui Alika membuatnya tidak bisa fokus dalam melakukan apapun, gadis itu berantakan dengan sendirinya karena rasa bersalah. Alika selalu menyebut dirinya sebagai pembunuh, dia memang pembunuh yang sesungguhnya. Kepindahan Alika ke SMA Nusantara bukan tanpa sengaja, gadis itu hanya berusaha mencari tahu perihal sesuatu dan meminta maaf atas hal tersebut.
Keputusan terbesar dari hidupnya setelah berpikir selama setengah tahun adalah memutuskan untuk pindah sekolah. Tidak ada yang berani membantah keputusan itu mengingat betapa hancurnya nilai akademik Alika, bahkan dia yang sering mendapatkan banyak juara dalam olimpiade, namanya tidak pernah lagi dimasukkan dalam kandidat peserta lomba mewakili sekolah.
Hari kedua di sekolah baru, Alika sudah terbiasa dengan omongan banyak siswa yang berpikir buruk tentangnya, dia tidak membantah juga tidak mau membahasnya lebih jauh. Alika hanya ingin bersekolah hingga lulus disana, syukur dia bisa menemukan tujuannya. Setidaknya tempat itu mengingatkan banyak kenangan yang dikubur lama.
“Non Alika, ada telepon dari den Athan.” Sebuah suara mengalihkan fokus Alika pada cermin yang memantulkan dirinya mengenakan seragam putih abu-abu.
Alika buru-buru turun menuju ke lantai satu untuk menerima telepon tersebut, sudah 3 tahun lamanya Alika tinggal sendiri di rumah dua lantai yang cukup besar itu. Sebelumnya dia hanya tinggal bersama kakaknya saja, tapi setelah kakaknya lulus dan melanjutkan studi di Australia, Alika sudah tinggal sendiri, hanya bersama pembantu di rumahnya saja, itupun kalau menjelang sore, pembantunya akan pulang. Karena memang tidak tinggal di rumah itu, rumahnya dekat dan hanya datang pagi sebelum jam 6 dan pulang saat sore setelah menyiapkan makan malam untuk Alika.
“Pagi...” sebuah suara terdengar dari seberang telepon, Alika tersenyum senang.
“Udah siang kan kak disana.”
“hehehe iya, ini mau ke kampus. Kamu siap-siap ke sekolah?.”
“Iya.”
“Semangat sekolahnya, nggak masalah kalau ga dapat juara, yang penting kamu selalu sehat disana.”
“Thanks kak, kakak juga, jaga kesehatan. Bentar lagi kan Winter di sana.”
“Iya.”
“Pulang nggak?.”
“Nggak bisa, banyak tugas dan kakak harus kerja paruh waktu juga.”
“Udah dua tahun lebih kak Athan nggak balik.”
“Dua tahun lagi ya.”
“Iya kak.”
“Mama sama papa nggak ngabarin kamu?.”
“Nggak, mungkin sibuk kayak biasanya.”
“Nanti kakak bilang ke mereka ya.”
“Nggak usah kak, ganggu.”
“Ya udah, kereta kakak udah dateng. Bye Al.”
“Bye kak.”
Panggilan berakhir, Alika meletakkan kembali telepon kabel itu ke tempatnya. Alasan kenapa Alika dan Athan tidak menggunakan ponsel adalah karena Alika jarang membuka ponselnya, disaat semua orang sibuk dengan telepon pintar itu, Alika hanya menggunakan jika dia ingat saja dan pagi ini jelas ponsel pintarnya mati kehabisan baterai karena tidak sempat di charger. Jika sudah sibuk dengan buku-buku bacaan atau laptop, Alika akan melupakan apapun yang berkaitan dengan ponsel.
Alika berjalan menuju ke meja makan, pembantu di rumahnya hari ini sudah membuatkan sarapan simpel yang selalu Alika mau yaitu sandwich tanpa sayuran, hanya berisi daging dan telur. Makanan yang tidak Alika sukai adalah sayuran, tipe anak yang gampang sakit karena kurang makan sayur, tapi Alika tidak peduli, kalau dia bilang tidak suka maka sampai kapan pun Alika tidak akan pernah memakannya.
“Minta tolong di masukin ke kotak bekal aja, aku mau makan di sekolah mbak.” Kebetulan pembantu di rumah Alika tidak begitu tua, mungkin sekitar umur 30 an tahun, dia punya satu anak yang masih sekolah dasar, jadi Alika yang sudah bersama dengan wanita itu kurang lebih 2 tahunan sudah biasa memanggilnya dengan panggilan mbak.
“Oh iya, bentar ya non.” Sebut aja dia Anis atau mbak Anis, nama panjangnya tidak tau siapa, Alika sendiri tidak tau nama panjang mbak Anis siapa. Yang pasti kerjanya sangat bagus, dia juga jujur, intinya tidak ada kekurangan dari mbak Anis. Mungkin karena Alika sendiri bukan orang yang ribet juga, jadi dia merasa kalau mbak Anis sesuai dengan apa yang dia inginkan.
“Mau susu kedelai nggak non?.”
“Iya boleh.” Jawab Alika sambil berusaha mencharger ponselnya menggunakan powerbank. Alika tidak suka sayuran, dia mendapatkan sedikit gizi dari susu kedelai karena itu susu kesukaannya, selain tidak amis seperti susu sapi, lebih netral juga di mulutnya.
Setelah bekal makanan siap, Alika langsung berangkat ke sekolah menggunakan bus, di hari pertama dia sudah menggunakan taksi, jadi hari ini yang tepat waktu Alika tidak ketinggalan bus arah ke sekolah barunya. Rumah Alika dekat dengan halte bus, tinggal menyebrang jalan saja, dia sudah tiba di halte. Disana banyak anak-anak sekolah yang juga menunggu kedatangan bus, bahkan tidak jarang juga yang satu seragam dengan Alika. Saat masih di sekolah lamanya, Alika harus menggunakan taksi online atau apapun kendaraan yang bisa sampai di sekolah kecuali bus karena tidak ada bus arah ke sekolah lamanya. Sejujurnya Alika merasa uangnya cepat habis, tapi karena sekarang menggunakan bus, uangnya akan lebih sedikit keluar untuk transportasi.
Alika masuk kedalam bus dan duduk di kursi yang masih kosong, selama perjalanan menuju ke sekolah. Alika membaca berita lama mengenai SMA Nusantara, kecelakaan yang menewaskan salah satu murid SMA Nusantara, kecelakaan tunggal yang selalu membuat Alika merasa bersalah. Alika hanya mengatakan jika saja, jika saja semuanya tidak berjalan seperti itu, mungkin dia masih hidup hingga sekarang.
Bus berhenti di halte sebelah SMA Nusantara, Alika beranjak dari duduknya dan keluar bersama dengan murid lainnya yang satu sekolah di SMA Nusantara juga. Alika berjalan bersama dengan yang lain masuk ke dalam gerbang SMA Nusantara, didepan gerbang sudah ada beberapa guru yang menyapa murid saat pagi hari, selain menyapa juga melihat seragam yang mereka kenakan sudah sesuai apa belum. Alika hanya tersenyum, tidak ada yang salah dengannya jadi Alika tetap berjalan santai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments