Ternyata Hanya Mimpi

Ponsel berdering, ternyata panggilan dari Aa Yusuf. Sudah pukul delapan malam Salma belum juga pulang ke rumah, seharusnya dia sudah pulang dari sekolah pukul empat sore tadi.

Teringat pembicaraan Mama yang kudengar tadi. Mama menyuruh Om Toni untuk menculik Salma. Apa Mama benar melakukannya?

Alamat apartemen Mama kukirim ke ponsel Aa Yusuf, memintanya untuk menyusul ke alamat itu. Setahuku, Mama tidak pernah main-main dengan ucapannya. Tiga puluh menit kemudian, kami bertemu di lobby. Bergegas menaiki lift menuju lantai sepuluh, kamar nomor 251.

"Ma, buka pintunya, Ma!" teriakku sambil menggedor pintu.

Selang beberapa menit pintu dibuka, entah siapa yang membukanya aku tidak peduli.

"Mana Salma, Ma?" Mama hanya menunjuk ke arah kamar, aku langsung berlari ke kamar yang di maksud.

Aa Yusuf yang akan ikut ke kamar, langsung dipegangi oleh orang-orang Mama. Dalam kamar dengan pencahayaan redup. Langsung kuambil selimut untuk menutupi tubuh polos Salma, dan membuka ikatan di kaki dan tangannya. Pakaian yang berserakan kini telah kukutip.

"Kamu masih perawan, Salma?" tanyaku sambil memberikan pakaian kepadanya.

Salma hanya mengangguk, mungkin dia syok dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Aku keluar kamar diikuti Salma. Melihat Aa Yusuf berdiri diruang tamu, Salma langsung berlari ke pelukan Aa.

"Ma, kenapa Mama libatkan keluarga A Yusuf? Jangan bawa-bawa mereka Ma! Ratu mohon." Aku berlutut di samping Mama.

"Ini balasannya, bagi yang berani mengganggu anak perempuanku!" bentak Mama.

"Aa, pulang, yuk. Salma benci Kak Ratu." Salma menarik tangan Aa Yusuf keluar.

Aku melihat ada tatapan marah di mata Aa Yusuf saat memandangku dan mereka hilang di balik pintu.

***

Pipi terasa perih, seperti ada yang menampar-nampar pelan. "Bucin, bangun!" Sayup aku mendengarnya.

Kembali pipiku terasa perih. Antara setengah sadar, aku melihat bayangan wanita duduk di samping tempat tidur.

"Astagfirullahalhazim," ucapku kaget dan refleks langsung duduk.

"Apa lu? Lu kira kakak setan?"

"Kak Dinda?" ucapku sambil mengucek mata yang masih mengantuk.

Ya Allah, ternyata tadi itu hanya mimpi. Aku tertidur dengan TV masih menyala.

"Lu teriak-teriak. Maka kakak masuk ke kamar lu. Kebetulan pintu kamar nggak tertutup rapat," jelas Kak Dinda sambil berlalu pergi.

"Ke mana Kak?"

"Dinas," teriaknya, lalu melangkah dengan santai.

Setelah kulihat jam yang menempel di dinding ternyata sudah pukul satu dini hari.

***

Sebulan telah berlalu dari acara pengumuman pemenang kompetisi yang diikuti Aa Yusuf. Aa yang meraih juara dua hanya mendapatkan uang tunai tujuh puluh lima juta.

Aku tidak punya tabungan ataupun benda pribadi yang bisa kujual untuk mencukupi seratus juta.

Sebenarnya, heran dengan Aa Yusuf, kenapa dia mau membuang uang sebanyak itu hanya demi aku. Seandainya uang itu digunakan untuk ibadah haji Ibu. Sangat besar pahala yang dia dapat.

Siang itu, saat aku duduk di teras rumah. Aa Yusuf datang dengan langkah percaya dirinya. Dia menghampiri dan mengucapkan salam. Tujuan utamanya datang ke sini untuk menemui Mama.

"Masuk, A! Ratu panggil Mama dulu."

Aku melangkah menuju kamar Mama. Berkali-kali pintu kuketuk, setelah sepuluh menit berdiri di depan pintu, baru Mama membuka pintu.

Hanya bisa mengucap dalam hati, karena ada lelaki yang sebaya dengan diri ini di kamar Mama. Rasanya benar-benar ingin keluar dari tempat ini.

"Ma, Aa Yusuf cari Mama," ucapku kesal sambil melirik ke arah lelaki itu.

Mendengar itu Mama sepertinya juga kesal. Hanya menggunakan kimono dia keluar kamar dan menemui Aa Yusuf.

Setibanya di ruang tamu, dengan posisi berdiri sambil menyilangkan tangan, menambah kesan angkuhnya. Tanpa basa-basi, Mama menanyakan apa lagi maksud Aa datang ke mari.

Dia menyerahkan sebuah buku tabungan dan kartu ATM beserta nomor pin-nya kepada Mama. Dengan tangan kiri buku itu diraihnya. Membuka dan membalik lembaran buku tersebut. Seperti mengecek saldo terakhir.

"O.k! Silahkan bawa anak tidak berguna itu dari sini!" ucap Mama ketus tanpa melihat ke arahku.

"Ayuk, Ra!" ajak Aa Yusuf.

Apa-apaan ini, apa seperti ini cara keluar dari rumah ini. Aku ini manusia, bukan barang yang bisa diperjual belikan. Apa tadi Mama menjual diri ini? Akan tetapi, kenapa Mama begitu mudah melepaskan? Jangan-jangan ada rencana lain lagi. Sebelum keluar rumah, aku mencoba menyalami Mama, tetapi tangan ini ditepisnya dan dia pergi meninggalkan kami.

***

"Ra, ini kamar kost kamu, sementara kita mengurus berkas-berkas untuk nikah. Kamu tinggal di sini dulu, ya! Tapi cuma bisa nyewakan yang sederhana."

"Nggak apa-apa. Uang Aa pasti sudah banyak habis. Ratu nggak tahu siapa dan di mana papa. Apa bisa kita nikah?"

"Insyaallah bisa, pakai Wali Hakim dari KUA."

Aa Yusuf lalu pamit pulang, dan berjanji besok akan menjemput kembali untuk meminta restu kepada Ibu. Semoga saja Ibu mau memberi kami restu untuk menghalalkan hubungan ini.

Terpopuler

Comments

Nuranita

Nuranita

laki2 masyaallah

2022-10-13

0

Nurlaila Ginting

Nurlaila Ginting

gercep ya si aa, ga pake lama lgsg praktek

2022-02-27

1

Nomi

Nomi

aa yusuf keren,.
👍👍👍👍

2022-01-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!