JPA!#4

...“Semua rasa dan derita menjadi satu dalam imajinasi cinta itu sendiri. Mencoba mencari cinta lain tidaklah mengubah rasaku padanya, karna sejatinya engkau hatiku sudah ia bawa sedari dulu.”...

...***...

Langit malam bertabur bintang-bintang diiringi dengan tarian sinar sang rembulan yang menampakan sinar indahnya. Di sebuah bangunan tua yang sudah berumur puluhan tahun, dulunya merupakan sebuah villa lama yang lama terbengkalai. Pepohonan di sekitar bangunan tersebut, menambah kesan suram bagi yang melihatnya. Bima seorang pemuda yang memutuskan untuk tinggal di sana seusai tragedi mengenaskan, yang menimpa kehidupan lampaunya.

Cia yang masih asik dengan keseruan bermain game online di dalam gedung tua, dimana itu tempat tinggal Bima selama ini, ia paling senang menghabiskan waktunya di sana. Karena bagi Cia, Bima adalah satu-satunya keluarga ia miliki saat ini. Setidaknya itulah yang ia pikirkan sekarang.

Kriingg ...

Suara dering ponsel Cia bergetar sudah, ini panggilan suara yang ke-50 kalinya dari Meriska. Sontak Cia mengeryitkan dahu wajahnya, dengan sedikit mendecak mulutnya ia segera melemparkan dengan sembarang ponsel yang ia genggam tadi di atas sofa.

Bima yang baru pulang dari warung, masih bingung dengan sikap Cia barusan. Perlahan ia taruh bungkusan di tangannya itu di atas meja makan.

“Ada apa?” selidik Bima.

Cia mengerucutkan bibirnya dan ia sengaja menatap langit dari atas balkon. “Gak ada, kenapa lama kali loe ke warungnya?” Cia berusaha menutupinya.

Bima paham sudah pada apa yang terjadi, melihat sikap Cia yang tiba-tiba kesal dan berubah menjadi sendu pasti menyangkut tentang keluarga barunya. Bima beranjak ke dalam dapur seraya mengabil dua piring untuk makan malam mereka. Ia dengan lembut menghidangkan makanan yang ia beli tadi.

“Cia, ayo makan dulu,” ucapnya memanggil.

Namun, panggilan Bima di gubris oleh Cia, karena ia sedang asik melamun. Akhirnya Bima mencoba menghampiri, sahabatnya tersebut.

“Kenapa, lagi rindu sama, Mama ya?” ucap Bima yang sudah berdiri di samping Cia.

“Gak. Gue gak rindu sama siapapun!” tukasnya.

Sesaat Bima menghela nafas dalam mendengar perkataan Cia, karena masa lalu yang begitu suram membuat Cia menjadi monster di hadapan dunia, Bima bisa merasakan penderitaan Cia karna hidupnya tak jauh berbeda dengan  sahabat karibnya itu.

“Ayo makan dulu, Ci. Gue udah laper berat nih,” keluh Bima yang merengek seperti anak kecil.

“Loe duluan aja, Bim. Gue gak nafsu,"

“Gue nanti juga deh makan-nya.” ucapnya menimpali perkataan Cia.

Sesaat Cia melirik Bima yang hanya menatap dirinya sedari tadi, Ia juga paham betul seperti apa Bima. Karena baginya, hanya Bima keluarga Cia di dunia ini. Sesaat dering ponsel kembali berdering memecahkan kesunyian di sana.

Kriing … Kring ….

Sontak saja Cia dan juga Bima melihat ke arah sofa, karena ponselnya tadi ia lempar di sana, lalu Bima melirik wajah Cia yang tampak sudah semakin kesal.

“Pulang gih, jangan sampai Papa loe itu ngamuk lagi.” Bima mencoba membujuk.

Sesaat Cia menghela nafas panjang, kemudian menghampiri sofa tersebut untuk mengambil ponsel yang ia buang tadi, mata Cia menatap ke arah layar ponsel dan ia kemudian terseyum kecut. Bersiap menerima panggilan telepon.

“Sayang kamu dimana? Kenapa tidak angkat telepon Mama dari tadi?”

“Aku tidak pulang hari ini, jadi berhentilah menungguku Ny.Meriska.”

“kamu harus pulang sayang, karna Papa sudah menunggu di rumah. Jangan sampai ia murka lagi," ucapnya semakin cemas.

“Itu bukan masalahku, Nyonya, urus saja keluarga Anda itu, dan jangan libatkan aku lagi di dalamnya!”

“Tapi ..." Belum sempat Ny. Meriska melanjutkan lagi ucapan-nya, Cia sudah menutup lebih dulu panggilannya.

Hufft ...

Ia menghela kembali nafas panjangnya, ia semakin kesal karna mendapat perlakuan yang baik dari salah satu mereka, yang teramat sangat ia benci selama ini, Cia lebih baik mendapatkan cacian maki dari seluruh dunia, ketimbang harus menerima sebuah rasa cinta itu kembali.

Bima mulai menghampiri Cia yang sudah bersiap untuk pergi dari sana, “Mau kemana?” tanyanya heran.

“Pulang.”

“Katanya gak mau pulang? Kok plimplan sih,” ledek Bima.

“Males aja gue, besok di ceramahi panjang,”

“Gak, makan dulu?”

Cia melirik sekilas ke arah Bima yang terlihat sedih. “Makan-nya di rumah aja deh, gue bawa makanan yang loe beli tadi ya.”

Perlahan Bima menghampiri meja makan dan segera membungkus ulang makanan yang tadi sudah ia sajikan.

“Ni, dah gue bungkus ulang.” ucapnya terseyum manis, sembari menyodorkan bungkusan yang ada di tangannya. Dan Cia tentu saja langsung mengambil bungkusan tersebut.

“Makasih, Bim. Gue langsung cabut dulu ya," ucapnya senang, lalu langsung pergi meninggalkan Bima sendiri.

...***...

Sesampainya di kediaman Keluarga Wijaya, Cia langsung saja masuk kedalam rumah dengan tas sekolah yang ia jinjing, dan juga baju yang sudah berganti kemeja biasa di tambah celana jenzz dengan di padupadankan dengan sepatu kets hitam. Menambah kesan tomboy dalam penampilan Cia.

Cia terus saja melenggangkan langkah kakinya memasuki ruang utama dengan begitu santainya, seolah-olah hal beban tidak ia rasakan. Baru saja ia  hendak menaiki anak tangga untuk menuju dalam kamarnya, tiba-tba suara berat  menyapa dengan tegas.

"Darimana saja kamu?" selidik Agung.

Cia menoleh dengan malas kepada Papanya itu, ia seolah tak berniat sama sekali menjawab pertanyaan yang di ajukan dari orang yang paling ia benci.

"Dari main sama temen," ucapnya singkat.

"Siapa teman kamu, kenapa baru pulang sekarang?" selidik lebih lanjut Pak Agung.

"Apa urusan-nya dengan, Anda?"

"Dasar anak kurang kurang ajar! Berani sekali kamu melawan, Papa!" bentak Agung.

"Aku belajar hal itu, dari Anda Pak Agung yang terhormat." ucapnya menimpali ucapan Papanya yang sudah naik pitam itu.

"DIAM CIA!" bentak Papanya.

Sontak saja, karena mendengar Teriakan itu semua ikut berkumpul di ruang utama, termasuk Meriska dan juga Kiki. Bahkan para pelayan saja ikut mengintip dari balik pintu dapur, seraya penasaran dengan apa yang terjadi.

"Bakal ada drama seru ni," ucap salah satu pelayan yang mulai bergosip.

"Iya kau benar, kali ini siapa yang akan menang ya? Papanya ataukah si anak iblis Cia," ucap salah satu pelayan yang lain.

"Entahlah, kita lihat saja nanti."

...****...

..._Bersambung_...

*Mengapa pelayan tersebut berkata Cia anak iblis?....

A.mungkin mereka lelah, jadi bicara sembarangan

B.Sesuai dengan prilaku Cia saja

C.Tren baru dalam menghina kali

D.Apa yang kamu pikirkan?

...BUDAYAKAN MEMBACA DAN DUKUNGLAH KARYA INI DENGAN SEPENUH HATI....

Terpopuler

Comments

RA💜<big><_

RA💜<big><_

semngat kak

2021-02-15

0

D.R.S

D.R.S

soalnya ank haram

2021-02-14

0

Epron Putra

Epron Putra

huhu di stiap bait crita nya pnya intrik dan keseruan sendiri.

2020-12-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!